Consultative paper Proyek Garuda menawarkan panduan komprehensif untuk Bank Indonesia dalam mengembangkan Digital Rupiah sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC) yang terintegrasi dan aman. Tujuan utama pengembangan ini adalah untuk menciptakan ekosistem keuangan yang lebih kuat, inklusif, serta mendukung kedaulatan moneter Indonesia. Dalam rancangan strategisnya, paper ini menyoroti enam pilar utama: aksesibilitas, mekanisme penerbitan dan pemusnahan, transfer dana, kapabilitas teknis, aspek 3i (infrastruktur, interoperabilitas, dan integritas), serta implikasi kebijakan. Keseluruhan pendekatan ini diharapkan dapat menghasilkan ekosistem Digital Rupiah yang stabil, andal, dan berkelanjutan.
Teknologi menjadi komponen penting dalam mendukung keandalan Digital Rupiah. Bank Indonesia menghadapi pilihan antara Distributed Ledger Technology (DLT) permissioned dan permissionless. DLT permissioned yang mengatur hak akses lebih ketat, dinilai lebih aman dan terkontrol, sehingga ideal untuk transaksi perbankan resmi. Sebaliknya, DLT permissionless memungkinkan lebih banyak partisipasi, tetapi risikonya lebih tinggi dalam kontrol dan keamanan data. Keputusan ini tidak hanya bergantung pada aspek teknis, tetapi juga melibatkan pertimbangan kepercayaan publik dan keamanan transaksi. Dengan adanya fitur tambahan, seperti Khazanah Digital Rupiah yang memiliki fungsi kustodian, pengawasan terhadap aktivitas ilegal, dan interoperabilitas, Digital Rupiah dapat dibangun dengan standar keamanan tinggi serta transparansi yang dibutuhkan dalam ekosistem keuangan modern.
Selain aspek teknologi, skalabilitas juga menjadi isu kunci yang tak dapat diabaikan. Mengingat CBDC akan berperan besar dalam transaksi digital, maka infrastrukturnya harus dirancang untuk mengakomodasi peningkatan volume transaksi seiring adopsi Digital Rupiah di masyarakat. Tanpa skalabilitas yang memadai, Digital Rupiah berisiko menimbulkan hambatan dalam efisiensi sistem pembayaran, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kredibilitas Bank Indonesia. Gangguan teknis dalam volume transaksi tinggi bisa berakibat pada menurunnya kepercayaan publik dan bahkan memengaruhi stabilitas ekonomi serta kedaulatan Rupiah. Oleh sebab itu, infrastruktur teknologi Digital Rupiah harus mampu menjawab kebutuhan transaksi masif dan kompleks.
Pengembangan CBDC juga dipandang sebagai solusi potensial untuk mengatasi fenomena shadow currency dan shadow banking yang kerap mengganggu kestabilan perbankan konvensional. Shadow currency, yang mengacu pada bentuk mata uang alternatif atau tidak resmi, dan shadow banking, yang mencakup aktivitas keuangan di luar sistem perbankan reguler, keduanya menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan. CBDC yang dikelola Bank Indonesia diharapkan mampu menurunkan ketergantungan pada instrumen keuangan tidak resmi, sehingga meningkatkan transparansi dan keamanan sistem keuangan nasional. Namun, implementasi Digital Rupiah juga berpotensi mengakibatkan disintermediasi di sektor perbankan, di mana sebagian konsumen mungkin beralih dari bank komersial ke CBDC, terutama dalam kondisi ekonomi yang bergejolak. Risiko ini dapat menyebabkan penarikan dana besar-besaran (bank runs) yang membahayakan stabilitas keuangan bank-bank komersial.
Pengenalan CBDC yang bersaing dengan bank komersial memaksa bank untuk bersaing mempertahankan deposan. Bank mungkin menaikkan suku bunga simpanan guna menarik nasabah, tetapi hal ini dapat menekan margin bunga yang selama ini menjadi sumber pendapatan utama bank. Dengan margin yang menipis, bank pada akhirnya mungkin perlu menaikkan suku bunga pinjaman, yang berpotensi mengurangi permintaan kredit dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pesaingan ini juga bisa memicu bank untuk mengembangkan inovasi layanan digital yang lebih menarik atau memberikan insentif tambahan bagi deposan untuk bertahan dalam sistem perbankan tradisional.
Untuk mengelola risiko disintermediasi ini, Bank Indonesia dapat menetapkan kebijakan pembatasan kepemilikan Digital Rupiah. Pembatasan ini bisa berupa limit keras, yakni batas maksimum kepemilikan individu atau institusi tertentu, atau limit lunak yang mengatur kepemilikan CBDC berdasarkan tingkat suku bunga tertentu untuk mengendalikan volume penggunaannya. Penyediaan asuransi simpanan yang mencakup dana dalam bank komersial akan memberikan rasa aman bagi deposan dan membantu mengurangi potensi bank runs. Bank Indonesia perlu bersiap menjadi lender of last resort, yaitu menyediakan pinjaman darurat untuk bank yang mengalami penarikan dana besar-besaran guna menjaga stabilitas dan kelancaran operasional.
Dari sudut pandang kebijakan, implementasi Digital Rupiah memerlukan pendekatan fleksibel yang dapat merespons perubahan teknologi serta kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Pemerintah dan Bank Indonesia harus memastikan kebijakan yang mendukung stabilitas finansial nasional tanpa menghambat inovasi teknologi. Sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal menjadi sangat penting, memastikan CBDC dapat diterapkan dengan sukses tanpa merugikan sektor perbankan atau mengurangi kepercayaan publik. Dengan kebijakan yang menyeluruh, Bank Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara inovasi digital dan stabilitas ekonomi, mengembangkan sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
Keberhasilan adopsi Digital Rupiah di masa depan akan sangat bergantung pada tingkat pemahaman dan kesiapan masyarakat dalam menggunakannya. Dalam hal ini, Proyek Garuda perlu merumuskan strategi edukasi yang efektif untuk memperkenalkan manfaat dan risiko CBDC kepada masyarakat. Jika masyarakat memahami dan mempercayai Digital Rupiah sebagai alat pembayaran yang aman dan dikelola oleh otoritas yang sah, mereka akan lebih mudah mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Kerja sama dengan sektor swasta, seperti perusahaan fintech dan bank digital, akan membantu memperluas akses dan mempermudah penerimaan Digital Rupiah di seluruh lapisan masyarakat.
Belajar dari pengalaman internasional, seperti Tiongkok dengan Digital Yuan atau Bahama dengan Sand Dollar, Indonesia dapat mengambil pelajaran penting mengenai tantangan dan solusi dalam implementasi CBDC. Pengalaman negara-negara lain dalam mengelola tantangan teknis, infrastruktur, dan kebijakan akan memberikan panduan yang berharga bagi Indonesia untuk menghindari potensi hambatan yang mungkin muncul.
Consultative paper Proyek Garuda menghadirkan pendekatan holistik bagi Bank Indonesia dalam merancang dan menerapkan Digital Rupiah sebagai CBDC. Pengembangan Digital Rupiah tidak hanya terkait dengan pemilihan teknologi dan aspek teknis, tetapi juga melibatkan kesiapan infrastruktur, pendekatan kebijakan yang tepat, edukasi publik, serta kolaborasi antara sektor publik dan swasta. Melalui strategi yang komprehensif dan terintegrasi ini, Digital Rupiah diharapkan mampu menjadi solusi pembayaran digital yang terpercaya, memperkuat kedaulatan moneter, serta mendukung modernisasi sistem keuangan Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI