Sosok si bungsu pada Lukisan Rembrandt menarik tentunya. Ia gundul, tak berkasut, kucel, dan seolah tergeletak lemas pada pelukan sang ayah. Lukas menceritakan bahwa sebenarnya ia pun sudah siap kalau-kalau nyatanya harus bekerja sebagai budak di rumah ayahnya sendiri. Tanpa jubah, tanpa cincin, tanpa sepatu, sebenarnya menjadi jelas gambaran bahwa ia telah kehilangan martabatnya sebagai anak, apalagi bicara soal haknya. Toh warisannya sudah diminta.Â
Nah, yang terjadi justru dii luar dugaan dan sangat indah tentunya. Ketika melihat si bungsu dari jauh, sang ayah berlari tergopoh-gopoh menyongsongnya. Sebelum anak itu mengucap permohonan yang telah dihafalnya dan meminta ampun atas segala tindakannya, sang ayah sudah memeluk dan menciumnya, bahkan mengenakan kembali cincin, sepatu, dan jubahnya. Dengan kata lain, martabat dan haknya sebagai anak dikembalikan.Â
Â
Warta Injil dan Warta Iman
Lukisan Rembrandt ini mengundang saya sekali lagi untuk berpikir bahwa Tuhan yang diperkenalkan Yesus tak lain sangat-sangatlah Maha Rahim. Bicara kerahiman, dari situlah lahir belas kasihan dan kemurahan hati. Dari situ pulalah lahir kehidupan baru. Maka, yang namanya pertobatan tak lagi bicara soal sesal atas salah dan dosa, tetapi undangan untuk mengalami betapa Maha Rahimnya Allah yang hadir, tergopoh-gopoh menyongsong, dan mengenakan kembali martabat kita sebagai anak-Nya.
Dengan demikian, Lukas tak ingin lagi bicara soal skema salah-hukuman dan kebaikan-pahala. Itu harus dilampaui kalau mau mengalami utuhnya pertobatan. Sesal tak ada gunanya kalau tidak benar-benar mengalami bahwa di atas sesal itu, ada ayah yang memeluk hangat dan memulihkan hak kita sebagai anak. Menariknya, Lukas menghadirkan si Sulung yang menyebut adiknya, "anakmu" itu pada sang ayah ketika ayahnya membujuk untuk masuk dan berpesta. Ia tampil sebagai tokoh yang ada di luar rumah. Tapi, ayah justru menjawab dengan menyebut "adikmu" dan mengajak si sulung masuk. Si bungsu digambarkan sebagai tokoh yang berada di dalam rumah.Â
Dua penggambaran Lukas ini seolah ingin mengatakan bahwa si bungsu ini yang kembali berada di dalam rumah adalah alasan mengapa harus berbagi kegembiraan. Lukas lagi-lagi ingin menunjukkan bahwa kedua anak ini Tuhan begitu maha besar. Ia mengasihi keduanya, tanpa mengadili dan menghukum. Dia itu pulalah yang tergopoh-gopoh mendatangi orang yang remuk redam dan tertimpa kemalangan. Dia pun tak akan ragu untuk menitikkan air mata mendengar penyesalan yang mendalam dari si anak. Dia pun tak tak mudah untuk mencibir, tapi malahan mengundang yang kaku hatinya untuk bergembira bersama bahwa ada kegembiraan yang juga bisa diberikan dengan pulangnya si bungsu, harta di dalam rumahnya yang juga pernah hilang.Â
#selamat merenung
sumber:Â
Ulasan tentang lukisan ini dapat dilihat pada laman berikut
Â