Masyarakat Ekonomi Asean sudah menunggu detik-detik pembukaannya, ekspansi perusahaan-perusahaan dan ekonomi asing, menyerbu Sumber Daya Alam dan Pasar dalam negeri, tinggal menunggu keberangkatannya. Masayarakat Indonesia yang sebagian besar berada di garis kemiskinan dan ketertinggalan pengetahuan dan penguasaan teknologi, tanpa sadar sedang diintai oleh kekuatan-kekuatan ekonomi multinasional yang akan mengeksploitasi mereka beserta sumber daya Alam yang mereka punya. Namun disisi lain, peluan untuk menumbuhkembangkan perekonomian di seluruh Indonesia sedang terbuka lebar. Semua bergantung pada pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Di tengah kewas-wasan sekaligus optimisme melihat peluang pada Masyarakat Ekonomu Asean (MEA), ada sekelompok masayarakat adat di sumatera bagian selatan yang menarik untuk dikaji: masyarakat suku semende. Suku semende adalah suku melayu yang berasal dari Sumatra Selatan dan tersebar di seluruh Sumatera bagian selatan, mulai dari sum-sel, Lampung, hingga Bengkulu. Populasi masyarakat suku ini berdasarkan sensus 2011 sekitar 490.000 jiwa di sumsel, sementara di Lampung dan bengkulu belum diketahui secara pasti, diperkirakan separuh dari populasi di sumsel atau sekitar 240.000 jiwa. Suku semende seratus persen adalah pemeluk kuat agama islam. Sementara pekerjaan sebagaian besar msayarakat berada di sektor pertanian, seperti kopi, padi, kakao, dan sayuran, Sedikit sekali yang bekerja di sektor dagang dan jasa.
Masayarakatsuku semende adalah salah satu masayarakat adat yang mau tidak mau akan berhadapan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sebagai bagian dari masayarakat Indonesia, masayarakat suku semende berpluang besar untuk bekerja dan melakukan investasi di luar negeri, sebaliknya, perusahaan-perusahaan asing akan membidik SDM dan pasar Indonesia, tidak terkecuali wlaiayah Sumatera bagian selatan. Dampak yang akan dihadapi langsung oleh masayakat ini adalah meningkatnya persaingan untuk mendapatkan kesempatan kerja. Masyarakat semende tidak hanya bersaing dengan masyarakat lokal, tetapi juga akan bersaing dengan tenaga-tenaga luar negeri. Misalnya, sebuah perusahaan asing didirikan di Muara Enim bergerak dibidang pertukangan. Pemerintah Indonesia mengharuskan perusahaan tersebut merekrut pekerja dari daerah atau penduduk pribumi. Namun perusahaan pun meminta syarat, pekerja yang direkrut harus memenuhi kriteria yang dibutuhkan atau memiliki kemampuan pertukangan profesional yang dibuktikan dengan srtifikat tukang profesional atau ijazah sekolah pertukangan. Sementara Penduduk Pribumi, dalam hal ini masyarakat semende, tidak memenuhi kualifikasi tersebut, maka perusahaan mendatangkan pekerja dari negaranya. Daya saing semacam ini dapat berlaku untuk semua bidang.
Jika kita melihat daya saing yang diserahkan kepada pasar, masyarakat adat semende dapat dikatakan secara skill dan kemampuan bersaing dibidang dagang dan jasa masih membutuhkan waktu yang panjang untuk memenangkan persaingan. Dari segi pertanian, suku semende masih menggunakan peralatan-peralatan seadanya, dan baru sebatas menanam, memanen, dan menjual hasil panen. Di sektor pertanian dalam hal ini suku semende sebagaian besar belum mampu mengolah hasil pertanian baik dalam pengklasifikasian kualitas dan packing produk, atau memproduksi barang setengah jadi. Oleh sebab itu, masyarakat adat semende masih perlu kerja keras untuk memenangkan persaingan.
Masayarakat Semende Melihat Peluang Dalam MEA
MEA atau pasar bebas ASEAN mengandung berbagai peluang yang dapat dijadikan momentum kebangkitan. Masayarakat Semende harus membuka mata bukan sekedar untuk menjawab tantangan kelompok masayarakat adat, tetapi lebih dari itu, menawarkan solusi-solusi atas permasalahan msayarakat yang lebih luas, masayarakat Indonesia dan masayarakat global. Untuk memenuhi hal tersebut, dibutuhkan tenaga-tenaga ahli dibidangnya masing-masing, para pakar, dan profesional-profesional muda. Bonus Demografi yang hari didapat oleh bangsa Indonesia, di mana dalam seratus tahun sekali, sebuah bangsa akan didominasi oleh kaum muda yang di masa akan datang akan menjadi tenaga-tenaga produktif untuk membangun masayarakat, juga didapat oleh masayarakat semende. Hari ini kita dapat melihat bahwa populasi masayarakat semende sebagian besar adalah golongan muda. Golongan tersebut di masa-masa yang akan datang, akan menjadi tenaga-tenaga produtif, angkatan kerja, sekaligus pengganti bagi golongan tua yang sekarang. Maka masa depan kelompok masayarakat ada di tangan mereka. Lalu, pertanyaannya, apakah mereka akan menjadi pembawa perubahan yang baik, yang menciptakan kemakmuran dan peningkatan ilmu pengetahuan, atau sebaliknya, hanya sekedar menjadi tenaga kerja yang kalah bersaing, dan tidak mampu membangun generasi penerus menjadi lebih baik.
Menangkap peluang besar bagi kelompiok masayarakat Semende adalah mempersiapkan generasi muda sebaik-baiknya agar mampu membawa adat dan agama pada posisi terhormat, yang berdikari, berpendirian, dan berdaya saing tinggi. Masa depan kelompok masyarakat ini, ada di tangan pemudanya. Oleh sebab itu, sudah waktunya bagi kelompok masayarakat ini membangun generasi muda yang berpendidikan, memahami agama dan budaya, sehingga mampu membangun kaum kerabat, daerah, bangsa dan agama. Masyarakat Ekonomi Asean, selain mengancam pemuda-pemuda untuk diperbudak asing, juga menjadi peluang besar bagi kelompok masayarakat ini untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan perabadan yang lebih maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H