Es Krim Ragusa. Siapa yang tak mengenal es krim satu ini? Rasanya hampir semua orang mengetahui keberadaan Es Krim Ragusa. Baik dia pencinta es krim atau bukan. Karena Es Krim Ragusa sangat legendaris. Sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Tepatnya sejak tahun 1930.
Jadi aslinya Es Krim Ragusa itu didirikan pada tahun 1930 di Bandung. Yaitu di Jalan Naripan, kalau sekarang namanya Jalan Pos. Disinilah gerai Es Krim Ragusa untuk pertama kalinya dibangun oleh dua bersaudara asal Italia, Luigi Ragusa dan Vincenzo Ragusa.
Pada tahun 1932 mereka ke Jakarta untuk mengisi acara Pasar Gambir atau kini kita mengenalnya dengan nama Jakarta Fair. Acara yang menjadi ajang tahunan Kota Jakarta dalam menyambut hari jadi Kota Jakarta.Â
Berhubung acara ini hanya diadakan setahun sekali, akhirnya Es Krim Ragusa membuka gerai di Jalan Veteran I, Gambir, Jakarta Pusat. Oleh karenanya dalam logo Es Krim Ragusa tertulis tahun 1932.Â
Es Krim Ragusa menjadi salah satu tempat kuliner yang tak boleh dilewatkan. Terutama bagi para pencinta es krim seperti saya. Sebelum pandemi jika ada waktu luang saya kerap kuliner ke sana. Baik itu dengan kawan-kawan atau dengan  keluarga.
Menikmati es krim sambil duduk-duduk di ruangan dengan nuansa jadul memang terasa berbeda. Nostalgianya dapet. Begitu kata anak-anak  zaman sekarang. Memang benar sih. Ingatan kita seperti dibawa ke masa-masa sebelum kemerdekaan melalui foto-foto yang terpampang dan kursi yang digunakan.
Nah, suasana semacam inilah yang membedakan makan Es Krim Ragusa dengan es krim lainnya. Makanya banyak yang penasaran dan ingin merasakan sensasinya juga. Selain memang rasa es krimnya berbeda dengan es krim lain.Â
Wajar jika Es Krim Ragusa tidak pernah sepi dari pengunjung. Dulu sebelum pandemi kalau ingin makan di sini mesti antre menunggu kursi kosong. Jadi siapa yang datang lebih dulu nanti dia yang akan menempati kursi yang sudah kosong. Jarang yang membeli es krimnya saja lalu makan di dalam mobil.
"Wong ke sini pengin menikmati suasana restaurannya kok. Seperti yang ada dalam foto yang dipajang."
Memang benar sih. Makanya rela antre dan menunggu kursi kosong. Begitulah sensasi kuliner legendaris. Kita pengunjung tak hanya membeli produk tapi juga membeli suasana.
Lalu bagaimana dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini?