Mohon tunggu...
Deni Sugandi
Deni Sugandi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, pemandu geowisata, fotografer

Aktif di profesi fotografi kebumian, editor fotografi untuk penerbitan beberapa publikasi Badan Geologi KESDM. Mengelola tour dan workshop fotografi di geotrip.asia. Bisa dihubungi melalui: contact@denisugandi.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tersanjung di Gunung Sungging

29 Agustus 2016   08:46 Diperbarui: 31 Agustus 2016   03:17 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Goa yang terletak dilingkar perkebunan dan pesawahan warga, hanya bisa diakses melalui jalan setapak jalan desa dan berbatu. Dari area parkir kendaraan dilanjutkan berjalan kaki mengikuti paving block yang telah disusun warga, sebagai upaya memudahkan pengunjung. Di ujung gang dilanjutkan menelusuri pematang sawah, yang mengantarkan jalan setapak berakhir ke mulut gua. Dari kenampakan bukit tersebut seperti halnya bentuk alam biasa, bukit yang tertutupi vegetasi dan pohon hutan, dan sebagian terbuka karena digali untuk menjadi bahan tambang batu bata disebut bata cadas. Batupasir tuf tersebut dimanfaatkan menjadi bahan baku konstruksi bangunan, dengan cara dipotong-potong menggunakan gergaji tanpa proses pembakaran. Berbeda dengan bahan dasar tanah liat, disebut bata merah atau dari pasir kwarsa yang harus dicetak dan dikeringkan.

Lebar mulut gua kurang lebih lima meter menghadap ke arah tenggara, dan tinggi dua meter. Sawah di bagian depan gua sebagian tanahnya dimiliki keluarga bapak Usup, sebagai tanah warisan dari kakeknya. Kepemilikan inilah menjadi haknya memanfaatkan muka gua sebagai usaha wisata, sedangkan gua itu sendiri berdiri di atas tanah milik desa. Menurut sesepuh kampung, awalnya gua tersebut hanya dimanfatkan menjadi tempat burung walet besarang, namun seiring waktu burung tersebut hilang tidak kembali, kemungkinan lingkungan sekitarnya telah berubah menjadi lahan pertanian. Kira-kira awal tahun 70-an gua tersebut sering dikunjungi para pesugih, yang mengadu nasibnya menjadi lebih baik. Terlihat dari altar yang dibangun menyerupai meja, di bagian dalam gua untuk menyimpan sesaji. Itu dulu, tetapi sekarang telah berganti menjadi lokasi tujuan wisata umum. Ki kamal salah seorang sesepuh desa pernah menuturkan, gua ini pernah menjadi tempat pelarian para gerobolan para pengikut partai politik yang dilarang pemerintah tahun 65-an.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun