Banyak cara mengabadikan sebuah momen. Terutama momen spesial. Salah satunya dengan mendokumentasikan dalam bentuk foto.
Apapun momen tersebut sudah pasti tidak luput dari yang namanya difoto. Begitu juga dengan momen spesial yang saya lakukan.
Sebagai pengendara motor yang gemar melakukan solo riding. Tentu saja hal pertama yang dilakukan adalah mengabadikan momen. Yaitu dengan memotret berbagai tempat yang dilalui.
Selain itu ada hal lain yang saya lakukan untuk mengabadikan momen spesial tersebut. Yakni meminta tanda tangan dari tokoh yang dijumpai. Sebab dalam beberapa kesempatan, solo riding yang saya lakukan dalam rangka menghadiri sebuah acara.
Seperti yang saya lakukan saat solo riding ke Batu Raden, Jawa Tengah. Saya ke sana dalam rangka menghadiri acara Glamping Sastra Indonesia. Yang mana salah satu tokoh yang hadir adalah sastrawan Ahmad Tohari.
Tahu dong siapa beliau? Si pemilik trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Saya mengenal karya beliau saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ya, Ronggeng Dukuh Paruk itulah karya Ahmad Tohari yang saya baca pertama kali.
Sejak itu saya menggemari karya-karya beliau. Tahun 2016 saya mengunjungi rumah beliau di desa Tinggarjaya, Banyumas. Itu pun tanpa perencanaan. Hanya spekulasi. Karena saat itu saya dalam perjalanan solo riding ke Surabaya.
Saya pikir melintasi daerah sana jadi singgah saja dulu. Padahal saya tidak tahu rumahnya.
"Tidak mungkin masyarakat sana tak mengenal beliau."
Itu patokan saya untuk bertanya kepada orang yang saya jumpai di sana. Ternyata benar dugaan saya. Akhirnya saya pun bisa bertemu dan berbincang langsung dengan Ahmad Tohari.
Nah, pertemuan kedua terjadi di Batu Raden. Ketika saya mengikuti acara Glamping Sastra Indonesia. Berhubung sudah ada rencana dan persiapan sebelumnya. Maka saya persiapkan segala sesuatunya untuk mengabadikan momen.
Meminta tanda tangan di helm. Itu yang saya pikirkan. Alasannya simple saja. Karena saya ingin ada kesan dan kenangan dalam melakukan solo riding. Tak hanya foto bersama saja.