Mohon tunggu...
Dennis Wara
Dennis Wara Mohon Tunggu... Konsultan - Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera

We Know More About Forest

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebijakan Pembangunan Hijau di Ibu Kota Jakarta

4 Februari 2014   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391481620315414487

[caption id="attachment_320281" align="aligncenter" width="444" caption="Sumber foto: www.an-najah.net"][/caption] Meratanya bencana alam di beberapa daerah Tidak bisa dipungkiri saat ini Indonesia sedang dilanda berbagai krisis. Bahkan bisa jadi bukan lagi krisis,namun dalam kondisi kritis. Bencana alam yang akhir-akhir ini sedang melanda negeri ini nampaknya memang bukan tanpa sebab. Dalam dua minggu terakhir bulan Januari, jalur Pantura (Pantai Utara) lumpuh,karena banyak sekali genangan air dan jalan berlubang. Padahal jalur ini menjadi jalur terpadat ketika musim mudik tiba. Tak hanya itu,beberapa trayek angkutan transportasi antar provinsipun turut melintasi jalur ini. Selain itu, tol Cipularang yang menghubungkan Kota Bandung dengan beberapa kota besar seperti Jakarta dan Jawa Tengah pun juga saat ini lumpuh. Kondisi jalan ambles dan banyak terjadi genangan air di ruas-ruas jalan. Hal ini mengakibatkan terhambatnya arus transportasi darat yang akan melintasi jalur ini. Beberapa permasalahan diatas, juga turut diperparah dengan bencana banjir dan longsor di beberapa lokasi di Indonesia. Jakarta adalah salah satu pelanggan utama banjir di Indonesia. Tak bosan-bosannya kota ini menghadapi banjir yang tak kunjung rampung. Dulu banjir di Ibu Kota diprediksi datang setiap 5 tahunan. Sekarang, hampir setiap musim hujan tiba, disitulah banjir datang. Moratorium pembangunan Bukan saatnya lagi menyalahkan pemerintah. Banjir tidak bisa diselesaikan oleh Pemerintah saja. Perlu adanya kerjasama dan secara sadar untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan dana sebesar apapun untuk menanggulangi bencana rutin ini tidak akan cukup,jika warga ibu kota masih saja belum sadar akan kebersihan kotanya. Ibu kota Jakarta sudah sangat padat. Baik penduduk maupun bangunannya. Hal ini sebernya yang menjadi perhatian utama pemerintah. STOP pembangunan di Ibu kota, revisi RTRW yang sudah pernah dibuat. Fokuskan pembangunan di beberapa daerah di Indonesia ,sehingga pemerataan ekonomi bisa dirasakan dampaknya. Dengan adanya moratorium pembangunan di ibu kota, akan memberikan kesempatan pemerintah pusat dan daerah untuk berkoordinasi dalam menata ulang kawasan-kawasan rawan bencana. Momentum ini harus dipergunakan sebaik mungkin oleh Jokowi. Gubernur yang terkenal kalem tapi tegas dan lugas ini,benar-benar ber visi "hijau" dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam hal pembenahan birokrasi,administrasi dan perizinan nampaknya peran Ahok sebagai wakil Gubernur juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Watak keras dan tegas Ahok,mungkin bisa sedikit menghambat datangnya investor nakal yang ingin hanya asal membangun di ibu kota. Sudah saatnya iklim investasi pembangunan di Jakarta harus benar-benar dihambat. Pembangunan yang dimaksud adalah,pembangunan gedung-gedung baru, yang secara tidak langsung juga mengurangi cadangan air tanah yang ada. Fokus pembangunan diarahkan pada fasilitas dan sarana transportasi yang sekiranya dapat mengurangi macet. Pembangunan fasilitas MRT, penambahan koridor Busway,perbaikan Commuter line harus didukung oleh berbagai pihak. Bukalah keran investasi sebesar-besarnya pada sektor ini. Perspektif  pembangunan hijau Sinkronisasi perpektif pembangunan ibu kota harus benar-benar sama baik pemerintah pusat maupun daerah. Namun,sepertinya hal ini belum terlihat nyata. Hal ini terlihat dari diluncurkannya mobil murah beberapa waktu lalu. Buyar sudah, keinginan untuk menata kemacetan di Jakarta. Karena berbagai lapisan masyarakat berbondong-bondong ingin memiliki mobil murah ini. Akibatnya volume kendaraan di ibu kota bisa tak terkendali. Ini merupakan iklim investasi yang buruk bagi Ibu Kota Jakarta. Keran investasi yang dibuka lebar oleh pemerintah pusat tidak sepaham dengan keinginan pemerintah daerah yang ingi sekali menata daerahnya. Bahkan Jokowi sacara terbuka menyampaikan kekecewaannya akan kebijakan ini. Menanti langkah bijak sang rimbawan (Jokowi) Pembangunan dan optimalisasi daerah tangkapan air (catchmen area) di sekitar Ibu Kota,harus menjadi perhatian utama. Normalisasi waduk-waduk merupakan langkah strategis yang dapat memacu percepatan pencegahan banjir. Pembenahan beberapa situ di daerah sekitar ibu kota, seperti Bogor, Tangerang, Bandung juga harus terus dilakukan. Setidaknya ada upaya serius dari pemerintah dalam mengurangi banjir yang selalu melanda ibu kota. Jokowi yang pernah mengenyam pendidikan di bangku kuliah di bidang kehutanan setidaknya secara konsep dan teknis paham akan hal-hal tersebut. Konversi lahan tidak selamanya buruk. Alih fungsi lahan tidak produktif di sekitar waduk,nampaknya harus segera diatasi dengan melakukan rehabilitasi di kawasan tersebut. Penanam bibit pohon dan tumbuhan bawah dengan jenis yang sesuai  akan mendukung proses pengembalian siklus hidrologi yang selama ini terganggu. Dengan begitu, sebesar apapun intensitas hujan yang turun,akan sedikit demi sedikit terhalang oleh tumbuhan yang kemudian dialirkan secara teratur oleh akar menuju tanah. Sehingga aliran air permukaan (erosi) yang dihasilkan dapat dengan mudah ditangani. Sehebat apapun konsepsi yang ditawarkan,tidak akan berjalan apabila tidak ada keinginan  dan kesadaran bersama dalam melaksanakannya. Intervensi politikpun harus turut campur dalam kelancaran pembangunan hijau di ibu kota tercinta. - Dennis Wara -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun