Masih teringat kuat dibenak saya, ketika masih kecil dulu menyaksikan atraksi topeng monyet di kampung halaman. Betapa banyak teman-teman sebaya saya merasa terhibur dengan atraksi itu. Dan setelah saya dewasa (Sekarang) rupanya ada yang lebih menggelikan lagi terkait topeng monyet, yaitu memperhatikan salah satu kebijakan Joko Widodo (Jokowi) yang ngurusi hiburan turun temurun tersebut yang keberadaannya jauh dari skala prioritas bejibunya permasalahan urgent.
Konon menurut Mas Joko (Jokowi), pelarangan atraksi itu dilarang karena dianggap menyiksa binatang dan mencabik-cabik hak hidup mereka. Nah pertanyaannya…bagaimana dengan atraksi lumba-lumba yang kerap kita lihat harus meloncat masuk menerobos gelang besar yang di sekelilingnya terdapat api yang menyala. Termasuk juga atraksi hewan gemuk bernama gajah.
Di Kebun Binatang Surabaya pernah saya menyaksikan salah satu gajah diperintahkan oleh pawangnya untuk mengalungkan bunga ke salah seorang pengunjung. Awalnya sang gajah seperti enggan menuruti perintah pawangnya. Karena jengkel sang pawang langsung mencubit salah satu bagian di telinga gajah. Saya bisa menyaksikan betapa mata sang gajah ketakutan dan dengan sangat terpaksa ia mengalungkan bunga itu ke pengunjung tersebut.
Nah jika alasannya hiburan itu terdapat unsur penyiksaan dan perampasan hak binatang, mengapa hanya topeng monyet yang jadi sorotan?
Lagi-lagi Mas Joko berdalih bahwa itu juga untuk menghindari menyebarnya rabies…menggelitik juga dalih pak Gubernur, meski belum ada riset khusus yang menguatkan atas dalihnya itu. Lagi-lagi saya bertanya selama ini seberapa besarkah penderita rabies akibat dari “atraksi topeng monyet”? Dan apakah begitu sangat berbahaya sekali hingga perlu sebuah kebijakan khusus untuk mengatasi hiburan topeng monyet? Saya pikir jika sekalipun itu terjadi namun hanya dalam jumlah tertentu, lebih baik dilakukan langkah apirmatip dahulu dengan cara cek kesehatan sang monyet sebagai langkah pencegahan saja.
Yang lebih menggelitik lagi adalah statement Profesor Andrinof yang mengaitkan permasalahan itu dengan agama, yaitu pelarangan menyiksa hewan. Saya menganggapnya hal itu sebagai statement unik karena setahu saya agamapun tidak pernah mempertimbangkan dalam memilih seorang pemimpin terkecuali permasalahan besar yang diatur secara eksplisit oleh agama dan tertuang dalam kitab. Nah sepertinya alasan yang saya sebutkan di atas perlu dijawab juga oleh Mas Joko tercinta untuk mengatasi permasalahan topeng nyemot…hehe!!!
Jujur, saya tidak bermaksud berlebihan menanggapi permasalahan topeng monyet, Yang saya inginkan adalah konsistensi non double standar dalam hal apapun. Ingat Mas Joko!!!...Regulasi yang mengatur soal perlindungan satwa memang ada, tapi bukan perlindungan khusus monyet, lumba-lumba, gajah, ular, semut dan lain-lain. Jadi konsistensi kebijakan yang saya tuntut dari Mas Joko menghentikan semua penyiksaan terhadap satwa yang kerap dibalut atraksi…buka hanya topeng monyet semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H