"The third one is always the worst . . ."
Begitulah kira-kira penggalan dialog Jean Grey muda dalam film X-Men: Apocalypse. Candaan  tersebut sepertinya ditujukan bagi film X-Men: Last Stand yang merupakan film ketiga seri X-Men. Lucunya X-Men: Apocalypse juga merupakan film ketiga dalam reboot semesta X-Men setelah First Class dan The Day of The Future Past.
Apakah candaan tersebut berlaku juga bagi film lainnya? Baimana dengan Glass yang juga merupakan film ketiga kisah pahlawan super karya M. Night Shyamalan?
Cerita Glass berkutat pada konflik antara The Horde (James McAvoy), The Overseer (Bruce Willis), dan Mr. Glass (Samuel L. Jackson) yang dihadapkan pada kenyataan saintifik tentang kemeampuan mereka. Dr. Elie Staple mencoba meyakinkan mereka bahwa ketiga sosok istimewa tersebut hanyalah orang biasa, bukan pahlawan super seperti dalam komik. Hal-hal yang mereka yakini sebagai kekuatan super tidak lain hanyalah efek dari trauma masa lalu yang terus membekas hingga kini.
Akhir cerita Split begitu mengejutkan dengan penampakan sosok David Dunn (Bruce Willis) dan penyebutan nama Mr. Glass. Tidak ada bocoran sama sekali tentang keterkaitannya dengan Unbreakable. Enam belas tahun jeda setelah Unbreakable merupakan jarak yang tidak biasa bagi sebuah sekuel yang berada di satu semesta. Penonton tentunya mengharapkan klimaks yang luar biasa dalam Glass.
Konsep pahlawan super yang realistis tetap konsisten ditampilkan hingga akhir film. Tidak ada aksi pertarungan dengan balutan ledakan, penghancuran properti, dan efek visual lain. Bentrok antara The Beast dan The Overseer benar-benar murni menampilkan pertarungan dua orang dengan kemampuan fisik lular biasa. Pandangan tujuan kedua tokoh tersebut pun semakin jelas. The Beast beraksi untuk membela orang-orang yang menderita dan menghakimi mereka yang menyakitinya. The Overseer hadir untuk menindak langsung para pelaku kejahatan yang belum tersentuh hukum.
Plot twist di akhir cerita juga benar-benar tidak terduga. Tidak ada yang menyangka bahwa sang psikiater Dr. Staple adalah bagian dari rencana besar untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dengan cara menangani para "manusia super" secara psikis. Bagian ini terasa seperti akhir cerita Unbreakable.
Meski sangat mengesankan, terdapat beberapa plot hole dalam alur cerita Glass, seperti bagaimana caranya Mr. Glass bisa berkeliaran bebas di rumah sakit jiwa tanpa kartu akses pegawai. Selain itu masih terdapat beberapa adegan tidak perlu yang tidak berhubungan dengan adegan lain.
Konflik yang terjadi di sepanjang film lebih dititikberatkan pada The Horde dan The Overseer, meskipun film ini sendiri berjudul Glass. Kecerdasan Mr. Glass tidak terlalu mencolok selama film. Barangkali judul Glass ini punya arti lain, bukan merujuk langsung kepada Mr. Glass sang mastermmid. Meski begitu Mr. Glass tetap tampil brilian dengan eksekusi rencananya di akhir film.
Bagaimana pun juga film itu masalah selera. Bagi yang terbiasa dengan film pahlawan super macam semesta Marvel dan DC, anda akan sulit mempertahankan konsentrasi selama film diputar. Bagi penyuka konsep realistis dan serius, film ini sangat direkomendasikan. Nampaknya candaan Jean Grey tidak berlaku bagi Glass.