Kita tentu sering mendengar betapa sulitnya para pecandu pornografi internet meninggalkan kebiasaan buruk mereka. Mereka pernah menyadari bahwa menonton konten dewasa tidak baik bagi kesehatan otak dan mental, berniat berhenti, namun malah kembali terjebak kebiasaan lama.
Dalam kasus yang lebih ringan, diantara kita mungkin ada yang kesulitan menjauhkan diri dari buang-buang waktu scrolling media sosial. Saat timbul rasa bosan, jari kembali menari di atas layar gawai, menghabiskan waktu berjam-jam untuk sesuatu yang kita anggap "hiburan".
Di sisi lain, kita juga seringkali memiliki niat untuk memulai kebiasana positif, misalnya berolahraga. Namun ketika sudah mulai dilakukan, tak jarang malah muncul rasa malas. Otot yang sakit awalnya jadi alasan. Lama kelamaan latihan kebugaran kembali ditinggalkan.
Kok rasanya aneh ya. Padahal sudah muncul tekad yang kuat untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan produktif. Bukan lebih baik, kita malah tidak maju kemana-mana, bagai tikus yang berlari di dalam roda.
Kekuatan tekad ini juga yang menjadi masalah bagi Shawn Achor, seorang penulis topik-topik psikologi positif asal Amerika. Dalam bukunya yang berjudul The Happiness Advantage, Achor skeptis tentang kekuatan tekad yang kita miliki.Â
Sekali waktu ia pernah ingin mulai belajar memainkan gitar agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Setelah mulai berlatih beberapa lama, muncul rasa malas dalam dirinya.Â
Ia kemudian sadar ia tidak bisa hanya bergantung kepada tekad semata. Tekad harus diiringi dengan usaha yang meskipun kecil namun efektif.
Ia akhirnya menemukan apa yang disebut aturan 20 detik (The 20 second rule).
Apa yang bisa dilakukan dalam waktu 20 detik?
Achor memiliki kebiasaan menonton TV terlalu lama. Menyadari ia harus mengakhirinya, ia memanfaatkan waktu yang sebentar, 20 detik, untuk menyembunyikan baterai remote televisi ke laci.
Saat hendak menonton TV ia kemudian terus menekan tombol remote. Baru ia sadar baterai remote telah dipindahkan ke tempat lain. Terlalu banyak usaha yang perlu dilakukan untuk sekedar mengambil baterai di laci. Ia lalu meninggalkan televisinya.
Ya, sesederhana itu.
Aturan 20 detik ini memanfaatkan cara kerja pikiran kita. Manusia pada umumnya akan memilih usaha yang lebih mudah ketimbang menghadapi berbagai macam halangan. Kekurangan ini justru merupakan senjata untuk menjalankan aturan 20 detik tersebut.
Waktu 20 detik yang singkat bisa dimanfaatkan untuk memberikan rintangan agar suatu kegiatan lebih sulit dilakukan.Â
Misalnya, kamu punya kebiasaan membua Instagram berjam-jam hingga larut malam. Dalam waktu 20 detik kamu bisa menjauhkan ponsel dari kasur ke atas meja.
Saat muncul keinginan untuk membuka Instagram, kita akan merasa terlalu repot untuk mengambil ponsel di atas meja. Akhirnya pikiran kita akan teralihkan untuk hal lain, tidak lagi berminat mengintip Instagram.
Bagi kamu yang sedang berjuang mengakhiri kecanduan pornografi internet, 20 detik bisa kamu manfaatkan untuk menginstal site blocker atau app blocker di gawaimu. Bisa juga kamu tambahkan password atau pengamanan ekstra lainnya. Jadi terlalu banyak rintangan untuk menonton konten porno, bukan?
Kan mudah, tinggal copot saja aplikasi blocker-nya?
Di sinilah tekad berperan penting. Tentunya tidak sulit untuk mengkhianati usaha kecil yang kita lakukan. Tekad diperlukan untuk mencegah kita melanggar komitmen yang telah kita buat kepada diri sendiri.
Tidak hanya untuk mengatasi kebiasaan buruk, aturan 20 detik ini juga bisa dipakai untuk memulai kebiasaan-kebiasaan positif.
Dalam waktu 20 detik, kamu bisa mengurangi rintangan yang menghalangi kamu dari kebiasaan baik.
Saat belajar bermain gitar, Achor cuma butuh 20 detik untuk memindahkan gitar ke dekat kursinya. Karena posisinya yang strategis, gitar tersebut mudah diraih. Achor lebih mudah termotivasi mempelajari permainan gitar daripada saat gitarnya ia taruh di sudut rumahnya.
Jika kamu berniat memulai hidup sehat dengan berolahraga, kamu bisa memindahkan baju olahraga, sepatu, dumbbell, dan peralatan lainnya ke kamar dalam waktu 20 detik. Karena usaha yang dilakukan jadi lebih sedikit, pikiran kita akan condong kepada alat-alat olahraga yang telah kamu pindahkan ke kamar.
Bagaimana, tertarik mencobanya?
Referensi: satu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H