Mohon tunggu...
Dennis Wara
Dennis Wara Mohon Tunggu... Konsultan - Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera

We Know More About Forest

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kursi Panas Rimbawan 1, Milik Siapa?

10 Oktober 2014   00:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:41 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365193" align="aligncenter" width="576" caption="wartaekonomi.co.id"][/caption]

Hiruk pikuk proses pemilihan presiden periode ini nampaknya akan benar benar rampung ketika Jokowi – Jk (Presiden Terpilih) mengumumkan kabinet yang akan membantunya selama lima tahun mendatang. Semasa SBY memimpin negeri ini, banyak politisi yang tersandung kasus korupsi yang berujung di jeruji penjara. Tidak hanya itu, beberapa skandal termasuk Century pun turut mencuat ke permukaan. Dua periode kepemimpinan SBY membuat mata kita semua terbuka lebar, bahwa sebenarnya politik transaksional memberikan dampak buruk bagi bangsa ini. Tawar menawar posisi dalam pemerintahan membuat pemerintahan SBY kalang kabut. Belum lagi sekretaris gabungan (baca: Setgab) yang merupakan wadah komunikasi partai koalisi pemeritahan saat itu juga tidak membawa dampak positif yang signifikan. Beberapa partai seperti PKS nampaknya sempat akan keluar dari koalisi. Hal ini membuat Partai Demokrat menjadi geram tatkala partai tersebut (baca: PKS) tidak konsisten akan keberpihakannya dalam koalisi. Inilah cirri-ciri politik transaksional yang diterapkan oleh SBY selama pemerintahannya. Semua berjalan dengan syarat, posisi, bagi-bagi kursi dan jabatan. Jokowi – Jk punya tugas berat untuk menerapkan sistem demokrasi yang sehat dan hanya berpihak pada kepentingan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

[caption id="attachment_365194" align="aligncenter" width="210" caption="www.suarapembaruan.com"]

14128484051176907674
14128484051176907674
[/caption]

[Kursi Rimbawan 1 era SBY#1]

Kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 dibentuk oleh SBY pada 21 Oktober 2004. Dirasa belum maksimal dalam mengemban amanah, akhirnya pada tanggal 7 Desember 2005 dan 9 Mei 2007 SBY kembali merombak formasi menterinya. Posisi menteri Kehutanan yang dijabat oleh M.S Kaban nampaknya berjalan dengan mulus sampai akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia jilid 1. Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) ini merupakan putra daerah asli Binjai, Sumatera Utara. Sebelum terjun di dunia politik, beliau sempat menjadi pengajar dan peneliti di lembaga Economic Potential Weak Research di tahun 1993 dan tim peneliti Child Exploitation Strategy hasil kerjasama dengan Pertamina tahun 1994. Beliau juga tercatat sebagai pengajar di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor dan Universitas Islam As Syafiiyah, Jakarta. Beliau mengawali karir politiknya di Partai Bulan Bintang pada tahun 1997 yang kemudian menduduki kursi tertinggi partai pada tahun 2005 menggantikan Yusril Ihza Mahendra.

Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya diberi amanah oleh SBY untuk mengurus kawasan hutan di Indonesia yang tercatat saat itu mengalami laju deforestasi sebesar 1,17 juta Ha/tahun (2003-2006). Tugas mulia ini diemban Kaban selama 5 tahun tanpa resufle kabinet. Selama masa kepemimpinannya luas kawasan hutan Indonesia pada tahun 2005 seluas 138,86 juta Ha sedangkan pada tahun 2009 adalah 136.645.269,91 Ha, dengan laju deforestasi sebesar 0,83 juta Ha/tahun (2006–2009). Kawasan Hutan Indonesia ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi. Penunjukan Kawasan Hutan ini disusun berdasarkan hasil pemaduserasian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).

Salah satu prestasi yang patut diacungi jempol adalah Kementerian Kehutanan menerbitkan P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Peraturan inilah yang menjadi landasan penerapan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) di Indonesia.

Namun diakhir masa jabatannya pada tahun 2009 beliau tersangkut kasus alih fungsi lahan lindung Tanjung Siapi – api menjadi pelabuhan di Provinsi Sumatera Selatan. Kasus ini menyeret politisi partai PPP Al Amin Nasution ke meja hijau. Sebelumnya pada tahun 2007 beberapa pejabat di Kementerian Kehutanan menerima suap sebesar 180 Miliyar terkait pengajuan anggaran SKRT (Sistem Komunikasi Radio Terpadu). Kasus ini menyeret Anggoro Widjojo ke bilik jeruji besi setelah oprasi tangkap buron yang dilakukan oleh KPK. Anggoro juga disangka memberikan uang sebesar Rp 105 juta dan 85 ribu dolar Amerika kepada Ketua Komisi 4 bidang Kehutanan DPR RI, Yusuf Erani Faishal. Uang itu sebagai suap agar anggota Dewan menyetujui program revitalisasi Radio Terpadu di Kemenhut senilai Rp 180 miliar. Hal ini juga turut membawa M.S Kaban ke persidangan untuk mempertanggunjawabkan kasus tersebut. Diduga Kaban akan dijerat Undang-undang Tindak Pidana Korupsi maupun UU pencucian uang.

[caption id="attachment_365195" align="aligncenter" width="210" caption="Sumber: Ajie Nugroho/Kampret (Kompasiana)"]

14128486071826106867
14128486071826106867
[/caption]

[Kursi Rimbawan 1 era SBY#2]

SBY kembali terpilih menjadi Presiden RI ke 6 pada tahun 2009 setelah mengungguli pesaingnya Megawati-Prabowo Subianto dan Jusuf Kala-Wiranto. SBY-Boediono meraup suara sebanyak 73.874.562 atau sekitar 60,80% total suara yang ada. Pada tanggal 21 Oktober 2009 SBY mengumumkan kabinetnya dan sehari setelahnya dilaksankan pelantikan. Pada periode ini SBY sempat melakukan perombakan formasi kabinet pada tanggal 18 Oktober 2011.

Posisi Manggala 1 periode 2009-2014 dipercayakan kepada H. Zulkifli Hasan, SE.,MM. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini lahir di Penengahan, Lampung Selatan pada tanggal 17 Mei 1962. Pria berumur 52 tahun ini mengawali karir politiknya menjadi Ketua Departemen Politik PAN. Karir politiknya semakin melejit ketika menjadi anggota DPR Komisi VI dan Ketua Fraksi PAN DPR RI periode 2004-2009.

Sebagai komitmen dalam menjaga dan mengelola kawasan hutan secara lestari maka pada tahun 2011 Presiden SBY mengeluarkan Inpres No.10/2010 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, yang mana peraturan tersebut harus dijalankan oleh Kementerian/Lembaga Negara terkait dalam rangka perbaikan tata kelola hutan dan lahan yang lebih baik. Kemudian pada tahun 2013, kembali terbit Inpres No.6/2013 sebagai bentuk perpanjangan izin moratorium pemberian izin baru di Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Namun sampai saat ini Peta Indikatif Penundaan Izin (Moratorium) sudah direvisi selama 6 kali. Hal ini menurut Yuyu Rahayu (Dir.IPSDH-Ditjen.Planologi) wajar terjadi karena terjadi pemutakhiran dan perkembangan data, laporan  hasil survey dan  konfirmasi perizinan.

Ditengah kepemimpinannya sebagai Menteri Kehutanan, Zulkifli sempat didemo oleh ratusan petani Jambi yang menuntut hak atas tanah yang telah dijanjikan sang menteri. Demo tersebut terjadi sekitar bulan November 2012 yang melibatkan beberapa ormas seperti PRD (Partai Rakyat Demokrat) dan STN (Serikat Tani Naional). Sejumlah 250 petani dari perwakilan dari Kampung Tanah Menang Suku Anak dalam 113 (Batanghari), Kunangan Jaya II (Batanghari), dan Mekar Jaya (Sarolangun) berunjuk rasa selama 10 hari di markas sang menteri di Jl.Gatot Subroto.

Diakhir masa kepemimpinannya, angin panas berhembus dari seorang peneliti kehutanan (red.Belinda Arunarwati Margono) yang saat itu telah merampungkan sekolahnya di Universitas Maryland, Amerika Serikat. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa laju kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia melebihi deforestasi yang terjadi di Brazil. Namun dalam rilisnya Kementerian Kehutanan membantah deforestasi di Indonesia mencapai 840.000 hektar pada 2012 lalu, seperti disebutkan dalam hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Climate Change. Kementerian Kehutanan melalui Kepala Pusat Humas, menerangkan bahwa deforestasi, penyebabnya itu antara lain adalah kebakaran hutan, mungkin ada alih fungsi dan kemungkinan ada illegal logging, deforestasi yang terjadi setiap tahun itu sekitar 450.000 hektar, tetapi angkanya fluktuatif, kalau terjadi kebakaran hutan maka itu lunas (penanaman kembali). Penelitian yang dirilis pada 29 Juni 2014 berjudul “Primary forest cover loss in Indonesia over 2000-2012” telah mendapat banyak tanggapan oleh para pakar kehutanan di Indonesia. Bahkan Agus Purnomo (Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim & Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim) dalam sebuah portal media online mengungkapkan bahwa hasil penelitian tersebut lebih terkesan bermuatan politis, karena peneliti menyederhanakan definisi hutan yang menggunakan global algorithm dan pengkajian keberhasilan moratorium di area yang jauh lebih besar dari daerah yang dimoratoriumkan.

Tidak sampai disitu saja pada Juni 2014, Menteri Kehutanan dipanggil oleh KPK sebagai saksi dalam kasus tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektare di Bogor yang juga menyeret Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka. KPK telah menahan Bupati Bogor Rachmat Yasin dalam operasi tangkap tangan, 7 Mei 2014. Rachmat Yasin diduga menerima suap Rp1,5 miliar dari pihak swasta, yakni PT Bukit Jonggol Asri, terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di wilayah pemerintahannya. Memang kursi sang menteri tidak selamanya nyaman, beberapa waktu yang lalu di salah satu stasiun TV, beliau mengungkapkan bahwa pekerjaan sebagai Menteri tidak selamanya nyaman dan tenang, apalagi Menteri Kehutanan yang selalu menjadi objek bulying para pegiat lingkungan dan konservasi. Namun, pekerjaannya sebagai Menteri merupakan amanah yang harus dikerjakan dan bukan merupakan suatu beban, namun sebuah tanggungjawab. Saat ini ayah dari empat orang anak yaitu Futri Zulya Savitri, Zita Anjani, M Farras Nugraha dan M Rafi Haikal diberi amanah baru menjadi Ketua MPR RI periode 2014-2019.

Menanti Kiprah Rimbawan 1 era Jokowi

Sesuai dengan komitmen Jokowi diawal kampanyenya bahwa sistem pemerintahan yang dipimpinnya kelak tidak akan menerapkan politik bagi kursi. Sehingga tercetus bahwa kabinet Jokowi kelak nampaknya banyak dari kalangan profesional yang bersih dan mampu menjalankan pemerintahan dengan baik. Desas desus calon Menteri Kehutanan sudah santer terdengar sejak Jokowi terpilih menjadi Presiden RI ke 7. Berbagai lembaga dan portal berita berlomba-lomba mengadakan jajak pendapat tentang kabinet Jokowi pilihan rakyat. Beberapa nama kandidat yang muncul memang merupakan dari kalangan akademisi beberapa profesional di bidangnya.

Berikut prediksi Calon Menteri Kehutanan berdasarkan hasil survey dari berbagai sumber:

a.m.jpnn.com: Hariadi Kartodiharjo (Ketua Presidium Dewan Kehutanan Indonesia)

b.www.republika.com: Chalid Muhammad (Mantan Direktur WALHI)

c.Indo Barometer:Mohamad Prakosa (Mantan Ketua Badan Kehormatan DPR RI)

d.Jokowi Centre: Frans Wanggai (Mantan Rektor Universitas Papua), Mohamad Prakosa (Mantan Ketua Badan Kehormatan DPR RI), Satyawan Pudyatmoko (Dekan Fakultas Kehutanan UGM).

e.Lembaga Survei Indonesia Research and Survey (IReS): Hariadi Kartodiharjo (Ketua Presidium Dewan Kehutanan Indonesia)

f.kabar24.com: Frans Wanggai (Mantan Rektor Universitas Papua)

g.KawalMenteri.org: San Afri Awang (Ketua Umum Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia - PERSAKI)

h.Detik.com: Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng – Sulsel)

Beberapa nama lain yang sempat mencuat beberapa bulan terakhir dari kalangan profesional yaitu: Hilman Nugoroho (Dirjen BPDASPS), Bambang Soepianto (Dirjen Planologi), Bambang Hendroyono (Dirjen Bina Usaha Kehutanan), Yetti Rusli (Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim), Marsanto (Mantan Dirut Perhutani), dan Haryadi Himawan (Mantan Direktur Bina Perhutanan Sosial).

Begitu besarnya peran seorang Rimbawan dalam memperbaiki tata kelola kehutanan kedepan, membuat sosok Menteri Kehutanan dari kalangan profesional (non partai) menjadi harga mati. Banyaknya kepentingan dalam pengelolaan hutan di Indonesia menjadikan posisi Menteri Kehutanan harus benar-benar tegas,taat terhadap hukum dan memiliki intergritas tinggi dalam bekerja. Diversifikasi permasalahan kehutanan saat ini sudah sangat kompleks, sehingga cara-cara colonial dalam menyelesaikan masalah tidak akan memperbaiki kondisi. Permasalahan utama kehutanan saat ini adalah bagimana upaya sang Menteri dalam menyelesaikan berbagai macam konflik hutan, pengusaha dan masyarakat. Konflik sosial nampaknya masih menjadi momok yang menakutkan bagi para pengusaha. Namun patut diingat bahwa law enforcement di Kehutanan masih rendah, sehingga pengusaha-pengusaha “nakal” masih dengan leluasa membabat habis sisan hutan yang ada. Implementasi peraturan yang konsisten juga merupakan PR besar bagi Kementerian Kehutanan kedepan yang mana, produk-produk hukum seharusnya bisa memberikan dampak positif yang signifikan terhadap masyarakat sekitar hutan, Negara dan bangsa. Tidak bisa dibayangkan apabila Menteri Kehutanan periode ini kembali diduduki oleh politikus yang cenderung patuh terhadap Partai pengusung dari pada aturan-aturan/ konsitusi yang telah berlaku sebelumnya.

#save natural forest and biodiversity

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun