Liburan di musim spring emang gampang-gampang susah, dari awal berangkat aja saya udah bingung baju dan sepatu apa yang harus saya bawa. Sampai akhirnya pagi itu saya mau ke Paris dan saya bingung mau pake coat tebel, sweater, atau sekedar baju biasa seperti saya di Jakarta.
Les quatre saisons atau empat musim yang hadir silih berganti di Paris; le printemps (musim semi), l'ete (musim panas), l'automne (musim gugur) dan l'hiver (musim dingin) masing-masing menghadirkan nuansa tersendiri.
Menurut kebanyakan Parisiens (sebutan untuk warga Paris), musim semi (spring) bisa jadi merupakan saat yang paling ditunggu, setelah sekian lama berjuang melawan musim dingin dengan coat-coat tebal dan berlapis pakaian, nuansa gloomy dan muram lalu berganti menjadi suasana musim semi dimana matahari bersinar, bunga semerbak dan jaket gelap berganti dengan pakaian berwarna-warni ceria.
"I love Paris in the spring time
I love Paris in the fall
I love Paris in the summer when it sizzles
I love Paris in the winter when it drizzles
I love Paris every moment
every moment of the year.."
(I Love Paris Every Moment - OST French Kiss)
Saat saya cek weather di iPhone, Paris saat itu bersuhu 23 derajat, sama seperti Bandung di siang hari pikir saya. Jadi semua coat tebal dan boots selama di Amsterdam saya masukan dalam-dalam ke koper dan baju-baju 'normal' seperti di Jakarta saya taruh di bagian atas koper.
Memasuki Paris, seperti halnya Jakarta, kotanya agak semrawut dan macet! Ternyata gak cuma di Jakarta aja yang macet ya. Kata tour guide, Paris adalah salah satu kota di Eropa yang memang lalu lintasnya padat, selain itu Roma juga terkenal padat.
Sampai akhirnya saya tiba di tengah kota Paris, yang selama berabad-abad dinobatkan sebagai 'la plus belle ville du monde" - kota terindah di dunia. Berbeda dengan tiga kota sebelumnya, Paris benar-benar WAH! Megah dan klasik. Sepanjang jalan banyak bangunan kuno klasik, jalan-jalan lebar dan monumen bersejarah.
Sebelum ke La Tour Eiffel (dibaca la tu-refel), kami melewati Avenue des Champs Élysées (dibaca Songsilaysi) ini adalah jalan termahal di dunia katanya sih, di sepanjang jalan berderet butik-butik branded goods, mulai dari Louis Vuitton, Chanel, Mont Blanc, Cartier sampai Hermes (dibaca Ermes, bukan Herme seperti kebanyakan orang Indonesia yang salah kaprah), ga ngerti kenapa tas ini mahal banget dan diburu para sosialita padahal buat saya modelnya biasa aja gitu hahaha.
FYI juga, di Louis Vuitton ini kebanyakan yang ngantri adalah turis Indonesia dan turis Jepang. Aslinya orang Eropa malah not into branded goods like this, they prefer to invest their money rather than to spend on these stuffs.
Di Champs Élysées ini juga berderet cafe a la parisienne seperti La Duree yang terkenal dengan macaroons dan earl grey-nya dan Le Fouquet's. [caption id="attachment_275728" align="aligncenter" width="300" caption="Louis Vuitton Av. des Champs Élysées "][/caption] [caption id="attachment_275730" align="aligncenter" width="319" caption="Avenue des Champs Élysées"][/caption]
[caption id="attachment_275731" align="aligncenter" width="400" caption="Laduree Macaroons"]
Dari sini kita langsung ke Eiffel Tower. Dari semenjak perjalanan di bus, tour guidenya udah bilang jangan sampai telat naik ke Eiffel Tower, karena kali ini kita naik sampai ke 3rd level, the top of Eiffel tower. Untuk mendapatkan tiket sampai ke level 3, travel agent harus pesan dari beberapa bulan sebelumnya, dan kalau sampai kita telat beberapa menit saja, kesempatan untuk naik ke atas akan hilang dan diberikan ke turis lain yang mengantri on the spot. Sayang banget kan?
Setelah mengantri masuk di depan lift, kita naik dari lantai dasar ke lantai satu lalu pindah ke lift berikutnya untuk naik ke lantai dua tepat di tengah menara, dan terakhir ke lift yang akan membawa kami sampai puncak. Bisa juga dengan jalan naik 1.600an anak tangga untuk sampai ke lantai 2, harganya lebih murah sih tapi ya abis itu risiko encok ditanggung sendiri haha.
Pemandangan dari tengah dan puncak menara sebenarnya sama-sama indah. Tapi jelas lebih spektakuler rasanya jika bisa berdiri di the top of the tower, merasakan desir angin, dan menikmati sensasi berada di puncak, etre au sommet de la Tour Eiffel.
Dari atas La Seine berpendar keperakan membelah Paris, Place du Trocadero, Arc de Triomphe, Champs Élysées, Notre Dame, dan les batiments parisiens (barisan gedung-gedung yang tertata rapi membentang sejauh mata memandang).
C'est magnifique....
Here is the view from the 3rd level of Eiffel Tower :
La Tour Eiffel boleh jadi didaulat sebagai icon kebanggaan Prancis, tapi konsep Axe Historique menurut saya merupakan representasi kehebatan Prancis dalam hal tata kota. Axe Historique adalah sebuah garis lurus virtual berawal dari Musee de Lourve, membentang melalui Arc du Caroussel dan Jardin des Tuileries, terus melewati Place de la Concorde, Avenue des Champs-Elysees, Arc de Triomphe dan berakhir di Grande Arche de La Defense.
[caption id="attachment_275738" align="aligncenter" width="300" caption="Arc de Triomphe, monumen penting simbol kemenangan Napoleon Bonaparte."]
Persis di kaki La Tour Eiffel membentang La Seine, begitu orang Paris menyebut Sungai Seine. Salah satu cara menikmati kecantikan Paris secara efektif dan efisien adalah dari atas bateau (kapal) yang melayari Sungai Seine. Kenapa begitu? Karena sungai ini terletak di tengah kota Paris dan berada pada jalur strategis bertabur objek wisata di sepanjang alirannya.
Dengan tarif yang reasonable lumayan banyak informasi yang bisa didapat dari mendengarkan cuap-cuap tour guide selama satu setengah jam dalam lima bahasa (Perancis, Inggris, Spanyol, Italia dan Jerman). Sambil menikmati alunan live music, kalian juga bisa melihat pemandangan kota Paris dari Seine cruise. Sebut saja La Tour Eiffel, Notre Dame, Assemblee Nationale, Pont Alexandre III, Place de la Concorde, Musee de Louvre, Musee d'Orsay, Les Invalides, Grand Palais, Petite Palais, etc. [caption id="attachment_275741" align="aligncenter" width="400" caption="Para turis sedang mendengarkan ocehan tour guide yang bercerita mengenai kisah di balik tembok-tembok gedung tua bersejarah dalam 5 bahasa"]
Setelah seharian keliling Paris, kami ke hotel di daerah suburban yaitu Val d'Europe. It takes around 45 minutes to get there. [caption id="attachment_275744" align="aligncenter" width="300" caption="hotel tempat kami menginap di Val de Europe"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H