"Bapak masih rajin minum jamu juga," tanya si anak muda.
"Lha, iya. Jamu kuat lelaki. Biar 'kuat'," kata si bapak sambil tersenyum.
"Sampean sendiri pesan jamu apa? Dari tampilan sih belum berkeluarga," kata si bapak balik bertanya.
"Iya Pak. Saya masih belum menikah. Ini nyari jamu tolak angin dan untuk badan pegal-pegal," sahut si anak muda.Â
"Saya kerjanya ojek online seharian. Jadi harus minum jamu untuk menjaga stamina," lanjut si anak muda.
"Kalau ibu beli jamu apa?" tanya si bapak kepada ibu di sebelah saya.Â
"Pastinya bukan jamu singset ayu sih, Pak. Udeh kagak bisa singset lagi," sahut si ibu.
Si bapak tertawa. Saya dan anak muda itu hanya senyum-senyum mendengar jawaban si ibu. Untungnya jamu pesanan si bapak sudah selesai. Jadi saya tak kebagian ditanya-tanya.
Saya sempat ngobrol-ngobrol dengan si anak muda sambil menunggu pesanan jamu yang belum selesai. Dari obrolan itu ternyata si anak muda yang notabene generasi milenial masih sangat percaya akan khasiat jamu.Â
Meski bukan mendapat didikan langsung dari orang tua seperti yang saya alami. Ia tahu bahwa sejak dulu jamu memiliki khasiat dan menjadi andalan orang-orang jaman dulu. Apalagi teman-temannya sesama ojol juga mengandalkan jamu untuk menjaga stamina.Â
"Saya lebih suka minum jamu dibandingkan suplemen yang beredar di pasaran," ujarnya.