Mohon tunggu...
Laser Narindro
Laser Narindro Mohon Tunggu... Dosen - Tidak bisa menilai diri sendiri

Hanya menuliskan apa yang ada dipikiran dan mencoba menyambungkannya dengan data dan fakta yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dimensi Sikap Reformasi Birokrasi di Indonesia

4 Oktober 2019   00:46 Diperbarui: 4 Oktober 2019   00:53 2608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan ber Bangsa dan ber Negara, sudah selayaknya Pemerintah baik tingkat Pusat maupun Daerah berfungsi sebagai pengampu kepentingan masyarakat secara umum. Dalam hal ini, tata kelola Pemerintahan sebagai penyelenggara urusan Pemerintah dalam mencapai tujuannya yaitu menuju masyarakat yang madani dan dilakukan oleh Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif atau yang disebut dengan Trias Politika (Montesquieu) harus memberikan pelayanan publik yang efektif dan efisien. Tata kelola birokrasi yang bertujuan sangat mulia tersebut justru malah"TERCORENG" oleh ulah beberapa oknum dalam Pemerintahan itu sendiri. Kebijakan dalam birokrasi yang dibuat oleh Pemerintah justru tidak membantu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, salah satunya pelayanan untuk administrasi. Padahal kinerja dari Pemerintah itu sendiri dinilai dari beberapa aspek, salah satunya yaitu sebarapa cepat tanggapan Pemerintah dalam merespon masukan dari masyarakat dan merealisasikannya dalam program kerja serta memberikan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Memang  benar Reformasi Birokrasi telah diatur oleh Pemerintah melalui PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN EVALUASI REFORMASI BIROKRASI INSTANSI PEMERINTAH. Secara konsep tata kelola birokrasi yang baru di regulasi tersebut memang bagus akan tetapi regulasi tersebut belum jalan semana mestinya. Terbukti dengan masih banyaknya kendala di kepengurusan, perizinan dan lain lain.

Sekarang, apa yang terlintas pada pikiran Bapak dan Ibu tentang birokrasi ? Pasti pada umumnya yang terlintas di pikiran kita adalah sebuah aturan dan prosedur yang rumit. Mulai dari permasalahan kepengurusan administrasi, perizinan dan lain lain harus melalui beberapa tahapan dan proses yang panjang. Sekali lagi, Pemerintah memang dituntut oleh masyarakatnya untuk dapat memberikan pelayanan publik yang prima kepada masyarakatnya. Seperti Kita ketahui bahwa peerkembangan dunia Teknologi Informasi (TI) memang terus berjalan dari waktubke waktu. Akan tetapi pemanfaatan dari fungsi TI itu sendiri BELUM berjalan secara optimal di dalam dunia birokrasi. Mind Set pelaku birokrasi (birokrat) dan Pejabat pada umunya cenderung masih memegang prinsip "Kalau masih dapat dipersulit, lalu mengapa harus dipermudah". Ketidak singkronan antara regulasi dan kinerja Pemerintah Daerah selaku penyelenggara Pemerintahan paling bawah dan berhubungan dengan masyarakat langsung, masih terlihat adanya kecenderungan tumpah tindih tentang peraturan dan petunjuk teknis terhadap regulasi reformasi birokrasi tersebut serta terbatasnya anggaran dan sumber daya manusia dalam pengoperasiannya. Coba lihat berapa jumlah pegawai yang terdapat pada Kementrian dan bagian Top Level Management setiap Pemerintah Daerah, apakah proposional dengan jumlah pegawai yang terdapat di Pelayanan publik paking bawah (seperti Kelurahan, Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) dan lain lain) ? Kenyataan yang pahit ini juga masih didapatinya beberapa oknum dalam Pemerintahan itu sendiri yang mencari atau mencoba memungut sejumlah "UANG" walaupun sudah dibentuk badan khusus yang bernama Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) akan tetapi nyatanya masih terjadi transaksi pungutan liar tersebut. Di sisi lain, masih juga terdapat konflik "KEPENTINGAN" dalam internal birokrasi tersebut entah untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan sebuah keolompok. Fungsi Pemerintah yang seharusnya menjadi pengampu masyarakat pada umumnya menjadi bias dikarenakan ulah beberapa oknum ini. Hal tersebut dapat dijawab melalui nalar Kita. Kita ketahui bahwa biaya politik seorang Kepala Daerah dan Anggota Legislatif masihlah cenderung tinggi sehingga membuat Kepala Daerah dan Anggota Legislatif sehingga mereka tidak mau dirugikan secara materi dalam mencapai tujuan mereka yaitu menduduki kursi di Kepala Daerah dan Lembaga Legislatif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah tingginya "supply and demand" yang terjadi di masyarakat menjelang hari pemilihan sehingga terjadinya konflik kepentingan ketika si Pejabat tersebut telah menjabat karena satu dan lain hal. Belum lagi "Hutang Budi Politik" kepada para pemodal sehingga idealisme para Kepala Daerah maupun Anggota Legislatif yang awalnya ingin banyak membantu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat secara perlahan telah sirna.

Kembali lagi kepada birokrasi berbasis digital. Yang terlintas pada pikiran mayoritas masyarakat terutama yang tinggal di daerah perkotaan pasti berfikir ingin merubah birokrasi konvensional menjadi birokrasi yang berbasis digital. Tujuannya adalah untuk mempermudah dalam melakukan pelayanan prima kepada masyarakat dan efisiensi dalam waktu  dan biayapengerjaannya. Sudah Kita ketahui bahwa tujuan teknologi berbasis web (online) dapat dilakukan untuk memfasilitasi pendataan dan pengontrolan terhadap data dan informasi dari dan untuk masyarakat. Seperti contoh yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Negara Perguruan Tinggi (BAN PT) melalui website kopertis nya. Tujuan daeri aplikasi web tersebut adalah untuk mengetahui keaslian ijazah peserta didik (Mahasiswa) jika digunakan untuk hal melamar pekerjaan dan lain kain. Akan tetapi yang kita ketahui, untuk melakukan pelamaran terhadap suatu instanasi Negeri maupun swasta  masih saja diminta untuk memberikan legalisir fotocopy ijazah dan pengecekan ijazah asli. Harapan saya dengan adanya aplikasi web tersebut, masyarakat yang ingin melamar pekerjaan atau menggunakan ijazah mereka untuk hal lain, dapat dengan memasukan nomor ijazah mereka pada kolom yang tersedia di web tersebut sehingga memudahkan masayrakat dalam mengetahui apakah nomor ijazah mereka sudah terdaftar atau belum. Terlebih semisal nomor ijazah tersebut dapat terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga masyarakat atau instansi tertentu dapat dipermudah pada saat melakukan pengecekan data diri dan tidak akan terjadi duplikasi data atau pemalsuan ijazah. Belum lagi perbedaan data yang dimiliki oleh masing - masing Instansi Pemerintah membuat bingung para pengambil keputusan. Data mana yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan sebuah keputusan.

Faktanya bahwa KTP memang sudah berbasis elektronik dan berlaku secara nasional akan tetapi kembali lagi terdapat beberapa kendala seperti masih adanya syarat penerimaan pegawai yang mengharuskan si calon pegawai tersebut harus menggunakan eKTP dengan domisili tertentu yang sesuai dengan keberadaan lokasi kantor tersebut. Hal ini seperti kejadian penerimaan peserta didik baru pada Sekolah Negeri, dengan menggunakan sistem zonasi dimana peserta didik akan diterima jika berdomisili di sekitar lingkungan Sekolah dengan jarak yabg telah ditentukan. Lalu pertanyaannya, apa manfaat dari fungsi dari eKTP tersebut ? Idealnya, seperti yang Saya katakan sebelumnya, masyarakat harusnya dipermudah dengan pelayanan online tersebut dengan cara hanya meng input kan data NIK mereka lalu muncul semua data yang terhubung dengan data diri tanpa harus mengetik dan membuat ulang data tersebut. 

Menurut informasi yang saya dapatkan dari salah seorang teman yang aktif disalah satu organisasi kepemudaan di tempat Saya tinggal, menurut penuturan yang bersangkutan bahwa pernah ada seorang Lurah di Jakarta (tempat Saya tinggal) memberikan konsep yang bagus untuk membuatkan aplikasi terkait administrasi kependudukan (adminduk)  berbasis online yang justru malah ditolak dengan alasan bahwa hal tersebut bukan kewenangan dari Lurah sehingga konsep tersebut tidak berjalan. Coba sekarang Kita bayangkan saja, hanya untuk proses mengurus secarik surat (berkas administrasi) harus mengorbankan waktu kerja seseorang. Ya kalau semisal berjalan lancar, semisal tidak lancar maka berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjalani proses tersebut ? Lalu pertanyaan berikutnya, jika prosesnya terjadi dibutuhkan waktu lebih dari  1 hari maka butuh berapa lama waktu yang diperlukan untuk izin kerja ? Kita ketahui bersama, bahwa kendala pada umumnya adalah ketiadaan Lurah atau Perangkat Kelurahan lainnya yang menanda tangani surat atau berkas tersebut sehingga membutuhkan waktu yang lama. Padahal Kita Ketahui pula bahwa tugas Lurah dan Perangkat Kelurahan tersebut bukan hanya pelayanan administratif saja akan tetapi pelayanan langsung ke masyarakat seperti verifikasi dan validasi laporan yang masuk kepada Lurah dan hal lainnya. Belum lagi semisal Lurah tersebut diundang rapat oleh Pimpinan, Pejabat dan Tokoh masyarakat lainnya. Hal tersebut akhirnya menimbulkan keinginan masyarakat untuk melakukan pelimpahan kepengurusan kepada orang lain dengan dalih tidak ingin mengorbankan waktu bekerja mereka dan aktifitas lainnya. Kita ketahui bahwa waktu pelayanan di Kantor Kekurahan pun tidak dilakukan selama 24 jam. Hanya dilakukan pada saat jam operasional pada umumnya (pukul 7.00 hingga pukul 16.00) dan berbenturan dengan jam kerja masyarakat pada umumnya. Dampaknya adalah keluarnya sejumlah "UANG" untuk diberikan kepada orang tersebut sebagai "Biaya Lelah" atau "Pengganti Bensin" agar pengerjaan berkas atau surat yang Kita inginkan dapat tertangani dan segera selesai.

Kasus lainnya juga terdapat bukan hanya di masalah adminduk saja. Karena data alamat di KTP saya berubah maka semua data yang berhubungan dengan data yang berhubungan dengan data diri juga harus dirubah. Pertanyaannya, kenapa ketika ada perubahan data diri, maka data yang terhubung lainnya juga turut berubah ? Kan seperti yang Kita ketahui bahwa dengan sistem online tersebut maka data kita tersimpan pada 1 database. Betapa rumitnya, saya harus merubah berkas Plat kendaraan Saya dan menyesuaikan dengan alamat baru Saya yang tertera di KTP. Berapa biaya dan waktu yang saya butuhkan untuk melakukan perubahan itu semua ? Sangat rumit bukan birokrasi yang ada sekarang. Artinya konsep KTP Elektronik memang belum berfungsi dengan semestinya. Belum lagi semisal data tersebut digunakan untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan sesuai dengan pasal 11 ayat (1) Perkap No 9 Tahun 2012 masa berlaku SIM hanya 5 (lima) Tahun dan dapat diperpanjang sebelum habis masa berlakunya. Jika Kita terlambat memperpanjang SIM dalam waktu sehari saja, maka harus kembali mengikuti ujian di Satpas (Satuan penyelenggaraan pelayanan SIM) setempat. Sekali lagi, Petugas hanya menjalankan amanah dari peraturan saja. Tinggal kembali lagi apakah para Pejabat yang menaungi hal tersebut mempunyai "Good Will" untuk merubah aturan tersebut. Perpanjangan SIM yang harus dilakukan selama 5 tahun sekali pun akan dikenakan biaya untuk pemasukan Kas Negara atau Daerah sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).

Birokrasi yang rumit lainnya adalah ketika Saya ingin membayar Pajak Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) Saya atau yang biasa kita sebut dengan Pajak perpanjangan STNK. Kronologinya, ketika saya harus kembali ke Jakarta untuk sebuah pekerjaan, dikarenakan domisili KTP dan Plat mobil Saya berada di luar Kota Jakarta, saya harus membayar Pajak tersebut di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) sesuai dengan daerah domisili KTP Saya. Padahal Kita ketahui sebelumnya bahwa sistem pembayaran pajak kendaraan telah online dan saya dengan niatan baik sebagai warga Negara untuk taat membayar Pajak. Ternyata kembali, Saya dikecewakan dengan slogan "online" tersebut. Anggapan Saya dengan diberlakukannya sistem online, pembayaran pajak kendaraan bermotor sudah dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja akan tetapi kenyataannya tidak seperti yang Saya bayangkan sebelumnya karena sistem online yang awalnya saya pikirkan berlaku secara Nasional ternyata masih berlaku secara Regional (Cakupan Provinsi) saja. Sehingga data Pajak dan pembayarannya tetap dilakukan di Daerah asal domisili KTP Saya. Pertanyaan Saya, kenapa pajak kendaraan bermotor tersebut agar dapat dibayarkan melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui aplikasi Mobile Banking saja ? Dikenakan biaya administrasi perbankan pun Saya tidak keberatan untuk membayarkan karena kemudahaan yang Saya dapatkan. Toh nyatanya uang Pajak yang Saya bayarkan akan masuk ke Kas Negara atau Daerah juga bukan ? Lalu kenapa Saya harus membayar pajak kendaraan bermotor per regional atau area ? Bukannya sudah ada niat untuk membayar pajak, sudah bagus yah dan uangnya lansung masuk ke rekening Kas Negara atau Daerah ? Manfaat lainnya, junkah antrian yang berada di Kantor Samsat juga akan berkurang. Kenapa harus dipersulit dengan alasan administrasi regional dan alasan lainnya ?

Kita ketahui bahwa di Pemerintah Daerah terutama di beberapa Kota Besar, bahwa telah terdapat bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan telah menggunakan sistem online, lalu untuk apa mengurus administrasi kependudukan, perizinan dan lainnya harus mengurus hingga ke dinas terkait ? Konsep Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang terintegrasi idealnya hanya terdapat 1 portal sistem saja sehingga data yabg terinput pun tidak terjadi duplikasi atau pemalsuan data. Kenyataannya masing masing instansi baik di level Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki masing - masing SIM untuk pendataan dan pengelolaan datanya. Coba Kita perhatikan dengan seksama, masing - masing instansi tersebut pasti berlomba untuk membuat aplikasi SIM dan lucunya hal tersebut digunakan sebagai acuan kinerja Mereka. Bukan kah terdapat sebuah Kementrian dan Dinas yang berhubungan dengan pengembangan SIM tersebut ? Kenapa tidak hal tersebut dilimpahkan kepada Instansi tersebut akan tetapi untuk pengelolaannya diserahkan kepada Instansi yang berwenang. Semudah itu bukan ? Sehingga fokus kerja dapat sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) masing - masing Instansi. Untuk memperjelas gambaran seperti apa konsep SIM terintegrasi (terpadu) dapat dilihat pada gambar berikut.

images-16-5d96243b0d82305442426ae4.jpeg
images-16-5d96243b0d82305442426ae4.jpeg

Gambar 1. Konsep Sistem Informasi Manajemen Terpadu

Sumber : Septiani Nur Hidayati (2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun