Mohon tunggu...
Denny Kodrat
Denny Kodrat Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Sebelas April

Praktisi pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mau Kemana Guru Merdeka?

21 Januari 2024   17:41 Diperbarui: 21 Januari 2024   17:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi. Workshop di salah satu satuan pendidikan.

Awal tahun 2024 ini, guru ASN diwajibkan untuk membuat Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang terintegrasi dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Aktivitas ini terintegrasi dengan E-Kinerja Badan Kepegawaian Negara (BKN), sehingga tak urung kegiatan workshop atau pelatihan yang mengusung tema ini diserbu oleh guru se-Indonesia. 

Sebelum kebijakan ini dirilis, Balai Besar Guru Penggerak (BBPG) terlebih dahulu membentuk Komunitas Penggerak Pendidikan Daerah (KPPD) di hampir  seluruh provinsi di Indonesia. KPPD ini terdiri dari berbagai komponen stakeholders pendidikan. Guru, pengawas sekolah, pejabat dinas, dilibatkan dalam kepengurusan. Tentu saja, guru mendominasi KPPD ini yang mayoritasnya dari guru penggerak. KPPD mendapatkan tugas perdana menyosialisasikan SKP berbasis PMM hingga tingkat kecamatan. Tentunya guru-guru yang ditugaskan sebagai penanggung jawab atau Person In Charge (PIC), melakukan blusukan door to door ke sekolah-sekolah. 

Pertanyaan kritisnya, apakah kegiatan sosialisasi ini menjadi tugas pokok guru yang baru di rezim kebijakan kurikulum merdeka, merdeka belajar? Ataukah pemegang kebijakan pendidikan sudah kehabisan akal merevitalisasi tugas dan fungsi pengawas sekolah dan widyaiswara sehingga lagi-lagi guru dilibatkan secara aktif melakukan kegiatan ini, yang sejatinya bukan tugas utamanya.

Paradoks Perlakuan 

Kita masih ingat di awal menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Nadiem Anwar Makariem, melakukan banyak kebijakan terobosan yang tujuannya mengurangi tugas administrasi guru. Dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dua lembar yang viral itu menjadi angin segar bagi para pendidik. Selain itu, berbagai macam platform yang memfasilitasi berbagi (sharing) antarguru dirilis. Guru dapat menggunakan RPP dari guru yang lain dengan penyesuaian konteks dan karakteristik peserta didik. Hawa merdeka belajar yang dijanjikan terasa pada diri guru. Terobosan berikutnya, penghapusan Ujian Nasional (UN) dan diubah secara paradigmatik dengan adanya Asesmen Nasional (AN).

 Selain itu, upaya transformasi pendidikan diakselerasi dengan dibuatnya "ekosistem penggerak", dari mulai pendidikan guru penggerak, organisasi penggerak hingga sekolah penggerak. Singkat cerita, guru yang direpotkan dengan tugas-tugas administrasi (paper works) sudah mulai digeser kepada peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional, sebagai salah satu pemenuhan "janji" kurikulum merdeka bahwa kepentingan guru di sekolah hanyalah siswa, siswa dan siswa, seperti bagaimana mendesain pembelajaran yang berpihak pada siswa, memastikan lingkungan sekolah yang memerdekakan siswa, dan membentuk support system pendidikan yang menghasilkan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Paradoks terjadi saat KPPD yang didominasi oleh guru menjadi ujung tombak sosialisasi SKP berbasis PMM. Pertama, guru yang terlibat dalam kegiatan sosialisasi tersebut terpaksa meninggalkan siswa di kelas. Mengajarkan bagaimana melakukan perencanaan kinerja pada PMM. Padahal dalam kurikulum merdeka, guru harus membersamai siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang memerdekakan, menggunakan pendekatan project based atau problem based learning, yang tidak mungkin terjadi bila guru hanya memberikan tugas kepada siswa.

Kedua, guru disibukkan bukan hanya menjadi narasumber atau "penyuluh", ia pun terlibat pada pekerjaan administrasi yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Dari mulai perencanaan kegiatan hingga mengadministrasi bukti terlaksana sosialisasi tersebut. Kegiatan ini dilakukan tidak hanya di satu sekolah, namun di beberapa sekolah pada hari belajar efektif.

 Ketiga, peserta yang hadir pun guru. Artinya, guru sebagai narasumber menyampaikan materi kepada guru mengenai perencanaan kinerja yang bersifat administratif. Bukan berarti administrasi tidak penting. Ia niscaya sebagai sebuah rencana implementasi, namun saat kegiatan ini diamplifikasi sedemikian rupa dimana perubahan paradigma pendidikan yang ingin mengurangi beban administrasi guru belum kokoh, ujungnya kualitas kinerja guru diukur oleh kuantitas sertifikat dan tumpukan kertas laporan yang tidak pernah dibaca atau bahkan digunakan untuk pembelajaran siswa di kelas, hanya tersimpan rapi di rak-rak ruang kepala sekolah. 

Keempat, tugas pokok dan fungsi guru ialah mendidik, membimbing, melatih dan mengevaluasi siswa, sebagaimana yang tertuang dalam banyak regulasi pendidikan, namun teralihkan dengan kegiatan yang sejatinya bukan tugas utama profesinya. Melatih guru merupakan domain kewajiban pengawas sekolah dan widyaiswara. Bila ketersediaan pengawas sekolah dan widyaiswara terbatas, pemerintah sebaiknya membuka formasi yang memadai untuk jabatan fungsional tersebut. Bukan meminta bantuan guru untuk tugas tersebut. Rumpun fungsional yang ada di dinas pendidikan dapat didayagunakan untuk melatih guru-guru. Pola training for trainer untuk setiap sekolah dirasa lebih efektif dibandingkan dengan membentuk lembaga semisal KPPD yang ditugaskan untuk memberikan penyuluhan kepada sekolah-sekolah yang bukan home basenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun