Mohon tunggu...
Den Mas Vic
Den Mas Vic Mohon Tunggu... Sales - Indah Karena Benar

Nostalgiaers

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mungkin Eiger Harus Belajar dari Pak Tino Sidin, Maestro Dua Gunung yang Gak Baperan

29 Januari 2021   21:11 Diperbarui: 31 Januari 2021   05:38 3335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Pemandangan Legendaris, sumber gambar: rimbakita.com

1. Gambar anak kecil ini dari kualitas gambar review nya kurang bagus dari segi pengambilan angle gambar yang dapat menyebabkan gambar Pak Tino Sidin terlihat berbeda baik dari segi warna, sehingga bahan dan detail aksesoris menjadi terlihat kurang jelas. 

2. Adanya suara di luar ruang belajar yang dapat mengganggu (noise) sehingga informasi gambar tidak jelas bagi konsumen atau penikmat gambar

3. Setting lokasi yang kurang proper bagi pembuatan gambar.

Tino Sidin adalah benar-benar maestro, jika bukan maestro tidak mungkin Google Doodle menaruhnya di halaman muka pada 25 November 2020 lalu. Seorang sosok yang bisa dibilang mahaguru lukis, yang menginspirasi, namun tetap membumi dan tidak pernah berpikir bahwa dia ada di puncak gunung yang tertinggi.

Tetaplah Membumi Di Saat Tinggi

Kasus merek perlengkapan dan pakaian luar ruang Eiger yang ramai diperbincangkan, lantaran mereka mengirimkan surat teguran kepada Youtuber benar-benar mengajarkan kepada kita satu hal. 

Bahwa kekuatan terbesar bagi jenama adalah rasa cinta publik terhadap jenama itu. Tahun 1994, ketika Eiger membuka toko pertamanya di Bandung, mungkin mereka tidak pernah menyangka akan menjadi jenama sehebat ini. Tentu mereka tahu bahwa kekuatan mereka bukan karena produk mereka sendiri saja, ada masyarakat yang mengenalkannya secara gethuk tular.

Ada anak gunung yang dulu masih bingung membayar biaya kuliah mengenakan tas punggung Eiger. Ada anak SMA yang dari hasil menabung, mampu membeli sendal gunung. Ada pula mas-mas mengenakan kemeja flannel yang dipakai saat mengunjungi pacar di kostnya, dan sang pacar senyam-senyum karena masnya kok ganteng sekali. Itulah mungkin sedikit cerita dari para pengguna produk Eiger.

Kini, hanya karena persoalan review saja semua dianggap salah, semua menjadi runyam. Nasi sudah menjadi bubur, sang gunung terasa hancur.

Yah, memang kita mesti banyak belajar...seperti Pak Tino Sidin yang selalu belajar untuk menghargai apapun itu sebuah karya sambil mengucapkan:

BAGUSSS.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun