Dibelakang rumah, kaleng bersekutu dengan hujan. Mereka rampas keheningan dan menjauhkan jiwa malam dari mahkota keheningan.
Persekutuan itu hadirkan teror sepanjang waktu. Redupkan nyali muda. Kacaukan imaginasi matang.Â
Setiap tetes hujan jadi hentakan mengerikan di pintu telinga yang tergagap menahan marah. Tapi ia tak ingin berjuang sendiri. Diam-diam dikekangnya jantung yang ingin pergi jauh. Telinga tak pernah tahu, bagi jantung setiap bunyi ketukan adalah pertaruhan hidup atau matinya detak nadi.
Dibelakang rumah, kaleng cukup menelungkup dan  hujan menumpah sampai pergantian musim. Lewat telinga lelah, kematian jantung hanya masalah waktu.
--DenisSagala--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H