Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kelas Kepribadian, Perlu atau Tidak untuk Diikuti?

26 Mei 2022   17:43 Diperbarui: 27 Mei 2022   05:43 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terlintas dalam pikiran kala disebutkan kelas kepribadian? Dulu saat masih duduk di bangku SMP yang ada di benak saya langsung terkait dunia modelling.

Sebab dari majalah yang saya baca kala itu, dalam ajang pemilihan model pasti para peserta akan mengikuti yang namanya kelas kepribadian. Kemudian dijelaskan tentang apa saja yang mereka pelajari dalam kelas tersebut.

Ada cara berdiri, cara berjalan, cara berbicara, cara duduk bahkan sampai tata cara makan. Dari sana saya simpulkan bahwa Kelas Kepribadian diperuntukkan bagi para model.

Seiring berjalannya waktu, pemahaman saya tersebut rupanya kurang tepat. Artinya memang benar para calon model mempelajari semua hal yang disebutkan di atas. Tapi ternyata kelas kepribadian tidak hanya untuk para model, melainkan bisa diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.

Profesi apapun, termasuk perorangan juga bisa mengikuti kelas kepribadian. Karena memang apa yang dipelajari di kelas kepribadian sangat bagus. Bisa menjadi pedoman beretika di dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Saya pribadi ketika duduk di bangku SLTA pernah mengikuti kelas kepribadian, yang diadakan oleh salah satu majalah remaja kala itu. 

Meski saat itu status saya masih pelajar, tapi saya ingin mengetahui secara langsung bagaimana rasanya berada di kelas kepribadian.

Bagi saya yang saat itu senangnya bergaya cuek dan suka-suka, jelas merasa berat mengikuti kelas kepribadian.

"Duduk saja diatur. Ribet amat sih."

Tapi jujur saja semua yang saya pelajari tersebut dikemudian hari sangat berguna. Terutama tata cara makan dan cara berbicara yang baik.

Ketika memasuki dunia kerja dan mendatangi undangan makan dari berbagai kalangan, sedikit banyak ingatlah apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di meja makan.

Saat berbicara dengan atasan, dengan rekan kerja, dengan orang yang di bawah kita ada etikanya. Jadi tidak asal bicara saja. Apalagi kalau sudah merasa dekat dengan atasan atau bahkan atasan tersebut teman karib. Tetap harus ada pembeda.

Lihat kapasitas dia ketika kita memulai pembicaraan. Kalau dalam suasana resmi dan ada kaitannya dengan pekerjaan, tentu dia atasan kita. Berbicaralah layaknya atasan dengan karyawannya. Itu yang disebut profesional.

Bicara profesional, apapun pekerjaan kita. Seperti apapun posisi kita. Etika berbicara dan berkomunikasi harus tetap dijaga. 

Bercanda jangan asal, apalagi kalau sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Meski alasannya bercanda, tetap saja tidak baik. Orang lain bisa memberi penilaian negatif terhadap kita. Dari hal kecil semacam itu bisa menjatuhkan reputasi yang sudah susah payah kita bangun.

Hal tersebut banyak terjadi di kalangan masyarakat kita. Salah satunya yang menimpa atlet bulutangkis muda Indonesia. Gara-gara ucapannya yang katanya bercanda, habis dia dihujat oleh netizen.

Kejadian tersebut menunjukkan, bahwa adab dia tidak bagus. Mungkin saja kurang mendapatkan didikan terkait adab atau etika.

Nah, di sinilah pentingnya kalangan profesional dan perorangan mengikuti kelas kepribadian. Pentingnya instansi pemerintah dan swasta mengikutsertakan karyawannya dalam kelas kepribadian. Sehingga mereka memiliki ilmu dan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya bersikap. Ilmu yang didapatkan bisa menjadi penyaring atau pengingat dalam bertingkah laku.

Hal tersebut berdasarkan pengalaman pribadi. Meski belajarnya sudah lama sekali. Namun ketika terjun di masyarakat secara otomatis akan menguap lagi ilmu yang terendap tersebut.

"Eh, kan enggak boleh begitu ya?"

"Oh, harusnya begini nih."

Hal-hal semacam itu terlihat sepele tapi ternyata sangat berguna. Di agama, kita belajar adab. Di kehidupan sehari-hari, kita bisa mengikuti kelas kepribadian. Karena tak ada ruginya mempelajari sesuatu yang baik. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun