Dua hari berselang sejak resmi bertugas memimpin Negara Republik Indonesia, Presiden Prabowo kembali melantik sejumlah tokoh di Istana Negara, Jakarta, dalam jabatan sebagai Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden dan Kepala Badan. Yang menarik dicermati adalah munculnya nomenklatur Penasihat Khusus Presiden.
Jabatan Penasihat Khusus Presiden terdiri dari 7 orang tokoh-tokoh yang sudah begitu familiar, yakni Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, dan Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman serta Letjen TNI (Purn.) Dr. Terawan Agus Putranto, Prof. Dr. Muhajir Effendy, Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro dan Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro.
Keberadaan Penasihat Khusus Presiden tersebut tidak terlepas dari Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024 tentang Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden, yang ditanda tangani mantan Presiden Joko Widodo tanggal 18 Oktober 2024, dua hari sebelum beliau mengakhiri jabatannya.
Formalnya, Penasihat Khusus Presiden memiliki tugas tertentu yang diberikan oleh Presiden di luar tugas-tugas yang sudah dicakup dalam organisasi kementerian dan instansi pemerintah lainnya. Masing-masing Penasihat memiliki bidang tugas khusus dan spesifik serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Jika merujuk pada pengertian Penasihat versi KBBI, maka kita dapat memahami bahwa tugas utamanya adalah memberikan saran, nasihat, bimbingan dan pertimbangan terkait bidang atau urusan tertentu sebagai bahan masukan kepada Presiden dalam menetapkan kebijakan atau keputusan apa yang harus dilakukannya.
Kehadiran Penasihat Khusus Presiden di era kepemimpinan Prabowo-Gibran cukup menyita perhatian untuk ditelisik berhubung presiden sebelumnya, Joko Widodo tidak pernah mengangkat penasihat khusus selama masa kepemimpinannya. Kita hanya pernah mendengar adanya Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dengan kiprah yang sayup-sayup. Â Justru di akhir masa jabatannya, Joko Widodo melegalkan pengangkatan Penasihat Khusus bagi Presiden Prabowo.
Pertanyaan yang muncul adalah urgenitas Penasihat Khusus Presiden dibentuk yang terlihat kontradiktif dengan sosok Prabowo yang tegas, nasionalis, berjiwa merah putih dan sosok pemimpin yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi. Sosok yang tanpa ragu dalam mengambil keputusan.
Barangkali jika beliau masih berada di dunia militer, hal tersebut bisa dimaklumi. Namun Prabowo saat ini menjadi pemimpin negara berpenduduk kurang lebih 280 juta jiwa. Prabowo merupakan locomotive leader dari gerbong-gerbong beragam aspek pemerintahan dan pembangunan, yang harus dipastikan selalu berada pada rel yang benar.
Presiden Prabowo memerlukan pertimbangan saran dan masukan yang lebih komprehensif. Prabowo memerlukan teman diskusi sefrekuensi, yang high level, yang memahami benar perkembangan geopolitik, teknologi, digitalisasi pemerintahan dan cyber war.Â
Figur yang demikian dimiliki oleh ke tujuh tokoh yang saat ini menjadi Penasihat Khusus Presiden. Kita tidak perlu lagi meragukan kapabilitas Opung Luhut dan Wiranto. Sejak runtuhnya orde baru keduanya telah memberikan kontribusi besar di era kepemimpinan B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarno Putri, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo.