Mohon tunggu...
Densa Story
Densa Story Mohon Tunggu... Penulis - Content Creator

Seorang yang ingin belajar kreatif, melalui tulisan yang edukatif, sehingga dapat menginspirasi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Betapa Sulitnya Mendapat Pekerjaan bagi Generasi Corona

4 Februari 2021   17:19 Diperbarui: 4 Februari 2021   17:28 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pembaca yang terkasih, sudah 10 bulan lebih kita hidup di masa pandemi Corona yang tidak pernah terbayangkan akan terjadi di muka bumi ini. Pandemi yang membuat kita wajib pakai masker dan menjauhi kerumunan. Pandemi ini telah menciptakan kemajuan yang telah kita bangun selama ini menjadi ambruk seketika. Pandemi ini bukan hanya merubah gaya hidup kita yang mesti pakai masker, membersihkan tangan dan menjaga jarak saja, tapi juga memerosotkan ekonomi secara drastis, bahkan terancam akan menjadi kehancuran ekonomi bila hal itu tidak bisa diatasi.

Kemerosotan ekonomi atau yang istilah dalam perekonomian disebut dengan Resesi ini membuat banyak pekerja atau usaha dibidang tertentu menjadi porak-poranda. Pekerjanya di-PHK dan usahanya bangkrut. Gelombang PHK/dirumahkan dan kebangkrutan usaha ini menyebabkan lonjakkan jumlah pengangguran yang semakin banyak. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup bagi sebagian besar orang yang terkena dampak-dampaknya. Contohnya: Sebuah keluarga biasanya bisa makan 3 kali sehari, kini hanya bisa makan 2 kali sehari, bahkan ada yang hanya sekali atau sedapatnya uang. Ada seorang yang biasa jajan makanan ini dan itu kini jadi tidak bisa. Ada seorang yang dulunya bisa travelling kini jadi tidak bisa dilakukan karena tidak ada pendapatan untuk membiayainya.

Orang-orang yang menganggur ini sekarang sedang mencari lowongan pekerjaan baru. Tetapi banyak dari lowongan yang ada tidak cocok dengannya. Ada yang tempat kerjanya jauh dan memerlukan ongkos yang mahal, sedangkan orang itu tidak punya motor dan harus mengandalkan ojek online yang tarifnya semakin mahal karena ditambah pajak dan bagi hasil untuk operator. Mau naik angkot tidak bisa karena lokasi kerjanya tidak bisa ditempuh dengan angkot. Ada yang sudah cocok dengan jenis pekerjaannya dan telah melamar secara resmi dengan memberikan fotokopy Ijazah-Ijazah dan CV, tapi tidak diterima karena berbagai alasan.

Ada lowongan pekerjaan yang mengharuskan kerja dari jam 9 pagi sampai 11 malam di sebuah rumah makan. Ada yang mengharuskan punya motor dan bisa disuruh-suruh, kerja dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam. Belum lagi semuanya itu dengan upah yang jauh dari UMK. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi ketidakcocokkan antara kemampuan dan kebutuhan calon pekerja dengan kriteria penyedia lapangan kerja. Penyedia lapangan kerja di masa pandemi ini tidak bisa memberikan gaji yang layak dikarenakan kurangnya pendapatan. Tetapi disisi lain, pekerja berhak mendapat gaji yang layak untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Sehingga keadaan ini sungguh membuat jumlah pengangguran tidak akan berkurang.

Akhirnya calon pekerja mulai cari ide untuk berdagang, tapi dia tidak punya modal untuk berdagang, atau punya modal dari hasil kerjanya dulu tapi tidak punya ide yang tepat untuk berdagang apa. Modal yang dia miliki adalah sisa uang yang ia dapatkan dari masa sebelum pandemi Corona memerosotkan keuangannya. Sehingga bila ia nekat berdagang sesuatu tanpa pertimbangan dan keputusan yang tepat malah akan mendatangkan kerugian dan kebangkrutan bagi usahanya. Otomatis sisa uang itu bukan menjadi berlipat ganda, malah raip seketika.

Ada dua orang anak muda. Ia di-PHK dari pekerjaannya dahulu karena pandemi Corona. Lalu mereka melihat ada kios baru yang disewakan oleh seorang ibu dengan tarif 20 juta/tahun. Kios itu berada di pinggir jalan sebuah pemukiman padat penduduk. Karena keduanya adalah anak muda yang gaul, yang sering nongkrong di cafe-cafe seperti anak seumurannya, mereka pun punya ide untuk buat rumah makan Dim Sum di kios sewaan itu dari sisa tabungannya. Disewanya kios yang mahal harganya itu, si ibu pemilik kios langsung mendadak kaya raya dapat uang 20 juta di tengah resesi ini, lalu sebagian uangnya dia gunakan untuk jalan-jalan ke Bali dan berfoya-foya.

Dua orang muda itu mulai mendekor kios itu jadi cafe, membeli bangku-bangku kayu nan antik ala cafe, dan mulailah mereka jualan Dim Sum. Untuk melariskan dagangannya, mereka pakai jasa antar makanan GoFood dan GrabFood. Mereka jual 4 pcs Dim Sum dengan harganya 15 ribu. Cukup terjangkau untuk makanan sekelas Dim Sum, tapi sangat mahal untuk menjadikan Dim Sum makanan yang mengeyangkan.

Setelah beberapa bulan jualan di kios 20 juta itu, Dim Sum nya tidak laku, sekalipun sudah pakai GoFood dan GrabFood. Ternyata mereka salah jualan Dim Sum di lokasi yang tidak menguntungkan. Tidak tepat jualan makanan elit di pemukiman padat penduduk, dan tidak tepat jualan jajanan mahal dan tidak mengeyangkan di tengah Resesi Ekonomi ini. Orang lebih memilih beli makanan yang mengeyangkan dengan harga yang murah. Tetapi ada restoran Dim Sum menjual Dim Sum seharga 35 ribu/porsi kecil, dan banyak orang-orang kaya makan di situ berporsi-porsi. Orang bisa menghabiskan 500 ribu sampai 1 juta untuk sekali makan Dim Sum di restoran itu di tengah resesi ini. Entah mengapa restoran itu tetap laris, apakah menggunakan penglaris?

Balik lagi ke kisah dua orang muda penjual Dim Sum yang tak laku ini. Akhirnya dijualah meja dan bangku-bangku kayu yang mahal itu, dan membanting harga Dim Sum nya jadi 10 ribu/4 pcs namun sayangnya juga tidak laku. Akhirnya mereka hanya bisa pasrah karena kios seharga 20 juta/tahun sudah terlanjur tersewa. Mereka sudah tak punya uang lagi, sedangkan ibu penyewa kontrak kios sedang enak-enakkan liburan sambil terbahak-bahak tanpa masker di Bali.

Kami semua berharap agar Pemerintah bisa mengatasi masalah publik ini, supaya jangan semakin banyak manusia-manusia yang kualitas hidupnya semakin merosot karena tidak ada pendapatan, tidak mendapatkan pekerjaan atau wirausaha yang cocok bagi mereka. Kami juga mengharapkan agar jangan ada kebijakkan-kebijakkan pemungutan pajak baru yang justru menambah beban seluruh rakyat, terutama mereka yang sekarang sedang dilanda kemerosotan ekonomi. Bantulah mereka dengan menstabilkan harga-harga, menciptakan lapangan kerja baru yang cocok sesuai kemampuan masing-masing dengan upah yang layak, tolong agar tarif ojek online jangan Rp. 10.000 -- Rp. 13.000 untuk jarak dekat, karena hal itu sungguh memberatkan penumpang dan malah mengurangi orderan ojek online itu sendiri. Begitulah saran yang disampaikan oleh beberapa responden.

Semoga keadaan pandemi Corona dan Resesi Ekonomi ini segera pulih. Semoga Pemerintah bisa mengerem Resesi agar jangan memburuk menjadi Depresi Ekonomi yang membuat segalanya menjadi hancur. Akhir kata, semoga Tuhan memberikan kekuatan dan pertolongan-Nya yang ajaib supaya kita semua dapat berhasil dengan selamat melalui masa pencobaan yang teramat sulit ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun