Kalimat di atas sudah bisa penulis gunakan, karena Simon Santoso telah mengundurkan diri dari Pelatnas terhitung tanggal 17 Januari 2014. Pengunduran diri Simon sejalan dengan ultimatum PB-PBSI yang akan “melengserkan”nya dari Skuad Cipayung apabila tidak mampu memenuhi target di awal tahun 2014, yaitu masuk semifinal Korea Open Super Series dan Malaysia Open Super Series Premier.
DI Korea Open Super Series, nasib Simon sedang apes. Harus merangkak dari babak kualifikasi, di babak 32 besar Simon sudah harus berhadapan dengan Chen Long yang akhirnya menjadi juara. Melawan Chen Long yang saat ini merupakan pemain terbaik China, Simon hanya mampu mendapatkan point 11 dan 12.
Di Malaysia Open Super Series, Simon bahkan sudah harus tumbang di babak kualifikasi. Kali ini yang mengalahkannya adalah pemain pelapis China yang merupakan runner up Kejuaraan Dunia Junior tahun 2008, Gao Huan. Simon harus mengakui keunggulan Gao Huan dengan 21-14 22-24 19-21. “Untung” bagi PBSI karena Simon kalah dari Gao Huan. Coba kalau undian menempatkan Simon harus bertanding kembali melawan Chen Long atau Lee Chong Wei di babak pertama? Target PBSI menjadi “mission impossible” bagi Simon.
Ke depan, target PBSI hendaknya lebih terukur, misalnya Hayom tidak boleh kalah dari pemain peringkat 8 ke bawah, atau tidak boleh kalah dari pemain yang peringkatnya berada di bawahnya. Kalau target adalah semifinal atau final, misalnya, tentunya akan berat, karena untuk turnamen kelas super series ke atas, berdasarkan peringkat pemain yang masih jauh di bawah, kemungkinan untuk bertemu dengan pemain peringkat satu atau dua dunia di babak pertama akan sangat besar.
Kembali ke….. Simon….. Dalam periode tahun 2004-2012, bulutangkis Indonesia sangat pelit dalam melahirkan pemain kelas dunia di nomor tunggal putra. Dengan mundurnya Hendrawan pada tahun 2003, maka hanya ada tiga orang pemain tunggal putra yang terus menjadi andalan Indonesia, yaitu Taufik Hidayat, Sony Dwi Kuncoro dan Simon Santoso. Adapun pemain-pemain tunggal putra lain yang masuk pelatnas PBSI dalam kurun waktu 2003-2010 hanya sekedar numpang lewat dan menjadi penggembira di turnamen internasional. Sebenarnya ada dua nama yang sangat menjanjikan yaitu Hayom dan Tommy Sugiarto, tetapi sayangnya Hayom walaupun mempunyai semua kualitas untuk menjadi pemain kelas dunia, masih terkendala oleh dirinya sendiri. Penulis berharap bahwa akan ada saat Hayom bisa mengalahkan dirinya sendiri dan menjadi salah satu pemain elit dunia yang ditakuti lawan-lawannya. Sementara itu Tommy Sugiarto pada tahun 2013 akhirnya menjadi pemain tunggal putra ke-empat Indonesia yang pernah mencicipi gelar juara Turnamen Super Series, bergabung dengan Taufik Hidayat, Sony Dwi Kuncoro dan Simon Santoso tentunya.
Simon kecil (atau lebih tepatnya Simon muda), bergabung dengan Pelatnas pada usia 17 tahun di tahun 2002, dan mulai mengharumkan nama Indonesia melalui olahraga tepok bulu di berbagai ajang internasional.
Pada tahun 2009, Simon berhasil mencatatkan namanya sebagai kampiun di Turnamen Super Series setelah memenangkan Denmark Super Series 2009. Di final, Simon mengalahkan Marc Zwiebler dengan 21-14 21-6. Adapun Marc Zwiebler melaju ke final setelah mengalahkan jagoan Indonesia lainnya, Sony Dwi Kuncoro di semifinal.
Di tahun 2012, kembali Simon merengkuh gelar Turnamen Super Series, bahkan kelas Super Series Premier, kali ini di rumahnya sendiri, yaitu dalam Indonesia Super Series Premier, setelah di final mengalahkan jagoan China, Du Pengyu melalui pertarungan tiga set yang berakhir dengan 21–18, 13–21, 21–11.
Untuk turnamen di bawah kelas Super Series, yaitu Grand Prix Gold, Simon berhasil meraih gelar di Chinese Taipei Open 2008, yang kembali direbutnya pada tahun 2010, dan Indonesia Open 2012. Simon juga mempersembahkan medali emas tunggal putra di ajang Sea Games 2009 yang kemudian dipertahankannya pada tahun 2011. Pada perhelatan tahun 2011, di final Simon berhasil mengalahkan Tanongsak Saensomboonsuk asal Thailand yang akhirnya menjuarai Sea Games 2013.
Di samping itu masih ada sederet prestasi Simon lainnya di tingkat nasional maupun internasional.
Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa dalam karirnya, Simon kerap diganggu cedera dalam kurun waktu yang berbeda, sehingga tidak bisa tampil maksimal. Saat siap untuk bertanding, cedera kerap menghampiri sehingga Simon harus menepi dan memulai dari awal kebugaran dan kesiapan permainannya saat mulai kembali ke lapangan. Hal itu terus berlangsung. Apabila tidak diganggu cedera, Simon pasti bisa meraih hasil yang lebih baik laqi.
Sekarang Simon sudah menjadi pemain swasta alias pemain non pelatnas alias pemain profesional. Dengan kapasitas yang dimilikinya, Simon masih mampu bersaing dengan para pemain kelas dunia, bahkan di level tertinggi. Harapan penulis dan para pencinta bulutangkis Indonesia adalah agar Simon tetap eksis di turnamen baik nasional maupun internasional.
Apabila Simon bisa tampil konsisten di beberapa turnamen internasional, dengan kondisi pemain tunggal yang ada saat ini, kemungkinan bagi Simon untuk bergabung dengan tim Piala Thomas Indonesia untuk tahun 2014 sebagai pemain ke-empat untuk turun di nomor tunggal ke-3 sangat besar, kecuali jika PBSI berani menurunkan Jonathan Christie yang merupakan salah satu tunggal junior terbaik Indonesia.
Sebagai pemain profesional, Simon bisa menentukan pilihan turnamen yang akan diikutinya, bahkan bisa lebih banyak dari pemain pelatnas sekalipun, sepanjang rankingnya memungkinkan. Simon juga bisa ikut turnamen sambil jalan-jalan di berbagai negara, karena tidak terikat harus segera kembali ke Indonesia untuk berlatih di Cipayung, kalau menurut kata pepatah sambil menyelam minum air, dapat ikan pula. Penulis kagum dengan pecatur Irene Kharisma Sukandar yang bisa menikmati profesinya sebagai pecatur profesional, bisa ikut berbagai kejuaraan dan menikmati momen-momen sebelum, selama dan setelah kejuaraan.
Yang juga bisa dilakukan Simon saat ini adalah bermain rangkap, baik tunggal putra dan ganda putra atau tunggal putra dan ganda campuran. Tentunya akan seru sekali jika Simon Santoso bermain ganda campuran, berpasangan dengan Firdasari.
Sekali lagi, ayo Simon, terus berkiprah, langkahmu masih panjang.
Para pencinta bulutangkis, mari kita memberikan aplaus sebagai tanda terimakasih dan Apresiasi kita kepada Simon Santoso yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk Indonesia melalui bulutangkis.
Selamat menempuh hidup baru, Simon, semoga sukses sebagai pemain swasta, pencinta bulutangkis Indonesia akan selalu mendukung semua pemain Indonesia, baik pelatnas maupun non pelatnas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H