Begitu saya memberi aba-aba saat memotret beliau.
Ketika acara sarapan pagi pun tanpa sadar posisi kami selalu berdekatan. Beliau gantian menggoda saya.
"Ambil lauknya yang banyak Mba. Kapan lagi? Mumpung di sini. Belum tentu tahun depan ke sini lagi. Nih, seperti saya."
"Iya, Pak," sahut saya seperti biasa sambil senyum-senyum.
Saat itu saya anggap biasa saja tegur sapa dan guyonan beliau. Namun ketika tanggal 17 Juli 2022 malam ada pesan masuk di WAG Glamping Sastra Indonesia dan mengabarkan tentang berita meninggalnya bapak Hadi Supeno. Saya sungguh tak percaya.Â
Sebab pagi harinya saya masih komunikasi dengan istri beliau yang mengatakan kabar semuanya baik-baik saja.
Saya terhenyak. Dada ini terasa sesak. Saya menangis merasakan kepedihan luar biasa. Saya pernah kehilangan orang tua. Jadi berita kehilangan orang yang dikenal membuka perasaan yang sama.
"Ya, Tuhan. Rupanya beliau meninggalkan kesan manis bagi yang ditinggalkannya."
Khususnya saya pribadi. Selain keramahan beliau, guyonan beliau. Ternyata takdir menggoreskan kenangan indah lainnya.
Bagaimana tidak? Ketika usai acara, saya kehilangan satu tas berisi pakaian kotor dan termos air panas. Saat itu saya sedang salat Zuhur ketika  barang-barang dibawa oleh panitia ke parkiran.
Usai salat saya kebingungan karena hanya ada tas ransel saja. Saya sih tak merasa kehilangan sekali. Hanya pakaian kotor saja kok. Cuma tidak enak hati kalau terbawa oleh peserta lain. Pakaian kotor gitu loh.