Kesehatan yakni adalah kunci utama manusia dalam melakukan aktivitas hidupnya. Akan tetepi seseorang tidak akan selalu memiliki tubuh yang sempurna, kuat dan sehat. Seiringnya bertambah usia, maanusia dapat mengalami penurunan fungsi tubuhnya biasanya akan mengalami penurunan pada usia lanjut. Pada usia rentang atau lansia sangat banyak yang mengalami keluhan pada kesehatannya. Jumlah populasi lansia yang mengalami keluhan kesehatan meningkat menjadi 48,39% dan pada lansia muda akan kembali menjadi 57,65%. Dan jumlah terbanyak pada lansia yaitu 64,01%. Lansia dapat dikaitkan dengan berbagai perubahan yang diakibatkan oleh proses penuaan seseorang tersebut, perubahan yang dialami yakni perubahan anatomi/fisiologi ataupun suatu kondisi patologi karena penuaan. Salah satu perubahan penyakit ataupun fisik yang dialami oleh lansia yaitu peningkatan tekanan darah atau Hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik maupun diastol. Seseorang yang mengalami tekanan darah tinggi akan mempengaruhi fungsi tubunya. Hampir 25% populasi yang mengalami hipertensi pada orang dewasa sampai dengan lansia.
Menurut WHO tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas dapat di klasifikasikan sebagai penderita Hipertensi tingkat Ringan dan apabila dikatagorikan tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastolnya 90-99 mmHg. Apabila dikatagorikan Hipertensi sedang jika angka sistoliknya lebih dari 160-179 mmHg dan diastolnya lebih dari 100-110 mmHg. Sedangkan dikatagorikan Hipertensi Berat jika sistoliknya lenih dari 180 mmHg dan diastolnya lebih dari 110 mmHg. Pada penderita Hipertensi dapat mengalami masalah stres psikososialnya. Stres psikososial dapat di artikan sebagai tekanan mental pada kehidupannya.
Pada penderita Hipertensi akan berdaampak pada seseorang yang mengalami pikiran stress, perasaan takut ataupun cemas pada keadaan tersebut akan mempengaruhi jika dilakukan pemeriksaan tekanan darah sewaktu dapat meningkat. Keadaan stress yang terus menerus dapat mempengaruhi pola tidurnya, karena pada saat stress tubuh akan mengalami peningkatan hormon kortisol, pada hormon tersebut dapat di produksi oleh kelenjar adrenal yang  berfungsi sebagai mengontrol tekanan darah dan sistem kekebalan tubuh ataupun emosionalnya. Pada hormon kortisol dapat membetuk energi dan dapat melawan tubuh dari infeksi, jika hormon kortisol tinggi maka akan menyebabkan gangguan tidur pada penderita karena menghambat melatonin. Pada penderita Hipertensi akan mengalami kualitas tidur yang menurun dapat mempengaruhi tekanan darah dapat mengalami resiko kardiovaskular, dan dapat memperburuk kerja jantung (Yanti, Rahayuningrum 2019)
Hipertensi merupakan tantangan kesehatan global karena prevalensinya yang tinggi. Berdasarkan data Riskesdas 2018, Populasi hipertensi terukur pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%) dan terendah di Papua (22,2%). Hipertensi paling sering terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), 45-54 tahun (45,3%), 55-64 tahun (55,2%). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 839 juta kasus tekanan darah tinggi pada tahun 2017. Diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,15 miliar, atau sekitar 29 persen populasi dunia, dengan wanita (30 persen) lebih banyak dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi dapat terjadi terutama di negara- negara berkembang (Triyanto, 2018).
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan selama satu dekade terakhir, populasi hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Hipertensi meningkatkan kematian terkait penyakit tidak menular (PTM) yang meningkat dari 41,7% menjadi 60%. Sebuah studi baru-baru ini di Indonesia menunjukkan bahwa PTM mendominasi 10 besar penyebab kematian di semua kelompok umur, dengan stroke, komplikasi hipertensi, menjadi penyebab utama kematian. Ketika wanita memiliki tekanan darah sedikit lebih tinggi daripada pria. Prevalensi hipertensi merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan di Indonesia karena menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas serta mahalnya biaya pengobatan yang harus dilakukan selama hidup, sehingga berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi nasional (Kesehatan, 2018)
Upaya yang dapat di lakukan penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara non farmakologi dan farmakologi. Terapi farmakologi yaitu dengan menggunakan obat anti hipertensi, dan juga untuk terapi non farmakologi dapat melakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan pijat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik pemijatan dapat menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi berat hingga sedang. Secara fisiologis, pijatan dapat memberikan efek fisik dan psikis pada tubuh . Pijat dapat memberikan efek relaksasi dengan cara merangsang pelepasan hormon endorfin di otak sehingga bekerja pada saraf simpatis dan merangsang saraf parasimpatis serta meningkatkan metabolisme otot dalam peredaran darah.
Berdasarkan penelitian (Yanti, ett all, 2018) didapatkan rata-rata tekanan darah pasien hipertensi saat masase punggung pada kelompok kasus adalah 147,50/92,00 mmHg. Rata-rata tekanan darah pada kelompok pijat kaki adalah 127,50/76,25 mmHg. Tekanan darah pada kelompok kontrol 155,12/93,88 mmHg. Hasil analisis bivariat menunjukkan pijat punggung berpengaruh terhadap sistolik p=0,000 dan diastolik p=0,001. dan rata-rata tekanan darah pada kelompok pijat kaki adalah sistolik pada p=0,001 dan diastolik pada p=0,000. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah foot massage lebih efektif dibandingkan back massage dalam kaitannya dengan nilai diastolik nilai pada pasien hipertensi.
Hasil penelitian Any Risna Andrian (2018) menggunakan uji-t sampel berpasangan. Nilai uji (p-value) dari uji-t sampel berpasangan adalah 0,001, jadi (p-value) lebih besar dari 0,05. Pada kelompok intervensi, sebagian besar pembacaan tekanan darah pra-intervensi adalah hipertensi tahap 2, dan sebagian besar pembacaan tekanan darah pasca-intervensi adalah pra-hipertensi. Terdapat perbedaan pembacaan tekanan darah antara kelompok sebelum dan sesudah pijat kaki dan punggung di Panti Wreda Surakarta.Â
 Terapi relaksasi diperlukan bagi penderita tekanan darah tinggi Pembuluh darah rileks, menyebabkan vasodilatasi ketika tekanan darah kembali normal. Memijat otot besar pada kaki dapat meningkatkan sirkulasi darah. Gerakan-gerakan ritmis masase akan memudahkan pengangkutan darah dalam arteri-arteri dan mempercepat pengiriman darah dalam pembuluh vena. Arteri-arteri merupakan pembuluh- pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung keseluruh tubuh. Vena adalah pembuluh darah balik.Â
Dengan demikian Bisa dikatakan pijat bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah di tubuh kita. Lakukan pijatan paha yang menargetkan otot gastrocnemius, yaitu otot betis, sedangkan responden tidur tengkurap. Dilakukan dengan teknik : Manipulasi Effleurage (Menggosok), Manipulasi Friction pada pergelangan kaki, manipulasi petrissage pada betis, manipulasi tapoteman pada betis dan manipulasi vibration pada betis. Kemudian melakukan masase kaki bawah bagian depan dengan teknik manipulasi efflurage pada punggung kaki dan manipulasi friction pada punggung kaki.Â
Pemberian masase punggung selama 3-5 menit dapat memberikan efek relaksasi pada tubuh, selain itu masase punggung juga dapat merangsang pengeluaran hormon endhorpin, hormone ini dapat memberikan efek tenang pada Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik pemijatan dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi berat hingga sedang. pasien dan pembuluh darah mengalami vasodilatasi, yaitu melemaskan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah.