Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan asisten rumah tangga (ART) terhadap dua anak majikannya di Bandung telah mengejutkan masyarakat. Ini adalah kasus yang jarang terjadi, di mana orang yang dipercayakan untuk menjaga anak-anak malah diduga melakukan pelanggaran terhadap mereka. Kasus ini menyentuh berbagai aspek kehidupan sosial dan perlindungan anak, yang harus menjadi perhatian utama masyarakat.
Seorang asisten rumah tangga (ART) di Kota Bandung diduga mencabuli dua anak majikannya. Polisi turun tangan mengusut kasus tersebut. Aksi pencabulan ini dilakukan pria berinisial AF (44) terhadap dua anak berjenis kelamin laki-laki, berusia 11 tahun dan 7 tahun. Saat ini pelaku sudah diamankan di Mapolrestabes Bandung, untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Anaknya bercerita ke orang tuanya bahwa yang bersangkutan menerima perlakuan yaitu berupa dipeluk kemudian dipegang kemaluannya," kata Siska kepada wartawan di Mapolrestabes Bandung, Selasa (3/9/2024). Siska menyebut, masih dari pengakuan korban kepada ibunya, aksi cabul itu dilakukan lebih dari satu kali. "Kejadian terakhir pada, Jumat 23 Agustus 2024. Terlapor melakukan perbuatan itu kurang lebih sudah sebanyak 5 kali," sebutnya. "Ancaman hukumannya yaitu 5 tahun dengan paling lama adalah 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar," pungkasnya.Â
Pertama, kasus ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam memilih dan mempekerjakan ART, terutama ketika mereka akan bertanggung jawab atas perawatan anak-anak. Di Indonesia, banyak keluarga bergantung pada ART untuk membantu pekerjaan rumah tangga dan merawat anak-anak, terutama di tengah tekanan kehidupan perkotaan. Namun, kepercayaan yang diberikan kepada ART tidak boleh membutakan majikan terhadap potensi risiko yang mungkin muncul. Verifikasi latar belakang, pengawasan yang cukup, dan evaluasi berkala harus menjadi bagian dari proses perekrutan ART.
Selain itu, kasus ini menggarisbawahi perlunya pendidikan dan kesadaran yang lebih tinggi terkait hak-hak anak dan bagaimana melindungi mereka dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Keluarga dan masyarakat harus lebih peka terhadap tanda-tanda yang mungkin menunjukkan adanya pelanggaran terhadap anak, serta memberikan pendidikan seks yang tepat sejak dini agar anak-anak bisa melindungi diri mereka sendiri. Pemerintah juga perlu mengambil peran yang lebih proaktif dalam mengatasi kasus-kasus seperti ini. Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia sudah memberikan landasan hukum yang cukup kuat, namun penegakan hukumnya harus lebih tegas. Hukum tidak hanya perlu memberikan keadilan bagi korban, tetapi juga memberikan efek jera bagi pelaku. Pengawasan terhadap pekerja domestik juga harus lebih diperketat, misalnya dengan melibatkan instansi terkait dalam proses perekrutan dan pelatihan mereka, terutama ketika mereka akan berinteraksi langsung dengan anak-anak.
Lebih dari itu, kasus ini juga menggugah kesadaran bahwa kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa saja, bahkan oleh orang yang dianggap paling dekat dan dipercaya oleh keluarga. Ini adalah pelajaran bagi kita semua untuk selalu waspada dan memberikan perhatian ekstra terhadap kesejahteraan dan keamanan anak-anak kita. Dalam hal ini, dukungan kepada korban, baik secara fisik maupun mental, sangat penting. Anak-anak yang menjadi korban pencabulan akan membutuhkan pendampingan psikologis jangka panjang untuk memulihkan diri dari trauma yang mereka alami. Keluarga juga harus diberikan bimbingan agar bisa mendukung anak-anak mereka dengan cara yang benar.
Terakhir, ini adalah momen bagi kita semua untuk merenungkan pentingnya menjaga integritas rumah tangga dan keamanan keluarga. Kejahatan terhadap anak, terutama oleh orang yang dipercayai, harus menjadi alarm keras bagi masyarakat untuk tidak menutup mata terhadap potensi ancaman yang ada di sekitar kita. Keamanan dan kesejahteraan anak-anak harus selalu menjadi prioritas utama dalam setiap keputusan yang diambil oleh keluarga maupun masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H