Bagi saya WNA atau WNI tak ada perbedaan dalam memperlakukannya. Seperti slogan yang kerap tertulis di kaca mobil angkutan umum.
"Anda sopan kami segan."
"Anda Ngajak Ribut, Ayo Gelut!"
Begitulah yang saya terapkan. Termasuk ketika beberapa tahun yang lalu mengajak adik dan seorang kawan jalan-jalan ke Borobudur.
Di terminal Jombor menuju Borobudur saya melihat dua turis Asia yang sedang kebingungan mencari bus. Orang yang ditanyai nampaknya tak paham dengan bahasa yang digunakan oleh kedua turis tersebut.
Sebagai WNI yang baik sudah selayaknya kami membantu. Apalagi dia WNA yang tak paham daerah sini. Akhirnya saya hampiri mereka. Dengan modal bahasa Inggris sekadarnya saya tanya tujuan mereka.
Ternyata tujuan kami sama. Sama-sama ingin ke Borobudur. Jadilah saya ajak barengan naik bus. Kami pun saling memperkenalkan diri. Rupanya mereka berasal dari Jepang. Sedang liburan ke Bali. Kemudian meluangkan satu hari untuk pergi ke Yogyakarta.Â
Saya dan dua teman baru WNA Asia tersebut terlibat obrolan seru. Sebab masing-masing dari kami bahasa Inggrisnya pas-pasan. Jadi mereka bicara sambil diselingi bahasa Jepang. Sedangkan saya menggunakan bahasa Jawa begitu mentok kehabisan kosa kata.
"Iki opo sih bahasa Inggrise. Lali aku."
Adik saya tertawa saja melihat kelakuan kami. Sedangkan kawan saya yang bahasa Inggrisnya lumayan bagus menimpali sesekali. Dia lebih memilih diam. Kurang suka ngobrol.
Tak terasa kami telah tiba ditujuan. Begitu turun, kami terus bersama-sama keliling Borobudur. Mereka senang mendapat teman yang bisa diajak ngobrol. Kami juga senang bisa membantu WNA yang kebingungan. Setidaknya image masyarakat Indonesia yang ramah tamah bisa kami tunjukkan.