Mohon tunggu...
Denny Irawan
Denny Irawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

FEUI Student | Defense Economics | Heterodox Economics

Selanjutnya

Tutup

Nature

Penanggulangan Polusi Kegiatan Militer dengan Penerapan Konsep Ekonomi Lingkungan

25 Juli 2011   07:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tema-tema yang diangkat oleh ekonomi lingkungan seringkali hanya berfokus pada kegiatan entitas bisnis semata. Dunia militer jarang sekali mendapat perhatian serius terkait polusi yang ditimbulkannya. Hal ini karena biasanya militer dianggap sangat penting bagi negara sehingga seringkali diprioritaskan lebih tinggi ketimbang isu lingkungan. Efeknya, seberapa besar pun pencemaran yang datang dari kegiatan militer dimaklumi oleh banyak pemerintah di dunia.

Bila suatu negara dalam keadaan yang benar-benar darurat (baca: perang) tentu mengutamakan kekuatan militer di atas pioritas lainnya dapat dimengerti. Namun, paradigma pertahanan yang saat ini berlaku adalah mutual deterrent. Kekuatan militer lebih berfungsi sebagai peningkat daya tawar untuk berbagai bidang lainnya. Perang dalam bentuk bentrokan fisik secara langsung sangat sulit untuk terjadi. Keadaan ini membuat perilaku pemerintah yang seringkali all out di bidang militer, termasuk dengan mengabaikan faktor lingkungan, menjadi kurang relevan. Karena toh kekhawatiran terbesar yang memunculkan perilaku tersebut, kini sudah jauh berkurang. Itu sebabnya, mengabaikan faktor lingkungan dalam membangun kekuatan militer tidak dapat lagi dibenarkan.

Kegiatan militer sudah terbukti menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya. Bahkan, melebihi pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi. Data terkini menunjukkan bahwa Departemen Pertahanan Amerika Serikat adalah penghasil polusi terbesar di dunia. Polusi yang ditimbulkannya bahkan masih lebih besar daripada polusi yang dihasilkan oleh lima perusahaan kimia terbesar di AS bila dijumlahkan menjadi satu.

Pangkalan militer Amerika Serikat di Okinawa Jepang telah menghasilkan polusi baik suara maupun lingkungan bagi penduduk di sekitarnya. Sebuah penelitian yang dilakukan di tahun 1999 telah membuktikan bahwa kebisingan dari kegiatan militer tersebut menimbulkan perilaku aneh pada bayi-bayi, kelahiran prematur dan pendengaran yang lemah. Sedangkan dari sisi lingkungan, dampak yang ditimbulkan juga sangat parah. Di Barak Hansen, latihan kebakaran yang sering menggunakan area pegunungan menyebabkan meluasnya kebakaran ke area lain, lahan-lahan menjadi tandus dan tidak hijau lagi. Terjadi pencemaran akibat pembuangan lumpur seberat 20 tahun yang mengandung racun PCB (polychlorinated biphenyl). Belakangan ditemukan pencemaran hexavalent chromium di situs bekas tempat penyimpanan amunisi. Selain itu juga terjadi penumpukan limbah uranium.

Kondisi serupa tidak hanya terjadi di pangkalan AS di Jepang. Bahkan, di wilayah Amerika Serikat sendiri kegiatan militer telah menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Dalam kasus ini, tentu warga dan biota alam di AS lah yang menjadi korbannya. Di wilayah California, pencemaran yang timbul dari emisi bahan bakar roket jet tempur telah menyebabkan lebih dari 272.000 wanita hamil di tempat tersebut mengalami gangguan pada kelenjar tiroid. Sedangkan di wilayah San Diego, kegiatan militer yang dilakukan selama sekitar 80 tahun telah memunculkan lebih dari 100 jenis racun yang mencemari wilayah itu.

Dari berbagai temuan itu, sudah selayaknya masyarakat dunia tersadar akan pentingnya reformasi dalam paradigma pertahanan. Terutama pentingnya memasukkan variabel dampak lingkungan ke dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan militer. Solusi-solusi yang selama ini digunakan dalam dunia ekonomi untuk mengatasi permasalahan polusi kiranya dapat juga diterapkan dalam hal ini. Beberapa solusi tersebut diantaranya adalah; (1) Internalisasi kebijakan pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan militer, dan; (2) Penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan dalam industri militer.

Dengan menggunakan konsep pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan Prof. Emil Salim, kita coba untuk membuat kegiatan militer menjadi lebih ramah lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan, setelah disesuaikan dengan kebutuhan militer, mencakup lima hal. Pertama, penggunaan perspektif jangka panjang dalam pembangunan industri dan kekuatan pertahanan. Kedua, penyetaraan aspek pertahanan sehingga menjadi sama penting dengan aspek pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ketiga, penggunaan skala preferensi publik dalam pengambilan keputusan militer. Bukan semata menggunakan preferensi angkatan bersenjata. Keempat, internalisasi biaya sosial dalam proses produksi di dalam industri militer. Serta kelima, pemberian kontrol kuat kepada masyarakat untuk bersama-sama mengawasi proses pembangunan pertahanan.

Solusi lain yang dapat juga diterapkan yaitu penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan dalam industri militer. Di Indonesia, hal ini sudah mulai membuahkan hasil. Industri pertahanan sudah berhasil memproduksi beberapa perlengkapan militer yang ramah lingkungan. Sebagai contoh yaitu penggunaan sutera sebagai pengganti titanium dan kevlar dalam pembuatan jaket anti peluru. Sedangkan di ranah internasional, penggunaan bahan bakar fosil dalam kendaraan militer juga sudah mulai dicari alternatifnya. Seperti pembuatan pesawat jet bertenaga cahaya matahari. Pencapaian lainnya adalah penggunaan tenaga nuklir bagi kapal induk dan kapal selam. Sehingga menghemat anggaran sekaligus menghemat penggunaan bahan bakar fosil. Meski tentu dalam kasus ini ancaman radio aktif dari penggunaan nuklir sebagai bahan bakar juga harus kembali dipertimbangkan.

Dengan semakin terbukanya akses informasi terjadi penurunan resiko terciptanya perang di muka bumi. Sebab, seringkali perang justru pecah karena mispersepsi antarnegara yang terlibat di dalamnya. Kini, dengan kondisi yang lebih baik, yaitu dengan hembusan kencang angin perdamaian, dunia tidak perlu lagi terlalu khawatir pada terjadinya perang. Itulah mengapa kedepannya pembangunan militer harus juga berimbang dengan memperhatikan aspek-aspek lainnya, terutama lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun