Di tengah sibuknya kawasan Simpang Dago, Bandung, ada satu warung kecil yang sudah bertahun-tahun menjadi bagian dari rutinitas warga sekitar: Warung Ma’Ocoh Dago. Beroperasi sejak tahun 2015, warung ini buka setiap hari dari pukul 5 sore hingga 9 malam, menyediakan nasi bungkus lengkap dengan lauk pauk yang praktis, lezat, dan terjangkau.
Dengan penampilan sederhana, warung yang berdiri di pinggir jalan ini mudah dikenali oleh pelanggan setia. Makanan yang dijual dikemas dalam plastik kecil, sehingga memudahkan pelanggan yang ingin membawa pulang atau menikmati santapan di perjalanan. Sajian favorit yang selalu habis lebih dulu antara lain nasi dengan ayam suwir pedas, telur balado, tempe orek, ikan asin, dan tentu saja sambal spesial buatan Bu Ocoh, sang pemilik warung.
Harga yang ditawarkan pun ramah di kantong, dimulai dari Rp5.000 per bungkus. Tidak heran, pelanggan Warung Ma’Ocoh datang dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa yang tinggal di kos-kosan sekitar Dago, pekerja kantoran yang singgah selepas pulang kerja, hingga warga sekitar yang menjadikannya pilihan makan malam bersama keluarga.
Warung Ma’Ocoh berawal dari impian kecil Bu Ocoh untuk membantu perekonomian keluarganya. Dengan modal awal Rp1 juta, ia mulai memasak dan menjual nasi bungkus di lokasi yang sama hingga kini. Awalnya, hanya 20 bungkus nasi yang laku dalam sehari. Namun, berkat rasa yang konsisten dan keramahan Bu Ocoh dalam melayani pelanggan, warung ini berkembang pesat. Kini, Warung Ma’Ocoh mampu menjual hingga 150 bungkus nasi per malam.
Selain makanan yang lezat, suasana di warung kecil ini juga memberikan kehangatan tersendiri. Para pelanggan sering kali berbagi cerita sambil menunggu giliran membeli makanan. Warung ini bukan hanya tempat untuk membeli makan malam, tetapi juga ruang sosial yang mempererat hubungan antarwarga. Keakraban yang terbangun di Warung Ma’Ocoh menjadikannya lebih dari sekadar warung pinggir jalan biasa.
Secara ekonomi, usaha ini pun terus berkembang. Dengan pengelolaan keuangan yang baik, Bu Ocoh berhasil meraih keuntungan sekitar Rp4 juta per bulan. Sebagian besar keuntungan tersebut digunakan untuk membeli bahan baku segar dari pasar lokal dan mendukung pendidikan anak-anaknya. “Saya hanya ingin memberi yang terbaik, baik untuk pelanggan maupun keluarga,” ujar Bu Ocoh dengan senyum ramah.
Ke depan, Bu Ocoh memiliki impian untuk memperluas usaha kecilnya. Salah satu rencana jangka pendek adalah menambah waktu operasional agar pelanggan bisa lebih leluasa membeli makanan, terutama di akhir pekan. Selain itu, ia berencana menyediakan beberapa bangku sederhana agar pelanggan bisa menikmati makanan langsung di tempat. Tidak hanya itu, promosi melalui media sosial pun mulai ia pikirkan, agar warungnya bisa dikenal oleh lebih banyak orang.
Warung Ma’Ocoh Dago membuktikan bahwa usaha kecil dengan modal sederhana dapat berkembang jika dikelola dengan sepenuh hati. Di tengah menjamurnya restoran dan kafe modern, warung ini tetap bertahan sebagai pilihan utama bagi mereka yang mencari kelezatan dalam kesederhanaan.
Dengan membeli di Warung Ma’Ocoh, pelanggan tidak hanya mendapatkan makanan yang lezat dan terjangkau, tetapi juga membantu menghidupkan ekonomi lokal. Karena di balik setiap bungkus nasi yang dijual, ada kerja keras, harapan, dan semangat untuk terus berkembang.
Jika Anda kebetulan melewati kawasan Simpang Dago di sore hingga malam hari, sempatkanlah mampir ke Warung Ma’Ocoh. Nikmati nasi bungkus dengan lauk favorit Anda dan rasakan kehangatan yang tulus dari setiap sajian. Warung ini mungkin kecil, tetapi cita rasa dan cerita di dalamnya sungguh besar dan berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H