Jalan kehidupan panjang dan berkelok
Tanda bahwa diri ini masih hasil ciptaan
Dan bukanlah Sang Pencipta
Lahir dengan keringat dan darah
Dari dua insan yang menjadi satu
Melihat dunia dengan jeritan dan air mata sebagai teman
Hangat dalam pelukan tangan jasmani
Yang mampu menghentikan aliran air mataÂ
Dan jiwa pemberontak dalam diri
Menanti saatnya untuk bebas
Namun,Bola Mata tidak mampu terbuka
Bibir tidak mampu bersenandung
Daun telinga hanya mampu menguncup
Rasa sakit tidak berarti apa-apa
Inikah dunia yang dijanjikan Sang Pencipta?
Tanpa sadar, tubuh ini sudah tercabik-cabik
Bermandikan air merah bak kain kesumba
Detak Jantungpun tak lagi kudengar
Kelam dan Suram menanti didepan
Hidup atau Mati, adakah perbedaan?
Ibunda, mengapa engkau menangis?
Rasa sakitku lebih mendalam dari rasa sakitmu
Sumpah serapah yang keluar dari bibirmu
Menjadi tanda penolakan terhadap tubuh mungilku
Air mata penyesalan tiadalah berguna
Ayahanda, kemanakah engkau pergi?
Meninggalkan Ibunda seorang diri
Menutupi segala kebejatanmu
Hanya menunggu hari penghakiman tiba
Untuk menelanjangkan dirimu seutuhnya
Aku hanya ingin dilahirkan
Melihat pelangi terbentang diatas kepalaku
Meraih mimpi di Tanah Perjanjian
Bersama dengan yang kukasihi
Hingga akhirnya kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa
Kini semuanya telah terkubur
Bersama tubuh dan impian yang sudah tercabik
Ayahanda dan Ibunda yang ingin kukenal dan kasihi
Kukirimkan doaku untuk kebahagian kalian
Dari Anakmu yang ingin dilahirkan
Ps*Maaf apabila kepanjangan dan terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H