Minggu, 29 Oktober 2023 yang lalu untuk pertama kalinya aku menjejakkan kaki di Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin di Jalan Cikini Raya No.73, Menteng, Jakarta Pusat. PDS H.B Jassin orang biasa menyebutnya. Di gedung Ali Sadikin lantai 4 Taman Ismail Marzuki lokasi persisnya.
Padahal aku sudah sering bertandang ke TIM. Namun selalu saja ada halangan tiap kali ingin datang ke acara di PDS H.B Jassin. Aku menyebutnya belum berjodoh ke sana. Nah, baru kali ini berjodoh untuk bertandang ke sana.Jauh-jauh hari aku sudah mengosongkan jadwal acara di hari itu. Tepatnya usai membaca info di temu kompasiana dan mendaftar acara Peluncuran dan Bedah Novel Prasa dan Kelir karya Yon Bayu Wahyono. Salah satu penulis di Kompasiana juga.
Aku tertarik mengikuti acara tersebut dengan berbagai pertimbangan.
1 . Karena waktunya aku suka.
Hari Minggu. Jika waktunya hari kerja kemungkinan besar aku tidak mendaftar. Karena hari kerja aku ada tanggungjawab yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Hari Sabtu dan Minggu aku libur dari tanggungjawab tersebut. Jadi bebas mau berkegiatan dimana saja dan kapan pun. Oleh karenanya begitu melihat jadwal acaranya, aku langsung mendaftar.
2 . Aku penulis buku juga.
Meski belum meledak-ledak amat buku karyaku. Setidaknya aku punya karya berupa 3 buku solo dan sekitar 20 buah buku antologi.
Jadi acara semacam ini sangat menarik untuk dihadiri. Sebagai bentuk dukungan terhadap sesama penulis dan juga sebagai referensi kegiatan kepenulisan.
3 . Aku penasaran
Ya, aku penasaran. Sebab novel Prasa ini sebelumnya kerap disinggung dalam status harian om Bayu di facebook. Demikian aku menyebut sang penulis, Yon Bayu Wahyono.
Bahkan judul Prasa kalau tidak salah ingat hasil dari sayembara yang om Bayu gulirkan di facebook. Dari kisah yang ia tuliskan di status facebook, jika dibuat novel judul apa yang kira-kira unik dan menarik?
Demikian kira-kira pencarian awal untuk judul novel yang kemudian terpilih kata nama Prasa. Aku urun saran nama juga soalnya waktu itu. Apalagi nama yang terpilih diganjar hadiah uang.
Seru saja rasanya. Bukan soal hadiahnya. Namun turut berpikir untuk kepantasan namanya sesuai rangkaian cerita. Ini yang menjadi alasan utama aku mendaftar acara di atas.
4 . Aku dicolek untuk ikut acara pra launchingnya
Aku hadir dalam acara santai pra peluncuran novel Prasa dan Kelir di salah satu kafe di Bogor. Hal tersebut semakin membuat aku penasaran. Ada apa dibalik proses kreatif terciptanya novel Prasa sekaligus novel Kelir.
5 . Aku ingin berjumpa dengan kak Devie
Selain itu, alasan lain yang menguatkan aku untuk datang ke acara Peluncuran Novel Prasa dan Kelir adalah nama pembaca nukilan novel Prasa, yakni kak Devie Matahari. Beliau adalah mentor aku ketika belajar di Sanggar Sastra Balai Pustaka. Darinya aku mendapatkan ilmu tentang gini gitunya deklamasi.
Ini momen aku untuk bisa berkangen ria dengannya. Maka begitulah. Sejak pagi aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadiri acara tersebut. Kebetulan pagi hari aku ada kegiatan Temu Buku Jabodetabek. Sehingga perlengkapan untuk siang hari sudah langsung dibawa.
Mendekati waktu acara Peluncuran Novel Prasa dan Kelir, ada sedikit insiden yang membuatku datang terlambat. Tidak tepat waktu seperti yang tertera dijadwal. Meski demikian aku tetap bisa menyimak dan menikmati acara tersebut dengan seksama.
Oh, rupanya meski sudah puluhan tahun bergelut di dunia jurnalis sebagai wartawan, bahkan sebagai pimpinan redaksi sebuah majalah misteri. Namun tidak lantas membuat seorang Yon Bayu Wahyono mampu membuat karya berupa buku solo. Baik itu karya non fiksi maupun fiksi.
Jadi angkat jempol untuk diri sendiri dulu. Walaupun belum maksimal berkarya, setidaknya sudah punya tiga buah buku solo non fiksi mengenai cerita perjalanan. Ketika Srikandi Bersepeda, Bersepeda ke Hatinya, dan A Female Rider's Diary.
Kembali ke acara di atas. Secara keseluruhan acaranya menarik. Pemateri dan narasumber yang mengulas karya novel om Bayu juga detail dan sangat teliti. Pak Sunu bahkan dengan lugasnya mengkritisi penulisan kata yang kurang tepat.
"Haiya, om Bayu yang sudah malang melintang di dunia jurnalis saja bisa terpeleset dalam penulisan kata. Apa kabarnya kita?"
Bang Isson yang juga salah satu kompasianer senior memberi pemaparan yang menarik juga tentang karya om Bayu. Juga pertanyaan dari peserta. Bahwa memang tidak mudah mengajak generasi z untuk bisa memahami hal-hal mistis. Mesti ada pendekatan sesuai perkembangan zaman.
Meski tidak sempat berfoto secara khusus berdua karena waktu itu mengejar salat asar yang sudah terlewat. Setidaknya sudah sempat menyapa dan menanyakan kabar masing-masing. Cukuplah sebagai pelepas rindu.
Lain-lainnya, tentu saja merasa senang bisa kumpul-kumpul lagi dengan teman-teman Kompasianer. Sebab jarang-jarang juga bisa satu event dengan sesama kompasianer.
Seketika mataku sembab. Pun ketika aku menuliskan ulasan ini. Aku teringat almarhum bapak. Bagaimana bapak selalu penuh semangat tiap kali menceritakan prestasiku di sekolah kepada teman-temannya.
Menceritakan hobiku dan kegiatanku yang untuk ukuran perempuan tidak lumrah. Namun justru membuat bapak bangga. Sayang belum sempat aku mengajak dan menunjukkan kepada bapak tempat-tempat yang ingin dikunjunginya bersamaku, Tuhan sudah memanggilnya pulang.
Ah, kok jadi sentimentil begini sih. Baiklah, kusudahi saja cerita ini. Ku ucapkan selamat kepada om Bayu atas karya sastranya. Novel Prasa dan Kelir yang terbit sekaligus. Sekalinya menerbitkan karya sekaligus dua. Keren. Sekali lagi selamat. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H