Mohon tunggu...
Deni Wahyudi Kurniawan
Deni Wahyudi Kurniawan Mohon Tunggu... lainnya -

Aktifis pemerhati isu-siu sosial. berminat pada isu kepemudaan dan remaja serta masalah rokok. Garut, Muhammadiyah, UIN, Islam. lebih lanjut bisa di cek di www.deniwk.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dawn of The Planet of The Apes: Kisah Monyet yang Juga Manusia

29 Januari 2015   21:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:08 2651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422515595251160808


“Ape doesn’t kill Ape”
Caesar
Kata-kata inilah yang menjadi jiwa dari film Dawn of the Planet of the Apes yang merupakan salah satu dari film trilogi Planet of The Apes. Film ini mengisahkan awal mula monyet dapat menguasai peradaban di dunia dan melakukan pemberontakan karena keyakinan bisa hidup lebih baik daripada manusia. Di awal film diceritakan bahwa peradaban manusia nyaris punah karena serangan wabah penyakit yang bernama Simian Flu. Wabah penyakit yang ditularkan oleh monyet dan belum ada penawarnya ini telah menyebar ke seantero dunia dan menyebabkan sebagian besar populasi manusia meninggal. Sementara itu populasi monyet dapat bertahan dan jumlahnya semakin bertambah.
Tokoh utama dan pemimpin “gerakan revolusi kemerdekaan monyet” ini adalah seorang monyet yang sangat pintar bernama Caesar. Sang Monyet memiliki kecerdasaan rata-rata diantara monyet lainnya karena ia bisa berbicara dan dapat berjalan dengan tegak. Caesar pernah hidup dengan manusia dan memiliki kenangan dan perspektif yang baik tentang manusia. Pada awalnya dia adalah binatang piaraan seorang dokter peneliti di sebuah lab di New York. Doktrin yang diyakini oleh Caesar adalah bahwa Monyet bisa membangun peradaban lebih baik dari manusia dan tidak akan pernah rela dan kejam untuk membunuh jenisnya sendiri. Secara bertahap Caesar memimpin kawanannya untuk mengembangkan peradaban di hutan yang bersebalahan dengan kota New York. Selama kurang lebih 10 tahun Caesar dan kawanannya hidup di hutan New York tidak sekalipun ia menjumpai manusia. Seakan-akan manusia sudah hilang dan punah dari muka bumi.
Namun konflik terjadi saat ketenangan peradaban baru monyet ini terusik. Sekelompok manusia mencoba masuk ke wilayah mereka dan menembak seekor monyet remaja. Kelompok manusia ini adalah bagian kecil dari penduduk New York yang masih bertahan karena mendapatkan vaksin kekebalan dari simian flu dan mencari sumber energi di bendungan di hutan tersebut. Dari peristiwa ini kemudian konflik antara Manusia vs Monyet semakin runcing dan berujung kepada peperangan yang tidak bisa dihindari.
Adalah Koba, seekor monyet yang bengis yang kepintarannya hampir mendekati Caesar dan merupakan sayap keras dari kawanan kelompok monyet ini. Koba adalah korban eksperimen ilmiah manusia dengan segala kekejamannya. Trauma yang dimiliki Koba terhadap perlakukan manusia membuatnya melihat manusia sebagai musuh dan ancaman peradaban monyet yang sedang mereka bangun. Manusia harus dimusnahkan selagi lemah supaya mereka tidak melakukan penindasan seperti yang dilakukan sebelumnya.
Kekerasan adalah sumber Perang
Film ini menggambarkan dengan detail bahwa sumber utama konflik adalah keinginan untuk menguasai dan ketidakmampuan untuk berbagi dengan sesama. Baik di kelompok manusia ataupun di kawanan monyet terdapat mereka yang ingin kedamaian dan kehidupan yang tenang untuk melanjutkan pembangunan peradaban. Namun selalu ada kelompok yang ingin menimbulkan huru-hara dan sama sekali tidak berpikir panjang. Kelompok ini berpikir sangat egois dan hanya memikirkan kepentingan sendiri diatas kepentingan orang banyak. Bahkan untuk mencapai keinginannya sendiri ia dengan kejam rela mengorbankan bangsa/jenisnya sendiri.
Dan dalam hal itu film ini ingin menunjukkan bahwa dalam beberapa hal Manusia dan Monyet tidak ada bedanya. Monyet dan Manusia adalah binatang dengan kecerdasan berbeda namun dengan potensi kekerasan yang sama.
Dan satu faktor lagi siapapun yang diberikan kepintaran dan kecerdasan selayaknya digunakan untuk membangun sesuatu bukan untuk mendikte dan mengambil keuntungan dari yang lain. Binatang yang diberikan kepintaran akan menguasai binatang yang lainnya. Sumber bencana adalah hasrat untuk berkuasa, pengkhianatan dan ketamakan. Dan pada akhirnya Kedamaian-lah yang akan dikorbankan.
Mungkin akan ada yang berpikir bahwa film ini secara tidak langsung akan dianggap mendukung tesis yang mengatakan bahwa manusia berasal dari monyet. Namun bagi saya agak jauh kalo ditarik kesana, setidaknya tidak di sequel film yang ini. Paling tidak sebagai sebuah hiburan film ini menawarkan sebuah cara untuk melakukan refleksi terhadap kualitas kemanusiaan kita. Apakah manusia bisa mengalahkan ego binatang dalam dirinya untuk tidak melakukan eksploitasi dan menjaga kedamaian di dunia ini? Ataukah kita akan dikalahkan oleh spesies lain yang mau belajar dan memiliki kelebihan fisik? Ah tonton aja filmnya ye…


gambar dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun