Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Visual dan Konstruksi Makna

4 Oktober 2020   14:02 Diperbarui: 4 Oktober 2020   14:10 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
garamond | Sumber: Dok Pribadi, Presentasi Sejarah Indonesia, 2018

Tapi belakangan, siswa saya membantu mengenalkan saya pada beberapa media presentasi. Uthak-athik berhadiah, saya mencoba menggunakan prezi, canva, dan visme. Prinsipnya, tentu saja sama. Satu hal yang berubah. Semula presentasi dominasi tulisan yang kaya dengan teks tanpa mengindahkan apakah pembaca mampu melihat, memahami, dan mengerti yang disampaikan. Kini, presentasi menjadi elemen visual dan narasi yang mengindahkan aspek estetika dan mudah dibaca tentunya. 

Pengalaman yang sama pun saya dapatkan di bangku kuliah. Ketika mendapat tugas kelompok, saya mencoba mendesain materi presentasi sedemikian rupa.  Selain menampilkan tulisan, saya tambahkan cover bukunya seperti contoh di bawah ini: 

garamond | Sumber: Dok Pribadi, Presentasi Sejarah Indonesia, 2018
garamond | Sumber: Dok Pribadi, Presentasi Sejarah Indonesia, 2018
Bagi sebagian teman kuliah, presentasi di atas dirasa kurang. Sebagian berpandangan bahwa perlu penjelasan apa itu History of Java, siapa penulisnya, ringkasannya seperti apa. Tetapi, bagi dosen dan sebagian teman lain, presentasi di atas cukup membantu pemahaman karena dirasa secara estetis menarik dan terbaca dengan baik. 

Ternyata, hal itu tidak cukup. PJJ menuntut saya mencari cara bagaimana menyampaikan materi pembelajaran sehingga siswa dapat mengulang kembali penyampaian di kelas. Mulailah saya mengenal OBS, screencast-o-matic, loom, dan bandicam. Setidaknya dengan aplikasi ini, saya bisa menyampaikan presentasi, tidak hanya suara saja, tetapi saya pun terlihat. 

Untuk pertama kalinya, tentu ini tidak mudah. Namun, situasi membuat saya harus belajar pula untuk menyesuaikan diri. Belakangan, ternyata Microsoft Power Point pun memungkinkan saya mempresentasikan materi pembelajaran sekaligus menampakkan saya yang sedang menjelaskan materi tersebut. 

Menuju Literasi Visual

Badai informasi visual dan pengalaman yang saya sharingkan tadi setidaknya menjadi refleksi yang menarik. Literasi visual adalah kecakapan yang penting di era digital seperti saat ini. Kecakapan ini adalah keterampilan untuk memahami, mengapresiasi, menginterpretasi, memahami tujuan di balik penciptaan gambar sebagai simbol makna, dan mengomunikasikan gagasan melalui gambar/simbol visual secara baik dengan memperhatikan elemen bentuk, garis, sudut pandang, pewarnaan, dan pencahayaan. 

Sebagai kecakapan, elemen visual layaknya sistem tata bahasa. Ia memiliki tata bahasa tersendiri yang diwakili oleh elemen bentuk, letak dan warna. Sistem tata bahasa ini tercipta karena gambar berperan sebagai simbol yang menyampaikan makna dari kreator gambar tersebut. Gambar adalah medium komunikasi visual. (Dewayani, 2017:45-46)

Jamak terjadi, ketika menguasai bahasa tulis, gambar menjadi kecakapan mekanis yang dianggap hanya dimiliki oleh mereka yang berbakat. Gambar bukan pertama-tama keterampilan berkomunikasi melalui ekspresi kreatif, melainkan kecakapan seni. Pengalaman saya pun sama. Kemampuan menulis dapat saya pelajari melalui pelajaran di ruang formal dan non formal. 

Namun, presentasi dengan bahasa visual yang menarik, didukung gambar, diagram, dan infograsi yang tepat, saya pelajari justru dari pengalaman mengenali media yang dipakai untuk presentasi. Bahkan, saya pun diajari oleh beberapa siswa yang lebih dulu mengenali media tersebut. Saya bisa memahami kesulitan saya bahwa bahasa visual yang saya gunakan mulanya sebatas melengkapi presentasi. Dan, yang saya alami itu pun sudah menggugah kemapanan bahasa verbal dan tulisan. 

Namun, lain halnya bagi siswa. Saya meyakini bahwa siswa sangat akrab dengan media visual-digital. Siswa memiliki berbagai referensi yang berupa gambar bergerak, suara, dan pengalaman interaktif yang terintegrasi. Referensi ini tentu saja menghadirkan pengalaman keterlibatan yang mengasyikkan. Singkatnya, tidak saja aspek kognitif dan afektif, referensi ini memacu aktivitas motorik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun