Mohon tunggu...
Denny permana
Denny permana Mohon Tunggu... -

tetap semangat dan sedang mengejar matahri...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif

21 Oktober 2011   10:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:40 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

BILA kita menengok pasar-pasar tradisional di Indonesia sangat menjijikkan. Bau sampah yang sebagian besar sisa-sisa kotoran sayur-mayur menumpuk begitu saja di pojok-pojok pasar. Namun, siapa sangka dari sanalah muncul ide cemerlang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka menemukan sumber energi baru berbahan baku sampah dari pasar-pasar tradisional tersebut.

Hal itu sebagaimana ditujukkan dalam hasil karya Workshop Himatek Departemen Teknik Kimia ITB dan Pusat Penelitian Energi ITB (PPE) yang ikut pameran di Gen-E Entreprenuership Expo 2002 minggu lalu di Bandung.

Kedua karya mahasiswa ITB itu bisa menjadi solusi mengurangi beban masyarakat, sebagai sumber energi alternatif, karena harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik. Selain itu, karya mereka juga bisa menyelamatkan lingkungan.

Selama ini sudah wajar bila orang tidak betah berlama-lama berada di lingkungan pasar tradisional. Pasalnya, sampah menggunung dengan bau yang sangat menusuk hidung, merupakan pemandangan yang tidak terpisahkan dari lingkungan pasar tradisional. Tumpukan sampah busuk itu pun telah mengundang dan membuat lalat-lalat betah di sana.

Tumpukan sampah menggunung tersebut sangat menjijikkan. Selain itu, sampah tersebut berperan mencemari lingkungan sekitarnya. Yang jelas sampah-sampah yang lembab, busuk, dan sarang lalat akan turut berperan menebarkan berbagai penyakit di sekitarnya.

Namun tampaknya di mata para mahasiswa ini, tumpukan sampah yang menjijikkan itu bisa diubah menjadi hal yang sangat bermanfaat. Sisa sayuran, buah busuk, kulit buah-buahan, dan dedaunan sekilas adalah onggokkan yang harus dijauhi. Tetapi, justru didekati oleh para mahasiswa, bahkan mereka mengaduk-aduknya agar bisa menjadi barang bermanfaat.

Riesta, mahasiswi ITB, menjelaskan tentang pemanfaatan sampah-sampah organik itu. Caranya, jelas dia, mudah, sederhana, dan murah, yaitu dengan menyediakan tangki tertutup atau tempat dari plastik yang bisa menyimpan sampah-sampah itu.

“Bisa menggunakan plastik sebagai pengganti tangki. Tetapi, biasanya yang bagus menggunakan plastik polyotilen. Kalau tak ada, bisa juga menggunakan galon air mineral,” jelas Riesta.

Tangki atau plastik itu digunakan untuk menampung sampah-sampah organik (sampah yang mudah hancur). Dalam bahasa ilmiahnya dikenal sebagai bioreaktor. Kemudian bioreaktor itu dilengkapi selang yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk menyalurkan gas yang dihasilkan. Selanjutnya, bagian dari bioreaktor itu diberi lubang untuk membuang limbah sampah yang tidak bisa dikonversi.

Untuk mendapatkan biogas yang diinginkan, bioreaktor (tangki) harus bersifat anaerobik. Menurut Riesta, tangki itu tak boleh ada oksigen dan udara yang masuk sehingga sampah-sampah organik yang dimasukkan ke dalam bioreaktor bisa dikonversi mikroba.

Dalam skala kecil, sampah rumah menghasilkan 1.000 liter sampah atau 300 kg sampah, sudah bisa menghasilkan sekitar 50-60 persen gas CH4, metan, dan sisanya karbon dioksida.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun