Donald Trump secara resmi telah memenangkan pemilu AS berdasarkan penghitungan suara di Amerika Serikat akhir-akhir ini. Dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47, tentu akan berdampak secara langsung atau tidak langsung terhadap arah perpolitikan dunia. Seperti yang telah diketahui,Donald Trump sebelumnya menjabat sebagai presiden AS pada periode 2016-2020 lalu, sebelum akhirnya digantikan oleh Presiden Joe Biden yang berhasil memperebutkan kursi kepresidenan pada pemilu AS tahun 2020. Meski pada akhirnya Donald Trump berhasil kembali menjabat sebagai Presiden AS ke-47, terdapat korelasi yang signifikan antara terpilihnya presiden dari Partai Republik tersebut terhadap catur perpolitikan di dunia.
Era tahun 2016-2020, menandai bangkitnya ideologi right wing politic atau populism di seluruh belahan dunia. Di Indonesia, terjadi Aksi Bela Islam yang pelaksanaanya dibagi dalam beberapa fase atau "episode" dan merupakan bagian dari kebangkitan ideologi populisme itu sendiri. Di Inggris, Partai Konservatif yang dominan di parlemen berusaha keras agar Inggris bisa segera keluar dari Uni Eropa, peristiwa yang pada akhirnya kita kenal dengan istilah Brexit. Di belahan dunia lainnya baik di Asia dan Afrika, para politisi yang berhaluan ideologi kanan berusaha menarik simpati rakyat dan mendapatkan suara di parlemen sebanyak mungkin. Melihat fenomena tersebut, tentu mengundang pertanyaan dari sejumlah pengamat, apakah ada korelasi dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dengan kebangkitan kamp konservatif dari seluruh dunia?
Untuk menjawab pertanyaan itu, tentu saja kita tidak dapat menjawab dari satu sudut pandang saja, dibutuhkan analisis dan pengamatan dari berbagai sudut pandang agar kita bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Partai Republik yang merupakan salah satu dari 2 partai di Amerika Serikat, memiliki prinsip ideologi yang berbeda dari Partai Demokrat. Dalam spektrum ilmu politik, Partai Republik berada di center-right atau bahkan far-right berdasarkan analisis para pengamat politik. Hal ini berbeda dengan Partai Demokrat yang cenderung lebih liberal, dan dalam spektrum ilmu politik berada di center-left bahkan far-left. Dengan perbedaan ideologi ini, tentu saja akan mempengaruhi pola pikir dan pandangan dari setiap politisi dari Partai Republik dan Partai Demokrat. Partai Republik dikenal sebagai partai yang bersifat konservatif dan tidak se-liberal Partai Demokrat. Partai Republik menurut para pengamat politik cenderung mempertahankan dan menjaga nilai-nilai tradisionalisme dan identitas warga Amerika, meskipun terkadang memunculkan kebijakan yang dinilai rasis seperti anti-imigran, islamophobia dan xenophobia.
Pandangan politik seperti ini juga mendasari pola pikir dan kebijakan politik yang digagas oleh Presiden Donald Trump. Presiden Donald Trump belakangan ini sangat mendukung, bahkan ingin menerapkan kebijakan anti imigran. Presiden Donald Trump berencana mendeportasi jutaan orang dari Amerika yang ia klaim sebagai operasi deportasi terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Jika dipandang dari isu nasionalisme, tentu saja kebijakan ini sangat positif dan bermanfaat bagi keberlangsungan identitas nasional rakyat Amerika. Dengan berkurangnya pengaruh "buruk" dari ideologi asing yang mungkin saja dibawa oleh warga asing yang menetap di Amerika, maka nilai-nilai nasional dan identitas Amerika tetap terjaga.
Dalam hal politik, Presiden Donald Trump terkenal dengan jargon politiknya yaitu America First dimana Amerika Serikat harus dominan terhadap negara lain dari berbagai lini segi baik politik,ekonomi dan militer. Dengan berbagai leverage yang dimiliki oleh Amerika Serikat terhadap negara lain terutama dalam hal ekonomi, tak ayal Donald Trump secara leluasa "mendikte' negara lain agar mau patuh mengikuti kebijakan yang menguntungkan Amerika saja. Contoh penerapan America First Policy ini bisa kita lihat pada peristiwa Perang Dagang Tiongkok dan Amerika beberapa tahun yang lalu. Tidak jelas apakah perang dagang tersebut dimenangkan oleh salah satu pihak atau malah perang dagang tersebut berdampak buruk bagi kedua belah pihak. Tetapi yang pasti perang dagang itu berdampak buruk bagi perekonomian dunia, sehingga tentu bukan hal yang bijak jika kedua negara tetap melakukan konfrontasi dalam bidang ekonomi.
Dalam kebijakan politik luar negerinya, Presiden Donald Trump juga ingin menerapkan kebijakan strategi isolationism, dimana Amerika menarik diri dari kepentingan politik yang tidak menguntungkan Amerika, atau tidak ingin terlibat lebih jauh dalam urusan luar negeri suatu negara. Strategi politik luar negeri seperti ini, pernah diterapkan pada masa Presiden Franklin D. Roosevelt tahun 1933-1945 lalu. Kebijakan luar negeri yang bersifat isolasi ini bisa kita lihat dari beberapa pernyataan Donald Trump terhadap sekutu Amerika Serikat baik di Eropa dan di Asia. Presiden Donald Trump beberapa kali mendesak negara-negara yang tergabung dalam pakta pertahanan militer NATO, agar menaikan anggaran pertahanan mereka sebesar minimal 2% dari GDP sesuai dengan standar yang telah ditetapkan NATO. Jika standar tersebut tidak dipenuhi, maka Donald Trump mengancam bahwa Amerika akan keluar dari aliansi terkuat di dunia tersebut.
Ancaman ini tentu terkait dengan upaya Amerika Serikat untuk mulai menarik diri dari kepentingan luar negeri yang tidak ada kaitanya dengan kepentingan nasional Amerika. Presiden Donald Trump menilai bahwa negara-negara di Eropa harus bertanggung jawab terhadap keamanan nasional mereka sendiri dan urusan pertahanan dan keamanan di Eropa bukanlah urusan Amerika Serikat. Begitu juga pernyataan Donald Trump terkait sekutu Amerika di Asia yaitu Korea Selatan, berulang kali Presiden Donald Trump meminta agar negeri "Gingseng" itu agar membayar Amerika lebih banyak, untuk misi pertahanan dan perlindungan dari ancaman musuh utama yaitu Korea Utara. Dari berbagai pernyataan Presiden Donald Trump ini, tentu banyak pengamat yang berspekulasi bahwa Donald Trump benar-benar ingin menarik Amerika keluar dari panggung dunia internasional. Tetapi tentu saja hal tersebut belum terkonfirmasi secara aktual dan nyata, melainkan hanya indikasi berdasarkan statement dan retorika semata.
Dari berbagai kebijakan politik luar negeri yang akan diterapkan oleh Presiden Donald Trump melalui America First-nya, dapat dinilai bahwa adanya upaya Amerika untuk mempertahankan dominasi dunia dari berbagai lini dan segi baik politik,ekonomi dan militer. Langkah yang dilakukan oleh Presiden Donald Trump dinilai cukup ambisius namun berdampak buruk bagi kestabilan dunia baik secara ekonomi maupun politik. Bagaimanapun, Indonesia harus tetap waspada dan melakukan upaya-upaya preventif, agar kebijakan America First ini tidak berdampak buruk bagi kestabilan ekonomi dan politik dalam negeri.
Diperlukan kerja sama internasional yang bersifat multilateral, dan saling menguntungkan satu sama lain agar Indonesia tetap bisa berkiprah dan eksis sebagai negara yang menjunjung tinggi perdamaian. Tindakan yang sewenang-wenang dan bersifat unilateral tentu berdampak buruk bagi suatu negara, karena tindakan ini merupakan salah satu bentuk campur tangan terhadap kepentingan dalam negeri negara lain.Â