Namanya Nurul atau lengkapnya Nurul Mukaromah. Lahir di Cilacap, pada 26 Januari 1973. Staf pendidik yang mengampu mapel Bahasa Arab di MTs Negeri Majenang tersebut dalam beberapa bulan belakangan ini harus bolak-balik rumah-MTs. Mengapa? Ya, karena belum genap empat bulan belia melahirkan putrinya yang ketiga. Jadilah harus meluangkan waktu menyusui sang buah hati tercinta. Untung rumahnya yang di Rawalo-Pahonjean tidak begitu jauh dari MTs—hanya berjarak sekira 2 KM. Sehingga cukup menggunakan sepedanya dalam saat pergi dan pulang dari rumah ke MTs. Isteri dari Bapak Akhmad Saebani—-staf pengajar SMK Diponegoro Majenang dituntut mampu berperan ganda. Satu sisi sebagai wanita karier, dan sisi lain sebagai ibu rumah tangga. Tugas keduanya harus ditunaikan dengan bai. Berat tentu saja. Namun, seperti halnya sebuah ungkapan: hidup adalah pilihan dan konsekuensi. Jadi, seberat apa pun, Bu Nurul yang alumnus STAIN Purwokerto tak kenal menyerah. Dia tunaikan tugas sebagai guru dan sekaligus ibu rumah tangganya dengan penuh tanggung jawab. Hal ini karena konsekuensi atas pilihannya yang semenjak kecil bercita-cita menjadi guru. Setiap pagi datang ke MTs menaiki sepeda untuk menunaikan tugas mengajar. Kemudian saat istirahat tiba atau jam kosong beliau sempatkan pulang dulu ke rumah untuk menyusui sang buah hati. Selepas pulang sekolah wanita paruh baya itu berjibaku dengan tugas di rumah seperti ibu pada umumnya. Tidak ketinggalan beliau berbagi cerita, bermain dengan anak-anak, dan malam harinya mengajari anak mengaji. Paginya selepas bangun tidur kembali bersibuk ria untuk memasak. Rupanya Bu Nurul punya prinsip bahwa suami dan anak-anaknya harus sarapan hasil masakannya sendiri. Yang menarik, beliau sendiri seringnya tidak sempat sarapan di rumah. “Kalau saya cukup sarapan di MTs saja, karena tidak kebagian waktu untuk sarapan pagi di rumah,” ujarnya.
Lantas apa yang ingin dicapai sosok ini dengan aktivitasnya yang padat itu? Apakah kebahagiaan, kepuasan, eksistensi, aktualisasi diri atau apa? Beliau pun berkata, “Saya niati semua kegiatan atau pekerjaan dilakukan dalam rangka ibadah. Insya Allah, selama ini saya menjalaninya dengan nyaman, enjoy dan tanpa merasa terbebani.”
Ya ya, ibadah. Ternyata motivasi itulah yang melandasi anak keempat dari 8 bersaudara itu untuk melakukan berbagai aktivitas yang berat dan seolah tak pernah henti. Motivasi ini sungguh luar biasa. Karena akan membuat seseorang melakukan aktivitas dengan penuh rasa tanggung jawab dan sekaligus enjoy. Seberat apa pun jikalau niatnya telah lurus, maka yang berat itu bisa terasa ringan bahkan sangat ringan. Saat ini Bu Nurul yang hobinya membaca telah dikaruniai 3 anak. Azka (12 tahun), Zaki (6 tahun) dan terakhir Zahroh (4 bulan). Ketiga putra/i-nya diberi perhatian dan kasih sayang yang penuh. Tidak lupa berupaya untuk memberikan pendidikan yang memadai dengan memasukkan ke sekolah yang dinilai paling baik. Di samping itu semua anaknya akan dipersiapkan untuk mengikuti pendidikan yang optimal di masa depan. Bahkan dapat mengenyam kuliah di perguruan tinggi terbaik. Tugas Berat, Namun Berlimpah Pahala Saat melahirkan, wanita karier dihadapkan pada tugas yang berat. Aktivitas kerja yang harus ditunaikan dan kewajiban menyusui sang bayi menjadi rutinitas yang tidak ringan. Banyak wanita yang pada akhirnya menyerah dan lebih memilih menjadi ibu rumah tangga saja saat melahirkan. Namun, sebagian lain—termasuk Bu Nurul tetap komitmen untuk melaksanakan tugas ganda tersebut. Kuncinya apa? Niat yang lurus disertai Ketangguhan dan keikhlasan untuk menjalaninya. Mau tidak mau saat bekerja sebenarnya hati dan pikiran banyak tersita di rumah, teringat pada sang buah hati terlebih saat anak sakit. Disinilah kemampuan memenej diri dipertaruhkan. Bagi yang tidak kuat dapat menjadi beban tersendiri yang dirasa berat. Memang, para ibu—-termasuk Bu Nurul, kalau berhasil menunaikan peran ganda dengan baik akan mendapat reward yang besar. Mereka selain mendapat penghasilan juga kepuasan dan kebanggaan diri. Di samping itu akan lebih disayangi suaminya karena bisa membantu menopang keuangan, terlebih di masa krisis ekonomi seperti saat ini. Begitu pun mendapat pahala berlipat karena ikut menyebarluaskan ilmu kepada anak didik.
Melly Kiong dalam bukunya Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik (2009:9) menyatakan: “Tidak bisa dimungkiri, masalah ekonomi mendapat posisi pertama seb agai sumber masalah terbesar dalam kehidupan rumah tangga. Karena itu, kalau seorang ibu tumah tangga ikut andil dalam ekonomi keluarga, pasti dia memiliki keesetaraan posisi dan peran sehingga dia lebih dihargai suami.” Pernyataan ini nampaknya dirasakan betul oleh Bu Nurul Mukaromah. “Saya merasa bahagia ketika mampu menunaikan pekerjaan sekaligus dapat ngopeni (merawat) anak dengan baik. Bangga rasanya bila semua pekerjaan terselesaikan dengan baik. Bahkan ada kebahagian tersendiri yang tidak dapat dilukiskan ketika mau pulang untuk menyusui sang buah hati. rasanya seneng banget,” ungkap wanita yang pernah sekolah di MTs dan Majenang tersebut. “Adapun sedihnya kalau saya bangun kesiangan karena pekerjaan rumah terutama memasak menjadi terganggu,” paparnya.
Hidup adalah pilihan dan konsekuensi. Ketika Bu Nurul telah mantap memilih menjadi wanita karier sekaligus ibu rumah tangga, maka seberat apa pun berbagai tugas dan kewajibannya ditunaikan dengan penuh semangat dan enjoy. Demi masa depan yang lebih baik. “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H