"Ini pemulung pada kemana sih? Giliran banyak barang yang mau dibuang, die kagak nongol," keluh seorang ibu.
"Iye, saya juga nunggu-nunggu. Kagak betah lihat tumpukan di depan rumah. Pengen nyuruh bawa-bawain sama tuh pemulung biar bersih halaman saya."
Tak sabar menunggu, ada yang sengaja mencari dan mendatangkan pemulung untuk membawa barang-barang rongsokan di rumahnya.
Pada akhirnya kita butuh juga kehadiran pemulung. Oleh sebab itu tak perlu memaki-maki pemulung. Apalagi sampai membencinya sedemikian rupa hanya karena "kejahatan" yang dilakukan oleh segelintir pemulung.
Ya, segelintir. Sebab tidak semua pemulung culas. Mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kita tidak bisa menyamaratakan semua pemulung demikian. Karena ada juga pemulung yang budiman. Nasib saja yang menjadikannya seorang pemulung.
Persoalan culas. Curang atau maling terselubung. Tidak bisa dinilai dari penampilannya. Hanya karena pemulung penampilannya seperti itu bukan berarti ia seorang maling. Meski ada yang begitu.
Kaum berdasi pun ada yang memiliki watak seperti itu. Bahkan banyak. Jadi tak bijak mencaci pemulung seenak udel. Toh kita juga butuh. Apalagi dalam kondisi pasca bencana.
Waspada. Itu yang harus dilakukan. Berhati-hati menjadi kunci keamanan dan keselamatan. Jika sudah bersikap seperti itu tetapi masih kejadian juga. Berarti sudah takdirnya hilang. Sudah bukan rezeki kita untuk memiliki barang tersebut.Â
Tak harus mengotori hati dengan cacian. Mencaci pemulung tetapi setelah itu mencari-carinya. Tak elok bukan? (EP)