Mohon tunggu...
Laser Narindro
Laser Narindro Mohon Tunggu... Dosen - Tidak bisa menilai diri sendiri

Hanya menuliskan apa yang ada dipikiran dan mencoba menyambungkannya dengan data dan fakta yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Fakta Pengelolaan Kekayaan Sumber Daya Air Untuk Kehidupan

21 September 2019   04:04 Diperbarui: 4 Oktober 2019   00:46 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Jasa ekosistem hutan mendukung ketahanan air, energi dan pangan. Diadaptasi dari Millenium Ecosystem Assessment, 200518 19 20 Sumber : Global Canopy Programme

Untuk menunjang keberlangsungan mahluk hidup terutama manusia, maka setiap manusia diharuskan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut. Kita mengenal kebutuhan tersebut dengan nama kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Dimana, kebutuhan primer (pokok) tersebut merupakan hal dasar yang diperlukan oleh manusia untuk mempertahankan hidup. 

Materi tentang kebutuhan primer (pokok) pun kita dapati pada saat mempelajari mata pelajaran ilmu Ekonomi Dasar pada saaat Sekolah. Dimana kebutuhan primer (pokok) tersebut adalah berupa pangan, papan dan sandang. 

Kebutuhan pokok tersebut pun bertambah pada saat ini yaitu berupa energi. Dimana energi tersebut dapat digunakan untuk penunjang pemenuhan untuk kebutuhan pokok manusia, seperti contoh gas untuk memasak makanan, bahan bakar untuk transportasi dan listrik untuk penunjang kebutuhan lainnya. 

Nah yang saya ingin bahas pada artikel ini adalah kebutuhan pangan untuk manusia dan mahluk hidup lainnya. Dimana kebutuhan pangan merupakan hal yang mutlak dan harus dipenuhi oleh setiap orang dan mahluk hidup lainnya. Tanpa adanya stok air dan pangan yang memadai, maka manusia dan mahluk hidup lainnya akan mengalami kepunahan. 

Adapun sektor pangan dalam hal ini dapat terbagi menjadi 2 yaitu sumber makanan dan air. Dimana air merupakan sumber utama untuk keberlangsungan kehidupan bagi semua mahluk hidup yang ada di Bumi. 

Dapat dikatakan, air merupakan kebutuhan pokok dan penunjang kehidupan bagi mahluk hidup terutama manusia. Berdasarkan artikel yang saya baca pada halaman web keselamatankeluarga.com bahwa, "Komposisi air dalam tubuh bayi yaitu sebesar +- 80%, orang dewasa sebesar +- 70%, dan manusia lanjut usia sebesar +- 50%. 

Organ-organ dalam tubuh pun hampir sebagian besar terdiri dari unsur air seperti paru-paru (90%), darah (82%), kulit (80%), otot (75%), otak (70%), dan tulang (20%)". 

Jadi, peran air dalam kehidupan kita sangatlah penting dan besar untuk tetap bertahan hidup. Namun sebagian besar dari kita belum paham mengenai pentingnya penggunaan air bagi kehidupan dikarenakan untuk saat ini sumber air dengan bantuan teknologi dengan mudahnya dapat diperoleh dari dalam tanah dan dari sumber lainnya. Tapi apakah ada yang berfikir bagaimana proses produksi dan mengelola sumber daya mineral (air) ini dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat secara umum ? Berapa jumlah sisa pasokan air bersih dan layak konsumsi yang tersisa dan masih terkandung dalam bumi ini untuk kehidupan mahluk hidup ? 

Dengan semakin banyaknya jumlah populasi manusia di bumi, maka komposisi jumlah air bersih dan layak konsumsi untuk manusia dan mahluk hidup lainnya pun juga harus lah seimbang. Air dibutuhkan mulai dari manusia lahir hinga meninggal. Komposisi air pada bumi terdiri dari  97 % air asin (bersumber dari air laut) dan hanya 3 % berupa air tawar (yang dapat dikonsumsi oleh manusia, binatang dan tumbuhan), dimana bentuk air tersebut lebih dari 2/3 (dua per tiga) bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Bonn (2011), bahwa "Tren global seperti pertumbuhan penduduk dan kemakmuran ekonomi yang meningkat diharapkan meningkatkan permintaan untuk air, energi dan pangan yang akan mengompromikan pengunaan sumber daya alam secara berkelanjutan. 

Tekanan pada sumber daya ini dapat mengakibatkan kekurangan yang dapat menimbulkan risiko pada ketahanan air, energi dan pangan, menghambat pembangunan ekonomi, menyebabkan ketegangan sosial dan geopolitik serta menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki". 

Dari pernyataan Bonn tersebut, sebenarnya Pemerintah telah menyiapkan peraturan terkait sumber daya mineral yang terkandung pada bumi di Indonesia. Untuk mengatur pengelolaan sumber daya mineral tersebut maka Pemerintah telah menuangkan kebijakannya pada Pasal 33 Undang - Undang Dasar (UUD) 1945.

Dimana pada pasal tersebut, telah dijabarkan pada 2 ayat yang berbunyi sebagai berikut : Ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan Ayat (3) menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Tapi anomalinya, kontradiktif dengan keadaan yang ada pada saat ini, dimana salah satu perusahaan air minum kemasan terbesar di Indonesia yang tempat produksinya di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, justru dikelola oleh perusahaan swasta yang merupakan bagian dari perusahaan luar negeri yang berlokasi di Prancis. 

Padahal amanah yang tertera pada 2 ayat Pasal 33 UUD 1945 tersebut sudah JELAS. Memang di beberapa daerah sudah memiliki Badan Umum Milih Daerah (BUMD) untuk pengelolaan dan distribusi air ke masyarakat yang bernama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan dikelola dan dikontrol langsung oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten / Kota) melalui Kepala Daerah (Walikota atau Bupati) bukan perusahaan yang berbentuk  BUMN (Badan Umum Milik Negara) yang pengelolaan dan kontrolnya langsung dibawah Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden dan Kementrian BUMN. 

Pada saat ini, PDAM merupakan perusahaan daerah selaku pengelola air layak pakai dan konsumsi dimana sumber mata airnya BUKAN dari sumber mata air dalam tanah (artetis) melainkan diambil dari air sungai atau kali yang sudah mulai tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. 

Entah bagaimana kualitas air tersebut, apakah steril dari bakteri dan virus atau tidak, dari sungai tersebut PDAM akan mengolah air sungai  menjadi air layak guna / pakai dan BELUM menjadi air untuk layak konsumsi (barang setengah jadi) dan didistribusikan kepada masyarakat bagi yang menggunakan jasa PDAM. 

Lalu masyarakat lainnya yang tidak menggunakan jasa distribusi air dari PDAM menggunakan air dalam tanah yang disedot melalui mesin pompa air yang biasa disebut dengan mesin Jet Pump. 

Dalam penelitan dari Global Canopy yang pernah saya baca, disitu menyebutkan bahwa, "Dalam meningkatkan pasokan air, ada target untuk memperbaiki baik infrastruktur alami (ekosistem hutan) maupun infrastruktur buatan (waduk dan jaringan irigasi). 

Target untuk peningkatan pengelolaan daerah aliran sungai mencakup rehabilitasi dari 5,5 juta hektar lahan kritis di kesatuan pengelolaan hutan dan pengembangan 12,7 juta hektar hutan rakyat. Meningkatkan target infrastruktur yang dibangun mencakup merehabilitasi 3 juta hektar jaringan irigasi yang rusak dan pembentukan 1 juta hektar lahan tambahan untuk irigasi".

Dimana kita tahu, perhatian terhadap kepentingan umum dalam mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama sejak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersama dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang tinggi biodiversitas nya saat ini terus berkurang lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem laut ataupun darat. Penggunaan air dalam tanah (artetis) pun semakin tidak terkendali dikarenakan jumlah populasi manusia dan pemukiman semakin bertambah terutama di area perkotaan. 

Penggunaan air dalam tanah bukannya tanpa resiko akan tetapi membuat permukaan daratan menjadi lebih menurun dari waktu ke waktu dikarenakan elemen air yang terkandung dalam tanah terus tersedot untuk menunjang kehidupan manusia. Belum lagi minimnya serapan air bersih pada setiap perumahan sehingga makin sedikit air bersih yang terserap dan terbuang percuma ke dalam saluran air dan tercampur dan terkontaminasi dengan bakteri dan bahan kimia lainnya.

Memang beberapa Pemerintah Daerah telah berupaya untuk membuat regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur untuk pengelolaan dan penggunaan air artetis bagi masyarakat akan tetapi pelaksanaan program tersebut masih LEMAH dalam pengawasannya di masyarakat yang menggunakan air artetis. 

Belum lagi air yang digunakan oleh manusia ini menciptakan limbah seperti limbah industri dan rumah tangga, akibat dari produksi yang terjadi dalam pabrik dan dibuang langsung ke kali atau sungai yang seharusnya masuk ke dalam kolam sanitasi (tempat penampungan limbah) terlebih dahulu akan tetapi karena tindak "KECURANGAN" beberapa perusahaan yang tidak membuat kolam sanitasi tersebut pada akhirnya limbah K2 tersebut langsung terbuang di sungai atau kali sehingga mencemari air sungai. Lalu ada juga limbah rumah tangga yang terjadi akibat ulah manusia (masyarakat) yang menggunakan zat kimia tidak ramah lingkungan yang tercampur pada air untuk penunjang hidup seperti untuk zat kimia pada sabun cuci pakaian, sabun cuci kendaraan, alat makan dan sabun cuci badan pun terbuang langsung ke saluran pembuangan air (got) dan diteruskan ke sungai atau kali tanpa adanya proses penyaringan terlebih dahulu. 

Idealnya dan harapan saya, mungkin suatu saat entah cepat atau lambat terdapat perusahaan untuk produksi zat kimia ramah lingkungan berupa sabun dan lain lain yang sudah menggunakan zat kimia yang ramah lingkungan sehingga pada saat air limbah rumah tangga tersebut dibuang maka minim untuk terjadi pencemaran air dan tidak merusak kandungan air yang terdapat dalam tanah.

Kembali kepada air layak konsumsi, faktanya keadaan pun berbanding terbalik dengan yang telah diamanahkan oleh Pasal 31 UUD 1945 tesebut. Dengan kata lain, terdapatnya pengelolaan air minum kemasan yang sudah berjalan selama ini, salah satunya di Kabupaten Klaten Jawa Tengah. 

Hampir semua elemen warga dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) seolah - olah terkesan untuk "tutup mata" dan "tutup telinga" dengan kebiasaan yang sudah terjadi selama ini dengan iming-iming berupa pemberian keuntungan material hasil penjualan produk, penyerapan tenaga kerja dan lain lain. 

Pada tahun 2017, saya memang pernah berkunjung ke salah satu desa di Kabupaten Klaten tersebut, tempat dimana produksi air mineral kemasan tersebut dijalankan selama ini. Memang perkembangan dan kemajuan daerah tersebut sangat masif, ditandai dengan menjamurnya tempat wisata yang berhubungan dengan air. Bahkan pada saat musim kemarau seperti saat ini pun beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah lainnya yang mengalami kekeringan dan kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan layak konsumsipun mengambil air tersebut pada daerah di Klaten tersebut. 

Memang keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT berupa anugrah bonus demografi pada daerah tersebut berupa melimpah ruahnya pasokan air artetis yang bersih dan layak konsumsi sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan untuk wisata air, irigasi untuk area persawahan selain untuk penunjang kehidupan. Itu belum termasuk yang digunakan untuk produksi air mineral kemasan yang di produksi pada pabrik yang terdapat di aera tersebut. 

Untuk masing - masing desa sekitar pabrik yang menjadi sumber mata air air kemasan tersebut, memang mendapatkan pemasukan berupa pemberian keuntungan dan dijadikan berupa Anggaran Pemasukan dan Belanja Desa (APBDes) sebesar 1 % dari jumlah pemasukan perusahaan diluar Anggaran Dana Desa yang didapatkan dari Pemerintah Pusat yaitu sekitar +- 5 - 10 Miliyar per tahun kalau saya tidak lupa. 

Coba bayangkan itu hanya 1 % nya saja, berarti kebayang dong berapa jumlah total pemasukan dan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan pengolahan air kemasan tersebut tiap tahunnya. 

Coba deh, mari sejenak kita bayangkan bahwa hidup kita tanpa air layak pakai dan konsumsi. Apakah kita masih dapat bertahan hidup ? Ketika cadangan layak pakai dan konsumsi yang ebrsumber dari sungai dan air artetis sudah menipis dan habis, lalu kita akan menggunakan air layak pakai dan konsumsi yang dikelola oleh pihak perusahaan luar negeri. 

Bukan tidak mungkin kebutuhan pokok berupa air minum yang harusnya dikelola untuk kesejahteraan masyarakat berubah menjadi barang komersil (berbayar) dan tidak lagi sesuai dengan amanah pada Pasal 33 UUD 1945 yaitu untuk kesejahteraan rakyat dikarenakan TIDAK dikelola oleh pihak Pemerintah Pusat maupun Daerah. Bukan tidak mungkin, ke depannya kita harus mandi, mencuci dan minum dengan menggunakan "Air Minum Kemasan" dan "HARUS BERBAYAR (Komersil)". Terbayang tidak, berapa rupiah yang akan kita "BUANG" hanya untuk membeli air layak pakai dan konsumsi dan menjadi sumber kekayaan Perusahaan Kapitalis dan baik dari dalam maupun luar Negeri dikarenakan kita dihadapkan pada ketergantungan akan kebutuhan air. Lalu, pertanyaan saya untuk siapakah air layak konsumsi tersebut ? Lalu bagaimana air tersebut dapat didapat untuk kebutuhan warga yang kurang mampu secara materi jika air harus dikomersilkan.

Belum lagi setiap rumah (pemukiman) minim sekali jumlahnya yang membuat kolam serapan air, dikarenakan hampir semua rumah khususnya yang berada di area perkotaan, mayoritas tanah dirumahnya yang tersedia hanya digunakan untuk bangunan yang dilapisi oleh semen sehingga air tersebut tidak dapat terserap ke tanah dengan opetimal. sehingga air tersebut hanya terbuang ke saluran air. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap manajemen sumber daya air minimal yang terdapat dalam area rumahnya, sehingga seakan akan terkesan "membuang" air ketika musim penghujan dan kesulitan air pada saat musim kemarau. 

Mayoritas air terbuang ke saluran air berupa got, sungai dan kali yang akhirnya bermuara ke laut sehingga terjadi pencemaran di laut dan merusak ekosistem hayati yang terdapat di laut. Bahkan tidak sedikit pula kejadian kebanjiran pada beberapa daerah, membuktikan bahwa memang sisa ruang wilayah yang tidak digunakan untuk pemukiman tidak siap untuk menampung debit air yang bergitu banyak sehingga harus meluap ke daratan dan dikarenakan juga karena penurunan lahan sehingga membuat air yang terdapat pada kali dan sungai meluap ke daratan dan terbuang percuma. 

Minimnya kolam retensi untuk tempat penampungan air hujan, air dari dataran tinggi (seperti gunung) sehingga air tawar tersebut terbuang percuma ke laut, bahkan pada saat tertentu daerah yang berada pada tepi pulau seperti di daerah Pantai Utara (pantura) pulau jawa tidak jarang terjadi musibah rob. Dikarenakan air laut tersebut mengalami ombak pasang sehingga air laut (air asin) tersebut naik ke daratan. 

Belum lagi kegunaan air yang digunakan untuk sektor pertanian, perkebunan serta untuk lingkungan dan ekologi. Penggunaan bagi lingkungan dan ekologi secara eksplisit juga sangat kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untuk lingkungan dan ekologi meliputi lahan basah buatan, danau buatan yang ditujukan untuk habitat alam liar, konservasi satwa ikan, dan pelepasan air dari reservoir untuk membantu ikan bertelur. Seperti penggunaan untuk rekreasi, penggunaan untuk lingkungan dan ekologi juga termasuk penggunaan non konsumtif, namun juga mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. 

Sebenarnya Pemerintah Pusat dan Daerah telah berupaya untuk membuat embung air di beberapa titik berupa waduk dan danau buatan yang digunakan sebagai sumber air untuk masyarakat dan sektor pertanian. Bahkan ada juga Pembangkit tenaga Listrik yang tersumber dari air yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Akan tetapi pembangunan infrakstruktur terrsebut tidak SEMASIF seperti pembangunan infrastruktur jalan dan lain lain. Kecenderungan pembangunan untuk mem back up perusahaan besar (kapitalis) memang baik akan tetapi pembangunan infrastruktur untuk ketahanan air, pangan dan energi terbarukan harus di prioritaskan setelah itu baru pembangunan Sumber Daya Manusianya.

Lalu saya mencoba untuk mencari artikel untuk alternatif cara untuk bagaimana cara untuk dapat memenuhi ketersediaan air yang digunakan untuk masyarakat banyak. Dari beerapa artikel tersebut, saya temukan solusinya berupa pembuatan tandon atau kolam khusus air hujan. Dimana dari air hujan tersebut akan diolah menjadi air bersih dan layak konsumsi untuk masyarakat. 

Dikarenakan air tawar yang terdapat pada sungai dan kali sudah tercemar oleh bahan kimia dan bakteri serta semakin tergerusnya pasokan air dalam tanah (artetis) sehingga menimbulkan ide bagaiman cara menampung air hujan dalam volume yang banyak dan dibuatkan mesin atau alat untuk pengolahan dan pembersihan dari bakteri yang terkandung dalam air. Akan tetapi kendala penampungan air hujan ini membutuhkan lahan atau tempat penampungan air hujan yang besar sehingga ide penampungan air hujan ini hanya dapat dilakukan didaerah yang memiliki lahan kosong yang luas. Sebenarnya hal ini sudah dijalankan di komunitas sungai di daerah Sleman, Yogyakarta. Akan tetapi saya kurang mengetahui secara teknisnya. 

Sebenarnya, hal ini dapat saya "gali" lebih dalam lagi melalui kajian dari penelitian yang tersebar di dunia maya akan tetapi karena keterbatasan waktu saya dikarenakan saya memiliki pekerjaan lain sehingga bahan yang saya dapatkan masih minim sekali. 

Harapan saya, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, berupaya membangun infrastruktur untuk ketahanan air tersebut mengingat volume air yang terkandung dalam bumi terus tergerus dan digunakan oleh masyarakat. Seperti memperbanyak lahan untuk serapan air pada saat terjadi musim penghujan terutama di daerah perkotaan yang padat daerah pemukiman. Pembangunan embung air di beberapa titik akan menjadi pori pori untuk serapan air. Tidak hanya membangun infrastrukturnya saja akan tetapi mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) nya untuk diberikan keterampilan dan wawasan terkait Manajemen Sumber Daya Air (SDA). Hal ini harus dituangkan dalam sebuah regulasi terkait ketahanan air, pangan dan energi terbarukan yang layak dan dan terjangkau harganya (diusahakan untuk air dapat digunakan secara gratis) oleh masyarakat sesuai yang diamanahkan pada Pasal 33 Undang - Undang Dasar 1945. Setelah dibuat regulasinya, maka tugas Pemerintah Pusat dan Daerah selanjutnya adalah membuat Rencana Aksi Jangka Menengah dan Panjang terkait ketahanan air, pangan dan energi terbarukan tersebut. Setelah itu Pemerintah Pusat dan Daerah harus menjalankan program tersebut. Sebenarnya sudah banyak kajian terkait ketahanan air, pangan dan energi terbarukan tersebut, tinggal sejauh mana "Good Will" Pemerintah dan para Pejabat pengampunya untuk berani mengambil keputusan dan menjalankan program tersebut dengan mengenyampingkan kepentingan "pengusaha" nakal atau kontrak politik apapun.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Global Canopy pun disebutkan bahwa untuk melakukan ketahanan pangan, air dan energi maka diperlukan Hutan. Dari hutan ini merupakan sumber produksi untuk pangan, air dan energi. Pemulihan hutan di aliran sungai pun merupakan upaya untuk mempertahankan produksi air sehingga pasokan air pun dapat bertambah secara alami. Dari air pun dapat digunakan untuk ketahanan pangan dan energi. 

Dimana dari air tersebut, dapat digunakan untuk mengairi wilayah pertanian dan perkebunan serta untuk penyimpanan air dalam tanah. Untuk ketahanan energi, air dapat digunakan sebagai sumber pembangkit listrik berupa PLTA dan menghasilkan energi panas bumi (geothermal) yang akan diambil uap panas bumi dan dikelola menjadi cairan (liquid) untuk bahan bakar dan digunakan untuk pembangkit listrik berbasis panas bumi .

Untuk memperjelas gambaran tentang konsep ketahanan pangan, air dan energi tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Jasa ekosistem hutan mendukung ketahanan air, energi dan pangan. Diadaptasi dari Millenium Ecosystem Assessment, 200518 19 20 Sumber : Global Canopy Programme
Gambar 1. Jasa ekosistem hutan mendukung ketahanan air, energi dan pangan. Diadaptasi dari Millenium Ecosystem Assessment, 200518 19 20 Sumber : Global Canopy Programme
Gambar 2. Interaksi kunci antara tujuan air, energi, dan pangan dalam rencana pembangunan yang ada Sumber : Global Canopy Programme
Gambar 2. Interaksi kunci antara tujuan air, energi, dan pangan dalam rencana pembangunan yang ada Sumber : Global Canopy Programme
Dari kedua gambar tersebut sudah jelas, salah satu solusi untuk mempertahankan air layak pakai dan konsumsi untuk mahluk hidup terutama manusia adalah pelestarian HUTAN. Dimana dari hutan tersebut merupakan wadah untuk semua mahluk hidup dan sumber kehidupan bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Untuk lebih memperjelas artikel tentang ketahanan pangan, air dan energi, mungkin berkenan untuk membaca penelitian tersebut yang dapat diakses melalui link di bawah (Label). 

Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih bagi para pembaca yang berkenan memberikan komentar dan sharing informasi dan wawasan lainnya terkait artikel saya ini. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua dalam penggunaan air dan makanan dengan bijak dan lebih memikirkan lingkungan sekitar dampak dari pemenuhan kebutuhan kita. Terutama pelestarian lingkungan area perhutanan agar tetap terjaga ekosistemnya demi keberlangsungan kehidupan mahluk hidup dan manusia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun