Mohon tunggu...
Octavitriadi
Octavitriadi Mohon Tunggu... Tukang Ketik -

Tetap tukang ketik surat di sebuah kantor, bergabung di Kompasiana untuk menunjukkan eksistensi "Aku ngomPasiana maka Aku masih ada."\r\nSuami yang hingga saat ini memiliki seorang istri dan dua orang putri yang sama-sama manis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zaman Sak Enak Udel e

11 September 2015   15:33 Diperbarui: 11 September 2015   15:33 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Sak enak udel e!" teriak seorang ibu saat sebuah sepeda motor tiba-tiba memotong sepeda onthel yang dinaikinya. Si Ibu mati-matian mengendalikan sepedanya yang sempat oleng terkena senggolan sepeda motor sedangkan sepeda motor tersebut tetap melaju tanpa memperdulikan kekagetan si Ibu. Terlihat cengiran anak muda pengendara motor tersebut tanpa merasa bersalah telah menyebabkan si Ibu terkaget kaget setengah hidup

Beberapa wakil rakyat kita kedapatan mendatangi jumpa pers seorang kandidat presiden Amerika Serikat dengan masih memakai simbol parlemen kita, dan saat pertemuan tersebut menjadi sorotan negatif media dalam dan luar negeri, dengan sak enak udelnya para wakil rakyat tersebut berkilah bahwa pertemuan tersebut dalam rangka bisnis, dan ketika disinggung mengapa perjalanan wakil rakyat tersebut yang di biayai oleh uang rakyat digunakan untuk bisnis pribadi, lagi-lagi mereka berkilah pertemuan tak disengaja saat mereka berjalan-jalan seusai agenda menghadiri Konferensi Pimpinan Parlemen se- Dunia ke- IV yang diadakan oleh PBB.

Bagaimanapun mereka berkilah tetap saja membikin gumun, wong mereka masih memakai simbol parlemen kita berarti status mereka masih wakil rakyat kita yang harusnya menjaga sikap dan tingkah laku mereka. Pegawai Negeri saja kalau masih memakai seragam di pasar pada saat jam kerja dan tanpa surat tugas saja akan ditangkap oleh Satpol PP.

Media pun juga sak enak udelnya mati-matian membela kepentingan pemiliknya, lihat saja saat etika sang wakil rakya dipermasalahkan, media yang pemiliknya terkait dengan kepentingan bisnis sang triliuner atau kebetulan memiliki kesamaan politik dengan sang wakil rakyat akan mati-matian meminimalisir pemberitaan etika wakil rakyat tersebut dan memunculkan lagi isu lawas pemain bola yang terkatung-katung nasibnya akibat pembekuan PSSI padahal sudah sekian pekan mereka tak pernah ungkat ungkit masalah tersebut lagi. Sementara di lain sisi media yang pemiliknya berseberangan politik sang wakil rakyat akan terus menerus memborbadir pemirsa dengan bahasan etika wakil rakyat tersebut

Tindakan media yang sak enak udelnya terhadap pemirsanya dan memaksakan kehendak mereka tanpa mempertimbangkan bahwa masyarakat juga perlu pemberitaan yang berimbang dan perlu tahu pokok permasalahan sebenarnya seakan terabai, membuat media media tersebut tampak konyol.

Ucapan sak enak udel e berasal dari bahasa Jawa yang bila diterjemaahkan berarti se enak pusarnya atau berbuat atau berbicara semaunya sendiri tanpa berpikir dan tanpa mempertimbangkan hak dan perasaan orang lain.

Ya..ini memang zaman sak enak udel e, Anda bisa berbicara apa saja, mengumpat pada siapa saja, menghina ataupun mengkritik tanpa batas, tanpa lebih dulu mempersiapkan fakta ataupun data yang mendalam. Terlebih melalui media sosial, Anda bisa menjadi siapa saja tanpa memperdulikan perasaan orang yang anda caci maki. Anda juga bisa berbuat apapun dan bila perbuatan Anda menimbulkan efek negatif pada pihak lain,  tanpa merasa bersalah Anda berkilah ala kadarnya dan menganggap selesai sudah permasalahan.

Anak-anak muda bahkan masih beringus sak enak udelnya membully artis dengan kata-kata tak patut di media sosial. Golongan sakit hati sak enak udelnya mengkritik kebijakan pemerintah padahal mereka pun tak tahu solusi permasalahannya. Para Pejabat sak enak udelnya berbicara dan saling konfrontasi antar mereka sendiri membikin bingung masyarakat yang ingin jawaban masalah mereka. Para pengguna jalan sak enak udelnya berkendara dan tanpa sadar mereka saling melukai dan membunuh diri sendiri.

Padahal sak enak-enaknya udel masih lebih enak ampela dan hati apalagi kalau di bacem.  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun