Mohon tunggu...
Deni Yudistira
Deni Yudistira Mohon Tunggu... -

A future planner and planmaker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menilik Kembali Fenomena Arus Mudik-Balik Lebaran dari Perspektif Perencanaan Kota

24 Juli 2015   20:23 Diperbarui: 24 Juli 2015   20:23 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kemacetan Akibat Arus Mudik Lebaran"][/caption]

Bulan Ramadhan memang telah usai. Bulan dimana banyak terdapat bermacam aktivitas rutin baru yang dilaksanakan pada bulan ini dan jarang dilaksanakan pada bulan-bulan lainnya. Salah satu aktivitas yang selalu dijalankan khususnya bagi masyarakat Indonesia menjelang akhir Bulan Ramadhan yaitu kegiatan mudik Lebaran.

Kegiatan ini merupakan salah satu agenda rutin yang wajib dilakukan, khususnya bagi masyarakat Indonesia yang bekerja merantau jauh dari tempat tinggal asalnya, sehingga momen Lebaran merupakan momen yang tepat bagi para perantau untuk kembali pulang dan berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara. Memang dari tahun ke tahun jumlah pemudik yang ada di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Berdasarkan data yang dilansir dari Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, jumlah pemudik dari Jakarta pada tahun 2015 ini mencapai jumlah 6.532.403 orang, sementara untuk jumlah pemudik tahun lalu  berjumlah 5.750.854 orang. Selain itu dari data yang diperoleh, diperkirakan jumlah pemudik di seluruh Indonesia mencapai 20 juta orang pada tahun ini, meningkat dibanding tahun 2014 sebanyak 19 juta orang.

Dari penjelasan data tersebut, tentunya dapat dianalisis bahwa jumlah pemudik diprediksi akan selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Salah satu faktor penyebabnya yaitu semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang merantau dari desa tempat tinggalnya menuju ke kota besar. Selain itu para pemudik yang pulang kampung dengan membawa hasil kesuksesannya tentunya akan menjadi daya magnet tersendiri bagi sanak saudara maupun tetangga masyarakat yang tinggal di desa, sehingga memancing mereka untuk pergi ke kota besar dengan harapan dapat memperbaiki kualitas hidup dan kesejahteraanya.

Fenomena Arus Mudik Lebaran Dalam Perspektif Perencanaan Kota

Fenomena mudik merupakan salah satu fenomena yang cukup menarik apabila ditelaah lebih dalam, salah satunya dalam sudut pandang perencanaan kota. Fenomena arus mudik dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif nya yaitu para pemudik yang pulang kampung ke tempat asal dapat bertemu dan bersilaturahim dengan keluarga dan sanak saudara. Namun terdapat dampak negatif yang menyertainya yaitu semakin banyaknya masyarakat yang tinggal di desa untuk kemudian memutuskan merantau mencari nafkah di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang dan kota besar lainnya di Indonesia. Harapan mereka yaitu agar dapat mengikuti jejak rekan atau pun saudaranya yang sudah lebih dulu meraih sukses di kota besar.

Namun kenyataannya, justru sering berbanding terbalik dengan harapan yang ada, mereka yang merantau kurang memiliki bekal pengalaman yang cukup sehingga akan merasa bingung apa yang akan dilakukannya nanti di kota, karena mereka mayoritas hanya bermodalkan harapan dan motivasi saja tanpa adanya bekal pengalaman kerja yang cukup. Sehingga nantinya yang akan terjadi, para pendatang baru tersebut justru akan semakin menambah beban bagi kota tujuan seperti Jakarta, Surabaya dan lain sebagainya. Pada akhirnya mereka yang gagal merantau di kota akan menimbulkan permasalahan baru baik masalah sosial maupun masalah lingkungan bagi kota tujuan diantaranya yaitu semakin banyak muncul permukiman kumuh (Slum Area), disparitas atau kesenjangan sosial yang semakin tinggi yang dapat memicu peningkatan angka kriminalitas dan masalah-masalah lainnya.

Disamping itu, bagi daerah yang ditinggalkan dikhawatirkan akan mengalami keterhambatan dalam pertumbuhan daerah tersebut dikarenakan semakin berkurangnya jumlah masyarakat yang bekerja karena mereka memilih untuk pergi mengadu nasib ke kota besar, sehingga impact atau pengaruh kedepannya yaitu daerah yang ditinggalkan tersebut sulit untuk berkembang.

Jadi kesimpulannya bahwa fenomena mudik-balik merupakan fenomena yang berlangsung setahun sekali dan jumlahnya akan selalu bertambah dikarenakan semakin banyaknya jumlah perantau memilih untuk mengadu nasib mengikuti rekan, tetangga maupun saudaranya ke kota. Disitu yang perlu dipahami bahwa tidak selamanya di kota membawa kesuksesan dan kesejahteraan bagi para pendatang barunya. Perlu adanya perhatian dari pemerintah agar daerah –daerah yang masih tertinggal diberi bantuan dan pembinaan agar masyarakat yang tinggal di daerah tersebut tidak tertarik untuk pergi ke kota besar dan lebih berperan dalam pertumbuhan daerah asalnya tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun