Di Indonesia, menemukan batuan segar hanya dari pengamatan lapangan di permukaan bumi bisa dibilang cukup sulit. Iklim tropis membuat batuan mudah lapuk dan tertutup tanah sehingga menyulitkan identifikasi. Sungai di sini berperan sebagai penyelamat.
Aliran air sungai memiliki sifat alami mengikis material yang dilewatinya, termasuk tanah. Saat tanah terkikis, akan tersisa batuan segar yang masih kokoh. Identifikasi batuan tentunya akan jadi lebih mudah.
Inilah yang menyebabkan sebagian besar geologist lebih menyukai memulai pengamatan lapangan dari penyusuran sungai.
Kedua, sungai membentuk endapan mineral dan batuan ekonomis.
Siapa yang tidak tahu batubara. Batuan berwarna hitam tersebut punya nilai ekonomis tinggi sehingga banyak investor berbondong-bondong mendirikan usaha pertambangan di Indonesia. Salah satu daerah dengan sumber daya batubara terbesar adalah Kalimantan Timur.
Batubara tidak akan pernah ada seandainya tidak ada sungai, begitu kira-kira hubungan mereka. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang hidup jutaan tahun yang lalu. Tumbuhan-tumbuhan tersebut hidup di daerah dataran banjir sekitar sungai yang subur.Â
Satu lagi yang tidak kalah populer adalah emas, khususnya emas yang sering diperoleh dari di sungai. Dalam geologi endapan emas ini disebut sebagai endapan placer atau letakan.
Butiran halus emas yang terselip di antara bebatuan endapan sungai merupakan hasil pengikisan batuan segar yang mengandung emas. Sungai mengikis emas dan mineral-mineral penyertanya kemudian mengangkut mereka di tempat-tempat tertentu bersama material endapan lainnya.
Jadi bisa dikatakan, tanpa adanya sungai, tidak akan terbentuk berbagai macam endapan mineral dan batuan ekonomis. Tanpa endapan mineral dan batuan ekonomis, geologist tidak akan punya pekerjaan, baik dalam kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi.