Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sepenggal Kisah dalam Sepotong Bakpao dan Suara Gemuruh Stadion

25 September 2021   19:14 Diperbarui: 25 September 2021   19:16 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bakpao. Kudapan asal Tiongkok yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Terutama saya. Tentu saja setelah dimodifikasi sesuai dengan selera dan kebiasaan masyarakat Indonesia.

Nah, bakpao kesukaan saya adalah bakpao yang isinya kacang hijau atau cokelat. Padahal aslinya bakpao itu berisi daging loh. Bisa daging sapi. Berhubung saya tidak terlalu suka daging. Maka saya pilih yang isinya cokelat atau kacang ijo. Ini varian bakpao di Indonesia.

Bicara bakpao, ada kenangan tak terlupakan dalam hidup saya. Antara bakpao dan sepak bola era 90-an. Sebagai penikmat sepak bola, dulu itu saya hampir selalu menonton langsung di Stadion Utama Senayan atau yang sekarang dikenal nama Gelora Bung Karno.

Baik itu pertandingan resmi seperti Liga Indonesia atau laga persahabatan. Rasanya lebih seru kalau menonton langsung di stadion. Oleh karenanya saya upayakan bisa menonton langsung meski terlambat. Biasanya kalau jadwal pertandingan di jam kerja. Saya pasti terlambat karena baru bisa ke stadion usai jam kerja.

Biasanya juga pertandingan dimulai pukul 19.00 WIB atau 20.00 WIB. Pulang kerja, buru-buru, jadi tak sempat makan atau minum. Kalaupun membawa minuman, begitu akan memasuki area stadion minuman tersebut harus di buang. Intinya tidak boleh membawa minuman.

Selama dua jam di dalam sambil teriak-teriak. Itu pun jika tidak terjadi 'drama'. Kalau ada 'drama' maka bisa lebih lama. Usai pertandingan sekitar pukul 22.00 WIB. Keluar dari stadion tentu perut terasa lapar. Tapi di atas pukul 22.00 WIB sudah tak ada warung makan yang buka. Di depan stadion hanya ada pedagang minuman keliling dan pedagang bakpao. Maka itulah yang diserbu.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Jika yang lain memilih kopi dan bakpao isi daging. Saya pilih teh manis panas dan bakpao isi kacang hijau. Keduanya paket laris manis setiap kali ada pertandingan. Duduknya di trotoar sambil menunggu bus kota. Sebab tidak berani membawa kendaraan sendiri. Tidak mau ambil risiko terjebak atau terkena sasaran suporter yang bertikai. 

Sungguh pengalaman yang tak akan terlupakan. Begitu terus tiap kali menonton pertandingan sepak bola. Sampai akhirnya ada masa tak berani lagi menonton di stadion akibat terjebak kerusuhan antar suporter. 

Kini jika ingin mengenang semua tinggal membeli bakpao saja. Atau jika sedang makan bakpao, pasti akan teringat peristiwa tersebut. Seperti apapun kejadiannya. Semua menjadi kenangan yang tak akan terlihat. Antara aku, bakpao dan sepak bola. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun