Di Gerbang Arkana, singgasana para raja bergetar. Tanah semburat, tercabut dari gelanggang yang berdentang mengadu urat-urat pasak dalam bumi. Berdesak-desakan membaca prahara. Arhoiba menggigil, selendang jingga itu tergolek di tanah, terkapar.
Bebatuan rengkah. Washmina!
Menyingkaplah!
Dari timur pekik udara mengirim anyir. Perang berkelebatan seperti kumparan yang mengirim ketakutan yang lebih dalam.
"Arhoiba! Kau dihukum! Kau prahara bumi dan langit!".
"Arhoiba! Kau bunuh raja-raja!".
"Arhoiba! Kau bunuh anakmu sendiri!".
"Arhoiba! Kau penjarakan bintang-bintang!
"Arhoiba! Kau hancurkan Arkana!".
Arhoiba lekat mematung. Tubuhnya tersingkap. Anyir perang, geger suara letusan Versimell dan gema kutukan memeluknya ketat.
"Washmina, Aku yang menghidupkanmu!"
"Washmina, Aku yang memanggilmu!"
"Kau butuh Washeya, Arhoiba!
bukan aku!"
"Bintang yang mengunjungimu di awal kehidupanmu. Yang kau kurung di dalam perut Versimell -gunung itu-".
"Ohh, iba nasibmu, Ibu Agung! Suri para raja Arkana!"
"Negerimu di amuk bintangmu sendiri...!"
Washmina, bintang biru berkilau itu. Dingin kulitnya. Sejuk matanya. Mengirimkan api ke dalam rahim Arhoiba.
Arhoiba diam, terbakar jerit pilu. Ibu Agung Arkana, penguasa singgasana para raja, penjaga gerbang Arkana, mati.
Arkana mati. Washmina hidup.
Washeya masih menggerung murka di dalam perut Versimell.
Mematai Washmina yang mendaulat diri.
Januari, 2014