Aku berjalan dalam gelap, kerikil menusuk kulit kaki, tapi harus dilangkahkan demi mengisi sejengkal perut yang tidak bisa ku dimengerti.
Mencoba berpikir hidup ini tidak adil, tatkala melirik anak seusiaku yang melempar sisa es krim dari mobil mewah bapaknya. Belum sempat aku menyudahi pikiran, kulangkahkan kaki setengah berlari mengejar bungkusan es krim untuk kujual esok untuk menambah uang mama membeli beras. Bungkusan sudah digenggaman, bibirku tersenyum melihat sisa es krim yang dalam genggaman, akhirnya aku bisa menikmati es krim anak orang kaya.
Ingin hati langsung menyantap es krim ini, wajah adikku langsung teringat. Ku batalkan niat untuk menikmatinya sendiri.
Sesampai dirumah, aku terkejut melihat adikku menangis tak karuan.Ahhh...mungkin uang ibu tidak cukup untuk membeli beras pikirku, kudekati adikku mungkin setelah berikan es krim ini dia tidak menangis lagi. Kutampar pipiku, untuk meyakinkan diri tidak bermimpi ternyata aku merasakan perih, aku tak bermimpi. Belum sempat memanggil ibu, beliau sudah datang dari arah kamar mandi membawa pasta gigi, raut wajahnya tidak seperti biasanya, sangat pucat.Kuberanikan untuk bertanya pada ibu keadaan adik, ternyata dia kena siram air panas didapur, ketika ibu memisah-misahkan botot disamping rumah. Togar, kau simpankan dulu botot kau biar pergi kita rumah sakit sana ucap ibu masih dengan muka pucat. Kami pun berjalan setengah berlari kerumah sakit dengan harapan semoga adik bisa diobati secepatnya, bungkusan sisa es krim masih ku genggam.
Sesampai dirumah sakit, perempuan berseragam putih menghampiri. Ibu pun dengan nafas masih belum stabil minta tolong agar adik langsung diobati. Samar kudengar perempuan berseragam putih itu menyuruh ibu menyelesaikan administrasi, yang aku tak paham apa itu administrasi maklumlah aku masih kelas lima SD.
Ibuku mengajarkku pulang dengan suara melemah, aku coba untuk menanyakan sesuatu tapi sebelum pertanyaanku terucap ibu mengelus dahi ku sepertinya ibu tau apa yang ingin aku tanyakan sambil berkata dengan linangan air mata, Nak...adik tidak bisa berobat, mama ga punya uang...ucap ibuku.
Otakku tak bisa berpikir, spontan aku ambilkan bungkusan es krim tadi. Semoga es krim ini bisa menghibur adikku dalam menahan sakit. Kusuap adikku, kubelai rambutnya.
Adik dalam gendongan, lalu ibu meraihku dan memeluk sambil berkata, "Nak...besok masih ada harapan". Kami pun melangkahkan kaki untuk pulang. Tak sengaja suara sayup kudengar seperti ada yang ribut tentang pembangunan WC DPR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H