-Hikmah Dibalik Instabilitas Libya*-
*latepost
Ekonomi dunia kembali terguncang, tidak lain dan tidak bukan penyebabnya adalah krisis yang sedang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Diawali dengan bergolaknya Mesir, harga Minyak Mentah dunia mulai merangkak naik, Mesir memang bukan negara penghasil minyak, namun keberadaan Terusan Suez sebagai jalur distribusi Minyak Mentah itu sendiri menjadi penyebabnya. Menjalarnya instabilitas politik ini ke Libya kembali membuat harga minyak dunia melambung, Libya yang notabene adalah pemasok Minyak Mentah ke pasaran Eropa membuat pasokan Minyak ke benua biru itu berkurang. Memasuki bulan Maret harga Minyak Mentah dunia bahkan telah melewati angka USD100 per barel, angka ini di prediksi akan terus meningkat, jika kekurangan pasokan Minyak Mentah dunia akibat perang saudara di Libya tidak dicari solusi secepatnya.
Keberadaan Minyak Mentah sebagai komoditi global memang dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara, bahkan dunia. Ibarat kebutuhan manusia, Minyak Mentah adalah kebutuhan primer, berkurangnya pasokan Minyak Mentah dalam suatu Negara sama saja mengurangi gerak langkah kehidupan masyarakat dalam negara tersebut. Mulai dari transportasi hingga urusan dapur, semuanya tidak lepas dari penggunaan Minyak Bumi.
Begitu pun Indonesia, negara yang kaya akan Sumber Daya Alam ini pun tidak dapat melepaskan keberjalanan ekonominya dari belenggu Minyak Bumi.
Apalagi sejak beberapa tahun terakhir lifting Minyak Mentah Indonesia terus mengalami penyusutan, alih-alih menjadi pengekspor Minyak Mentah, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja Indonesia harus mengimpor dari negera lain. Dampaknya ketika harga Minyak Mentah dunia mengalami kenaikkan akibat krisis Timur Tengah dan Afrika Utara ini, Indonesia terkena imbasnya, subsidi BBM membengkak, pemerintah pun pusing bukan kepalang.
Krisis yang terjadi di Libya tentunya menyimpan mozaik-mozaik hikmah yang harus kita cari untuk kemudian kita susun untuk menjadi bahan renungan.
Salah satu hikmah yang dapat kita ambil adalah mereduksi kebergantungan Indonesia terhadap minyak bumi dan mencari alternatif energi lain. Jumlahnya yang terbatas, cadangan terbukti yang semakin berkurang, isu climate change(perubahan iklim) yang semakin santer, produksi yang semakin menurun dan terus meningkatkan nya konsumsi menjadi titik ukur pemerintah untuk segera melakukan Diversifikasi Energi.
Apalagi melihat potensi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia yang begitu potensial, harusnya menjadi daya pikat tersendiri bagi pemerintah untuk segera merealisasikan program diversifikasi ini.
Geothermal (Panas Bumi), Coal Bed Methane, Energi Nuklir, Energi Surya, Biofuel dan berbagai jenis Energi Baru dan Terbarukan lainnya berlimpah di Indonesia.
Memikirkan pembangun jangka panjang Indonesia, sama halnya memikirkan bagaimana menjaga ketahanan energi nasional, Maka, untuk melakukan pembangunan jangka panjang itu, yang harus dilakukan adalah beralih dari Minyak sebagai Energi Fosil tak terbarukan ke Energi Baru dan Terbarukan.