Mohon tunggu...
Dennis Afri Saptanto
Dennis Afri Saptanto Mohon Tunggu... -

Menulis. Santai. Menulis. Serius. Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kontroversi Vuvuzela

26 Juni 2010   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:16 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Piala Dunia 2010 dibuka dengan pagelaran yang semarak dan gegap gempita di Stadion Soccer City, Johannesburg, Afrika Selatan. Penggila bola pun langsung disajikan pertandingan menarik antara tim tuan rumah, Afrika Selatan berhadapan dengan tim Sombrero, Meksiko. Pertandingan kedua tim berjalan stabil dan lancar hingga akhir pertandingan, selayaknya pertandingan sepak bola kebanyakan. Akan tetapi, ada yang beda dari pertandingan pembuka Piala Dunia di tahun-tahun sebelumnya.

Ya, suara keras terompet khas Afrika Selatan, vuvuzela, bergemuruh di sepanjang pertandingan. Bukan hanya di pertandingan pertama, kejadian ini terus berulang di partai-partai berikutnya. Alhasil, negara-negara yang mengalami kekalahan atau tidak meraih hasil maksimal menyalahkan suara dari terompet panjang yang memekakkan telinga tersebut. Suara sumbang pun mulai keluar dari beberapa pemain yang menginginkan terompet yang dibuat pada tahun 2003 tidak berbunyi selama berlangsungnya pertandingan. Apakah Vuvuzela mesti dilarang?

Surat kabar internasional kerap mengabarkan penolakan yang datang dari sejumlah pemain sejak dimulainya Piala Dunia 2010. Penolakan hadir dari penyerang tim Yunani, Gekas. Seperti dikutip oleh ESPN Star, bintang Eintracht Frankfurt itu menganggap kekalahan 0-2 negaranya dari Korea Selatan juga ikut dipengaruhi oleh bisingnya suara vuvuzela. Keluhan lain datang dari beberapa pemain top dunia.

Patrick Evra dari Prancis menyalahkan lengkingan suara vuvuzela yang didengarnya sepanjang pertandingan yang menyebabkan permainan timnya tidak optimal pada laga pertama grup A (news.sky.com).Cristiano Ronaldo dan pemain terbaik dunia, Lionel Messi juga turut mendesak pelarangan terompet plastik dengan panjang 65 cm tersebut. Kedua bintang sepak bola itu menyatakan bahwa volume suara yang dihasilkan vuvuzela mampu membuyarkan konsentrasi semua pemain yang berada di tengah lapangan (bolanews.com).

Tidak hanya keluar dari mulut para pemain yang bertanding, penolakan juga menyeruak dari perusahaan yang memiliki hak siar. Hal ini disebabkan oleh suara mirip sekumpulan lebah besar yang dihasilkan oleh vuvuzela hampir membuat suara komentator pertandingan “tenggelam”. Fans juga turut angkat suara dalam penentangan penggunaan terompet yang memiliki nama lain Lepata (bahasa Tswana) tersebut.

Sebuah situs yang diperuntukkan bagi para fans Piala Dunia 2010 yang melempar jajak pendapat tentang vuvuzela. Hasilnya, lebih dari 60 ribu fans setuju terompet buatan Neil van Schalkwyk itu dilarang, berbanding 6.500 yang meminta dibiarkan saja. Orang yang memiliki otoritas di bidang kesehatan, Ruth MecNerney, dokter asal Inggris, kepada AP mengatakan vuvuzela berpotensi menyebarkan virus demam dan flu. Menurutnya, banyaknya udara yang ditiupkan lewat vuvuzela akan dapat menyebarkan virus yang dapat menyerang, bukan hanya fans, tapi juga pemain yang sedang bertanding.

Penolakan terhadap vuvuzela yang datang bertubi-tubi membuat Ketua Local Organising Committee (LOC) Danny Jordaan angkat bicara. Dalam wawancaranya dengan BBC, Jordaan mengatakan akan melakukan evaluasi keberadaan vuvuzela di stadion. Namun, hingga saat ini, masih menurutnya, belum ada pelarangan resmi yang menyatakan bahwa suporter dilarang membunyikan atau sekadar membawa vuvuzela di dalam stadion.

Panitia Pelaksana Piala Dunia Afrika Selatan juga angkat suara dalam kontroversi penggunaan vuvuzela. Melalui juru bicaranya, Rich Mkhondo, panitia pelaksana menegaskan bahwa tidak akan melarang keberadaan terompet yang mengeluarkan monoton keras bernada B tersebut. Rich Mkhondo berpendapat bahwa keberadaan terompet vuvuzela mesti dilihat dalam perspektif kebudayaan. Menurutnya, ini adalah bagian dari kebudayaan Afsel yang berasimilasi ke dalam sepak bola melalui Piala Dunia. Vuvuzela merupakan wujud dukungan suporter tim tuan rumah terhadap tim kesayangan mereka, Bafana-Bafana (goal.com).

Orang yang memiliki otoritas lebih tinggi, Ketua FIFA, Sepp Blatter pun menegaskan hal serupa. Ia juga berpendapat bahwa vuvuzela merupakan wujud implementasi budaya Afrika Selatan yang mesti dimaklumi, bahkan dihormati oleh semua kalangan yang terlibat dalam gelaran Piala Dunia kali ini (vivanews.com).

Pelarangan terompet yang asal usulnya masih diperdebatkan ini pun tidak serta merta dapat dilakukan. Meski dianggap sangat mengganggu, payung hukum dan aturan yang belum kuat menjadi alasan larangan penggunaan vuvuzela tidak memiliki dasar acuan. Suara mirip gerombolan lebah akan terus mewarnai gelaran Piala Dunia.

Suara pekikannya akan mengiringi gocekan khas Messi di tengah pertandingan. Bicara sepak bola, memang akan terus menggiring mereka yang terlibat ke dalam sebuah dinamika. Olahraga dan budaya memang dua elemen yang berbeda, tapi tidak dapat terpisahkan. Biarkan vuvuzela membungkus semaraknya pesta bola edisi 2010. Kelak, pecinta sepak bola akan mengenangnya sebagai bagian penting Piala Dunia 2010, Afrika Selatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun