Oleh Denny Ja
-Pengantar Buku Puisi Esai "Yang Luput dari Jantung Sejarah," Karya Irsyad Mohammad
Apakah dosa seseorang ditentukan oleh gender yang ia kenakan atau oleh pilihan moral yang ia ambil? Mengapa seseorang yang lahir dalam tubuh yang tak ia pilih harus menanggung hukuman sosial seumur hidup?
Renungan ini datang ketika saya membaca puisi esai karya Irsyad Mohammad, berjudul Bukan Matahari, Panggil Aku Margareth Saja.
Sejak lama, dunia terbiasa membagi manusia dalam kategori-kategori yang jelas: laki-laki dan perempuan, benar dan salah, pahlawan dan pengkhianat.
Tetapi kehidupan tidak pernah sesederhana itu. Banyak orang terlahir dalam batas-batas yang kabur. Keberadaan mereka tidak dapat diklasifikasikan dalam kotak-kotak sosial yang kaku.
Waria adalah salah satu contoh dari mereka yang hidup di persimpangan ini. Ia dilahirkan sebagai laki-laki, tetapi jiwanya menari dalam keindahan kewanitaan.
Namun, dunia tidak selalu menerima mereka. Ada yang menganggap waria sebagai hiburan semata. Ini sesuatu yang eksotis dan memikat di panggung, tetapi hina di ruang publik.
Ada pula yang memandang mereka sebagai ancaman bagi ketertiban sosial, menuduh mereka sebagai "kesalahan" yang harus diperbaiki. Padahal, satu-satunya kesalahan yang mereka buat adalah menjadi diri sendiri di dunia yang menolak keberagaman.
Lalu, bagaimana jika seseorang seperti Margareth, seorang waria, menemukan tempatnya bukan di jalanan atau panggung hiburan, tetapi di dunia yang lebih gelap? Ia hidup di dunia spionase, dunia manipulasi, tipu daya, dan identitas yang cair menjadi senjata utama.