HIJRAH. Memiliki makna "lebih baik." Ketika saya memutuskan untuk berhijrah, artinya saya mulai menata diri ke arah yang lebih baik lagi. Bukan berarti kehidupan saya sebelum berhijrah buruk. Bukan, bukan seperti itu.
Sebagai seorang muslimah, saya merasa sudah menjalani hidup dengan baik. Tidak neko-neko kata orang Jawa. Urusan ibadah lancar. Urusan pekerjaan aman. Urusan pergaulan Alhamdulillah dikelilingi orang-orang baik. Secara keseluruhan tak ada yang salah. Lurus-lurus saja.Â
Begitu mempelajari ilmu agama lebih mendalam. Barulah saya sadar. Bahwa apa yang saya lakukan selama ini belum benar. Banyak ajaran-ajaran agama yang terabaikan, tepatnya saya remehkan.
Selama ini saya santai saja keluar rumah mengenakan celana pendek. Mengenakan kaos tanpa lengan. Padahal sebagai seorang muslimah, kebiasaan saya itu namanya mengumbar aurat. Sedangkan aurat perempuan itu sesungguhnya yang boleh terlihat hanyalah wajah dan telapak tangan. Ya, ampun! Saya jadi malu.Â
Sejak itu saya pelan-pelan mengubah penampilan. Mulai mengenakan baju panjang dan bawahan panjang. Ternyata itu saja belum cukup. Sebab saat itu saya belum siap untuk mengenakan jilbab dengan berbagai alasan. Lama saya merenung sebelum akhirnya memutuskan mengenakan jilbab.Â
Proses Hijrah Diri
Firman Allah SWT dalam Al-Qur'anSurat Al-Ahzab ayat 59 yang di antaranya berbunyi: "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan dan isteri-isteri orang mukmin. Hendaknya mereka menutupi tubuh mereka dengan jilbab." Serta surat An-Nur ayat 31 yang di antaranya berbunyi: "Ulurkan jilbabmu sampai menutupi  dada."
Semua penjelasan tersebut membuat saya merasa takut. Apa yang terdapat dalam Al-Qur'an merupakan firman Allah. Masa saya berani menentang ketentuan Allah. Betapa berdosanya saya ini.
Sejak itulah saya menyatakan diri "hijrah" dalam hal berpenampilan. Menutup rapat ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali wajah dan telapak tangan. Saya ajak keluarga, teman dan kerabat untuk "Ayo Hijrah." Mau kapan lagi? Apalagi yang ditunggu? Umur kita berapa? Sekarang tinggal berapa? Mati sewaktu-waktu. Tak kenal waktu tak pandang bulu. Kalau kita mati dalam keadaan tidak mentaati perintah Allah, apa yang kita harapkan di akhirat nanti? Hal-hal tersebutlah yang melandasi proses "hijrah" saya semakin kuat. Semoga tetap terjaga sampai ajal menjemput. Aamiiin.
Lantas apakah setelah itu saya merasa menjadi manusia yang paling baik? Paling pol. Oh, tidak. Secara penampilan diri, iya. Setidaknya sudah lebih baik. Secara perilaku seharusnya juga harus lebih baik lagi.  Karena amal, ibadah dan perbuatan kita ada perhitungannya. Sebagai bekal di akhirat nanti. Pakaian syar'i tak lantas menghantar kita ke surga.
Hijrah itu harus Kaffah (menyeluruh). Tidak setengah-setengah atau pilih yang enaknya saja. Harus selaras antara ucapan dan tindakan. Saya selalu berucap "Ayo Hijrah." Lalu bagaimana dengan tindakan saya? Setelah ditelusuri ternyata belum menyeluruh atau kaffah. Karena apa? Rupanya saya lupa untuk hijrah dalam hal keuangan.Â