Tiba di rumah sudah ada beberapa rantang yang harus saya hantarkan lagi. Rantang tetangga yang mengirim hantaran ke rumah
"Loh, rantangnya kok enggak dibawa pulang lagi?" tanya ibu kalau melihat saya pulang dengan lenggang kangkung.
"Disuruh tinggal. Nanti dianterin sendiri," sahut saya.Â
"Ya, sudah kamu antar rantang ini ke rumah bu Bambang. Ibu mau ngeluarin rantang lagi."
Begitulah kesibukan saya menjelang hari raya. Mengantar rantang dari satu rumah ke rumah lain. Jika tidak selesai malam itu maka akan dilanjutkan esok harinya sambil berlebaran.
Oleh karenanya ibu memiliki beberapa rantang di rumah. Rantang dengan berbagai susunan. Ada yang dua susun, tiga susun bahkan ada yang sampai lima susun.
Rantang-rantang tersebut digunakan sesuai kebutuhan. Rantang dua susun biasanya hanya berisi tape ketan dan uli. Diberikan kepada tetangga yang tidak terlalu akrab.
Kalau tetangga yang sudah akrab bahkan dituakan. Biasanya menggunakan rantang yang susunannya lebih banyak. Karena isi hantarannya bermacam-macam.Â
Tak hanya tape ketan dan uli. Tapi juga berbagai masakan yang dibuat oleh ibu. Makanya ibu saya kalau masak makanan itu banyak sekali. Saya sempat protes karenanya.
"Ngapain sih Bu masak banyak banget. Keluarga kita kan cuma sedikit. Makannya juga enggak banyak."
"Huss. Bocah kecil mah belum ngerti. Ini tuh nanti buat di kasih-kasihkan ke tetangga. Juga buat balikin rantang orang. Emangnya mau dibalikin kosongan gitu? Ya enggak pantas. Biar sedikit harus diisi balik."