[caption caption="Potret Perencanaan Perkotaan Jakarta yang tidak Tertata"][/caption]
Kota, mendengar kata ini saja tiap orang pasti dapat mendefinisikan secara berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Ada yang menjabarkan kota sebagai tempat dimana manusia dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya baik kebutuhan barang maupun jasa, ada pula yang menganggap kota sebagai pusat dari pemerintahan daerah yang mana bersifat otonom dan ada pula yang mendefinisikan kota pusat aglomerasi antar budaya akibat dari adanya efek globalisasi.
Memang dari tiga penjelasan di atas tidak ada benar dan salahnya. Kota memang pada dasarnya merupakan tempat dimana sebagian manusia tinggal dengan fasilitas publik yang memadai, tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang beragam dan lain sebagainya. Namun yang menjadi pertanyaan apakah semua hal positif yang digambarkan masyarakat awam tentang kota benar-benar terwujudkan secara benar? Untuk sebagian di berbagai negara mungkin jawabannya benar. Bagaimana dengan kota-kota di Indonesia?
Seperti yang dapat kita lihat sendiri fakta di lapangan bahwa kota di Indonesia memang cenderung mengalami perkembangan, namun perkembangan tersebut kurang memperhatikan komponen-komponen yang tinggal di dalamnya. Dapat kita ambil contoh Kota Jakarta yang semakin berkembang dengan tumbuhnya gedung perkantoran mewah di sekitarnya, namun jumlah angka pengangguran justru semakin bertambah dikarenakan kurangnya jumlah lapangan pekerjaan.
Jika sebuah kota dianalogikan sebagai tubuh manusia, maka kota tersebut dapat dikatakan tidak seimbang. Layaknya tubuh manusia yang mana harus mendapatkan asupan gizi yang seimbang bagi organ tubuh di dalamnya agar tetap sehat, kota pun demikian. Dibutuhkan perencanaan yang seimbang bagi komponen-komponen kota di dalamnya agar kota tersebut menjadi kota yang sehat tanpa adanya penyakit-penyakit kota, seperti pengangguran, polusi, slum area dan lain-lain.
Terkait bagaimana cara mewujudkan kota yang seimbang, dapat dilakukan sebuah simulasi sederhana terkait penggunaan lahan di perkotaan yang dimisalkan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu permukiman, perkantoran industri dan RTH.
Simulasi pertama yaitu apabila proporsi guna lahan yang disediakan pemerintah untuk permukiman lebih besar dibanding RTH dan perkantoran. Dampak positif yang muncul yaitu  berkurangnya slum area dikarenakan masyarakat perkotaan sudah mendapatkan rumah yang layak huni. Namun dampak negatif yang timbul yaitu kurangnya area RTH hijau yang dapat menyerap air sehingga dikhawatirkan kota tersebut akan rentan terhadap bencana banjir. Selain itu kurangnya alokasi lahan untuk perkantoran industri juga dapat mengakibatkan kurangnya jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia dan mungkin masyarakat kota tersebut akan memilih untuk mencari pekerjaan hingga ke luar kota.
Simulasi yang kedua yaitu apabila proporsi guna lahan yang disediakan pemerintah difokuskan untuk penyediaan RTH berupa taman kota. Dampak positif yang nantinya dapat dipetik yaitu adanya ruang untuk rekreasi dan kontak sosial bagi masyarakat di kota tersebut. Namun dibalik itu akan muncul beberapa dampak negatif diantaranya yaitu kurangnya lahan untuk permukiman dan perkantoran industri, sehingga masyarakat dikhawatirkan akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan akan rumah dan pekerjaan.
Kemudian untuk simulasi yang terakhir yaitu apabila proporsi guna lahan yang disediakan pemerintah difokuskan untuk penyediaan perkantoran industri. Dampak positifnya yaitu jumlah lapangan pekerjaan di kota tentunya akan meningkat karena banyaknya bangunan industri dan perkantoran yang akan menyerap banyak tenaga kerja. Namun di sisi lain, kurangnya lahan untuk RTH dan permukiman tentu akan menimbulkan permasalahan baru, seperti kurangnya wahana untuk melakukan kontak sosial dan meningkatnya slum area dikarenakan keterbatasan lahan.
Dari tiga penjelasan simulasi di atas, mengindikasikan bahwa keseimbangan perencanaan dalam sebuah kota memang sangat perlu untuk diperhatikan. Perencanaan dalam sebuah kota haruslah memperhatikan aspek-aspek penting yang ada di kota tersebut. Pada intinya tidak ada solusi ideal terkait proporsi pembangunan dalam sebuah kota. Jadi tiap-tiap kota harus mampu menemukan dan menentukan keseimbangan-nya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H