Agustus tanggal 30, kabar mengagetkan datang dari aktivitas bursa transfer AC Milan. Dua hari jelang ditutupnya masa perpindahan pemain di Eropa, Milan harus melepas gelandang andalan mereka, trequartista dengan kemampuan melepaskan tendangan dari luar kotak penalti yang mumpuni, Kevin-Prince Boateng.
Ghetto Kid diakuisisi oleh klub Jerman, Schalke 04, dengan mahar € 15 juta.Kepergian pemain internasional Ghana berusia 26 tahun ini jelas merupakan kehilangan besar bagi Milan. Kontribusinya terhadap klub bisa dikatakan luar biasa sepanjang tiga tahun baktinya berpanji AC Milan. Musim 2010/2011, tahun pertama merumput bagi Il Diavolo, Boateng berperan besar mengantarkan klub Kota Mode meraih gelar Scudetto yang sudah tujuh tahun hilang. Tentu masih menempel di ingatan bagaimana aksi dansa khas Michael Jackson di malam selebrasi Scudetto Milan di San Siro.
Permainan Boateng di musim 2011/2012 pun cenderung meningkat dengan jumlah koleksi golnya yang beranjak naik menjadi 9 gol dari 27 laga, jika dibandingkan musim sebelumnya yang hanya menorehkan 3 gol dari 34 pertandingan. Posisi reguler terus didapatnya pada masatahun ketiga. Total 31 pertandingan di lakoninya dengan torehan 3 gol.
Meski mengalami penurunan koleksi gol, Boateng menjadi bagian penting Il Rossoneri dalam mengamankan jatah tiket terakhir ke Liga Champions musim lalu. Yang tidak dapat terbantahkan adalah kontribusi luar biasanya yang mengantarkan Milan melaju ke fase grup kancah teratas klub-klub Eropa. Dua gol Kevin-Prince meluluhlantakkan pertahanan PSV Eindhoven sekaligus menjadi kado perpisahan terindah yang diberikan si nomor 10 kepada Milanisti.
Kepergian Boateng jelas menjadi kehilangan besar, bukan hanya bagi tifosi, tetapi juga kehilangan juga tentu akan terasa bagi Allegri untuk dapat meracik Best Eleven Il Diavolo. Kedatangan Matri yang nyaris berbarengan dengan kepindahan Boateng jelas bukan menjadi jawaban atas hilangnya sosok trequartista di dalam skuat.
Kembalinya Si Anak yang Hilang, Matri, bukan untuk menggantikan posisi yang ditinggal Boateng, melainkan menutup lubang di lini depan pasca divonisnya Pazzini untuk menepi hingga akhir Oktober. Tentu Milan memerlukan sosok penyokong striker andalan, Mario Balotelli. Matri juga mungkin disiapkan sebagai pelapis Super Mario.
Jika berbicara kebutuhan stok di lini depan, Milanisti tentu sangat merindukan sosok striker legendaris macam Shevchenko, George Weah, ataupun trio maut Belanda sekelas Van Basten, Ruud Gullit,dan Frank Rijkaard. Super Mario mungkin mengingatkan pada Weah di masa emasnya bersama Rossoneri. Matri menorehkan 10 gol dari 35 laga di seluruh ajang yang diikuti Juventus. Catatan yang kurang impresif.
Milan sepertinya terbiasanya menghabiskan anggaran untuk mendatangkan pemain yang sebenarnya kurang dibutuhkan tim, contoh terakhir adalah Pazzini yang ditarik dari klub tetangga, Inter. Transfer pemain yang terbilang gagal terus berulang sejak kedatangan Ricardo Oliveira dari Real Betis di musim 2006, yang hanya mengoleksi 3 gol dari 26 penampilannya berkostum merah-hitam, jauh dari ekspektasi sosok pengganti Shevchenko yang pergi di musim yang sama.
Hal yang sama juga dirasakan Milan ketika memboyong Alberto Gilardino semusim lebih dulu dibandingkan Oliveira. Goal Getter kebanggaan Parma musim sebelumnya diakuisisi Milan dengan harapan jaminan gol di setiap penampilan. Sayangnya, tiga musim meruput di San Siro, Gilardino tampil tumpuldengan ‘hanya’ mengoleksi 36 gol dari total 94 penampilan.
Sosok transfer gagal juga bisa disematkan pada kedatangan Klaas-Jan Huntelaar. The Hunter direkrut Milan pada musim 2009/2010 dan hanya mengemas 7 gol dalam 25 kali tampil. Kegagalan yang berujung dengan penjualan di musim berikutnya ke Schalke 04. Namun lihat, kini ia menjadi salah satu striker top Bundesliga dengan gelar top skor di musim pertamanya mentas di negri Jerman.
AC Milan memang sepertinya tidak cocok dengan striker bertipikal oportunis. Dari deretan nama top yang pernah singgah di klub Kota Mode ini, hanya Inzaghi, striker oportunis yang mampu menorehkan sejarah dan menjadi legenda AC Milan. Mungkin satu contoh penyerang berkelas yang gagal bersinar bersama Milan adalah sosok penggedor Italia, Borriello, produk asli klub yang pada masa peminjamannya di Genoa berhasil mencatat pencapaian apik dengan koleksi 19 gol dalam satu musim penampilannya, namun melempem ketika kembali berseragam Rossoneri.
Sosok pemain depan yang rajin menjemput bola, petarung, dan gesit dalam berlari menjadi syarat utama menjadi penyerang utama di skuat Milan. Sosok tersebut rasanya sudah ditemukan dari sosok tiga penggedor utama Milan saat ini: Balotelli, Sharaawy, dan Niang. Tinggal dibutuhkan jam terbang dan pengalaman untuk membentuk permainan ketiga darah muda, aset penting tim. Bukan tidak mungkin Milanisti menyaksikan lahirnya kembali penyerang maut macam trio Belanda di era 80-an akhir hingga 90-an awal.
Perbendaharaan lini tengah Milan pun tidak dapat dianggap kurang berkualitas. Diisi nama-nama sekaliber Nigel de Jong, Sulley Ali Muntari, Riccardo Montolivo, dan rekrutan anyar Andrea Poli menjadi jaminan kekuatan daerah vital permainan. Namun, posisi lowong yang ditinggal Boateng tentu harus diisi dengan sosok yang sepadan.
Nama macam The Golden Boy, Kaka’, dan Keisuke Honda mengemuka jauh sebelum kepergian Boateng. Namun, hingga saat ini hal tersebut masih sebatas wacana. Pada bursa transfer musim dingin lalu,Kaka’ nyaris diboyong kembali ke San Siro, setelah pembicaraan serius Galliani dengan petinggi Madrid. Sayangnya, kesepakatan gagal terealisasi.
Pun begitu dengan harapan datangnya Keisuke Honda yang terus terulur karena negosiasi yang alot. Meski tak segemerlap nama Kaka’, Honda memiliki skill komplet. Pas untuk kebutuhan Milan untuk mengisi posisi trequartista. Seperti biasa, demi menghemat anggaran belanja, Milan melalui Galliani mencari jalan terbaik untuk merealisasikan kepindahan pemain Negeri Matahari ini. Kontrak Honda akan berakhir pada akhir tahun tahun ini. Publik Milan diminta untuk sabar menunggu hingga rampungnya kontrak Honda dengan klub lamanya, CSKA Moskow.
Akan tetapi, alangkah lebih baik apabila pemain kelahiran 13 Juni 1986 bisa bergabung secepatnya ke Milanello. Kegagalan merekrut Adem Ljalic bisa menjadi pelajaran berharga bagi Opa Galliani. Gabungnya Ljalic ke Roma menjadi pukulan telak bagi Milan yang telah lama dihubung-hubungkan dengan rising star asal Serbia tersebut sejak lama.
Masa kerja Ljalic yang menyisakan kontrak satu tahun lagi dengan Fiorentina dimanfaatkan oleh AS Roma. Klub ibukota mengambil celah, ketika Ljalic sepertinya tidak ingin memperpanjang masa baktinya di klub kota Florence. Milan harus gigit jari.
Opsi terakhir jika transfer Honda tidak menjadi nyata adalah mengembalikan sosok Kaka’ ke San Siro. Pemain peraih Ballon d’Or 2007 baru saja melepas argumen tentang keinginannya minggat dari Santiago Bernabeu. Peluang si pemain pindah ke Milan terbilang besar, mengingat ikatan sejarah dan hubungan baik Kaka’ dengan petinggi Milan. Rossoneri ‘hanya’ mentok di masalah harga, gaji, dan usia si pemain yang telah menginjak kepala tiga. Cukup kompleks.
Milan membutuhkan sosok jenderal lapangan tengah. Selepas kepergian pemain-pemain senior macam Seedorf, Gattuso, Pirlo, dan terakhir Ambrosini, Milan kehilangan komposisi pemain tengah yang padu dan saling mengisi. Sosok trequartista yang dimainkan selama ini oleh Boateng juga merupakan posisi lowong yang ditinggalkan Kaka’ semasa merumput dengan panji kebesaran Milan.
Milan memang memiliki satu nama lain yang digadang-gadang memiliki potensi untuk menjadi sosok Kaka’ baru, Riccardo Saponara. Pemain internasional Italia U-21 ini memang menempati posisi trequartista dalam formasi 4-3-1-2 yang diaplikasikan oleh Massimo Allegri. Banyak pengamat yang mengatakan tahun emas Saponara akan hadir di musim ini. Tapi, kemampuan yang belum teruji betul di pentas kelas wahid Italia jelas masih menjadi pertanyaan besar yang mengganjal.
Klub yang memiliki sejarah panjang, dan dilabeli klub tersukses sepanjang masa, seperti Milan memang sangat membutuhkan sosok aura bintang. Mental juara yang selama ini dipertanyakan dari skuat Milan mungkin bisa dijawab dengan kehadiran sang maestro sepak bola asal Negeri Samba ini.
Namun, mesti juga ditilik tentang sejarah come back-nya sosok bintang Milan di masa silam. Yang belum lama terjadi adalah kembalinya Il Tsar, Shevchenko, ke San Siro, lepas musim buruknya di Chelsea. Sheva gagal kembali tampil menawan di Milan. Hanya 18 tampil, pemain asal Ukraina ini sama sekali gagal menceploskan gol tanda kembalinya ke Milan. Di akhir musim, Sheva dikembalikan ke Chelsea.
Fokus ke lini belakang, Milan kehilangan jaminan amannya pertahanan setelah kepergian Nesta di dua musim lalu, menyusul pensiunnya Maldini dan Jankulovski. Musim lalu, Rossoneri kebobolan 39 kali, bandingkan ketika Milan keluar sebagai kampuin musim 2010/11 yang hanya terceplos 24 kali sepanjang 38 laga.
Kelimbungan mencari komposisi yang tepat di sentral lini belakang masih menjadi permasalahan pelik Allegri. Dengan stok yang tersedia saat ini, Allegri kerap memadukan Zapata dengan Mexes. Tetapi, perlu dilihat hasil pekan pertama Serie-A musim ini, Milan tercecer di posisi bawah akibat kekalahan memalukan di kandang klub promosi Hellas Verona.
Koordinasi yang belum juga matang antarkedua pemain perlu menjadi perhatian Opa Galliani untuk melihat potensi memboyong pemain lini belakang yang mumpuni. Kehadiran Ogbonna di Juventus sebenarnya bisa dimanfaatkan Milan untuk mencari peluang merekrut kelebihan stok pemain belakang milik Si Nyonya Tua. Opsi lainnya adalah menghadirkan sosok Astori, pemain Cagliari, yang namanya sering dihubung-hubungkan dengan San Siro.
Kedatangan Matias Silvestre dari klub tetangga seharusnya bukan menjadi jawaban akhir kebutuhan pemain berkelas di lini pertahanan. Masih ingat kegagalan transfer Acerbi? Pemain yang dianggap “keberatan nomor” karena menggunakan nomor punggung peninggalan Nesta buru-buru dilego ke Parma musim lalu karena permainannya kurang memberikan jaminan keamanan pertahanan.
Napas lega mungkin bisa terembus bila melihat potensi dari pemain muda Jherson Vergara yang bergabung dariDeportes Quindio. Pemain Kolombia berusia 19 tahun ini diharapkan dapat cepat beradaptasi dan berkembang. Kehadiran pemain berpostur 190 cm ini mengingatkan publik Milan dengan sosok TS33, Thiago Silva, pemain belakang asal Brazil yang menjadi suksesor Maldini. Kemapanan skill yang dimiliki Thiago dalam mengawal lini belakang Il Diavolo jelas sulit dilupakan oleh Milanisti. Ekspektasi ini mungkin terlalu berat dibebankan kepada Vergara, tapi harapan tifosi jelas adalah kembalinya roh lini belakang Milan yang hilang musim lalu.
Melihat sayap pertahanan Milan yang diisi oleh nama-nama pemain tim nasional, seperti Abate dan bintang masa depan,De Sciglio yang bergantian mengisi sayap kanan memang kerap menjadi ancaman bagi pertahanan lawan. Namun, di sayap kiri, Milan sepertinya memiliki keterbatasan stok pemain. Kevin Constant yang baru dipermanenkan kontraknya musim ini, lepas setahun peminjaman dari klub asalnya Genoa, memang cukup memberikan kontribusi bagi klub. Selain Kevin, Milan tidak memiliki banyak pilihan di lini ini, hanya meninggalkan nama Luca Antonini yang terbilang kurang gesit, dan di beberapa penampilan sering kedodoran untuk kembali ke posnya pasca membantu penyerangan. Ada satu nama lain yang baru pulang dari masa peminjaman, Urby Emmanuelson. Pemain internasional Belanda ini sebenarnya cenderung selama ini ditempatkan di posisi yang lebih menyerang, seperti sayap tengah dan depan.
Sedikit bernostalgia, tentu Milanisti merindukan kekompakan duet sayap milik Milan di era 2000-an asal Brazil, Cafu dan Serginho. Di sayap kanan, kala itu Cafu menjadi perjudian Rossoneri ketika merekrutnya di ujung karirnya dari Roma. Milan tanpa ragu mengakuisisi Cafu di usia 33 tahun, di musim 2003/2004. Cafu tidak pernah kehilangan posisi reguler di skuat Milan. Kegesitan dan akurasi umpannya masih mumpuni. Kiprahnya untuk tim merah-hitam mengantarkan Cafu menikmati Piala Dunia terakhir di Jerman, 2006.
Di sayap kiri, Milan memiliki sosok Brazil penuh loyalitas yang tersemat dalam diri Serginho. Kiprahnya di San Siro dimulai pada musim 1999/2000 ketika ia direkrut dari klub Brazil Sao Paulo. Bertipe sama dengan Cafu, Serginho tampil gesit dan berani di lapangan. Ia tidak pernah ragu membantu serangan dengan umpan-umpannya yang menusuk lini pertahanan lawan. Tercatat ia tampil di dua final Liga Champion bersama Milan di musim 2003 dan 2005.
Kembali pada strategi Rossoneri di bursa transfer musim ini, publik San Siro dipaksa menunggu hingga jendela transfer nyaris ditutup malam ini. Galliani menjanjikan bahwa apabila satu pemain keluar dari skuat, akan segera masuk penggantinya. Apakah transfer Boateng dan Matri yang nyaris bersamaan merupakan jawaban atas teori in-out yang dipraktikkan oleh Milan?
Kita tunggu saja, apakah ada kejutan transfer yang bisa mengubah ambisi Rossoneri yang akan melalui musim terberatnya pada tahun ini. Para pesaing terus berbenah dengan merekrut pemain-pemain dengan level permainan yang telah teruji. Contoh teranyar, Napoli melakukan belanja besar, setelah dana besar penjualan Cavani yang hijrah ke PSG cair.
Kedatangan nama-nama mentereng sekelas Higuain, Callejon, dan Raul Albiol, paket pemain yang direkrut dari Madrid. Belum lagi jika kita melihat nama-nama yang telah eksis di tim ini seperti Inler, Gargano, Zuniga, atau Marek Hamsik. Tidak ada satu pun pengamat yang membantah bahwa Il Partenopei menjadi salah satu kandidat jawara Serie-A.
Klub pesaing lain yang turut berbenah adalah Roma dan Fiorentina. Dua klub ini cukup menonjol dan aktif di lantai bursa. Kedatangan nama-nama besar seperti Joaquin dan Mario Gomez makin mengisi kedalaman skuat Fiorentina. Klub Serigala Ibukota juga ikut berbenah dalam kampanye mengisi slot tiga besar Serie-A di akhir musim dengan memboyong nama-nama mumpuni sekelas Gervinho, Maicon, dan Ljalic.
Klub tetangga, FC Internazionale dan jawara Serie-A dua musim beruntun, Juventus juga telah jauh-jauh hari menyiapkan tim yang kompetitif. Kebangkitan FC Internazionale bisa menjadi ancaman besar dalam perburuan zona Eropa musim depan. Klub yang sebagian besar sahamnya telah diakuisisi oleh pengusaha asal Indonesia ini telah bergeliat di bursa transfer. Merekrut bintang muda Argentina yang tampil ciamik musim lalu, Icardi, dari Sampdoria, Inter seperti menemukan sosok penggedor utama setelah menurunnya penampilan Milito. Taider, Belfodil, dan Wallace turut mengisi sesak skuat asuhan nahkoda baru Walter Mazzari.
Juventus benar-benar efektif memanfaatkan jendela transfer dengan merekrut nama-nama besar yang memiliki jam terbang dan pengalaman yang mumpuni. Tevez dan Llorente didaratkan di Kota Turin untuk menaikkan nilai lini pertahanan yang menorehkan nilai merah musim lalu. Di lini belakang, Juventus membajak Ogbonna dari rival sekota Turin. Pembelian brilian, mengingat usia Ogbonna yang masih muda, investasi tepat Il Bianconeri, seperti halnya yang dilakukan pada Pogba.
Potensi Milan finish di luar tiga besar jelas makin besar, melihat kesiapan para pesaing menyambut musim baru dengan kedalaman komposisi skuat mereka.Milan terkesan adem ayem di bursa transfer. Hal yang sangat membosankan bagi tifosi, menunggu seperti musim-musim sebelumnya. Bursa transfer musim lalu mungkin jadi yang terburuk bagi Milan. Kehilangan Thiago Silva dan Ibrahimovic, Milan hanya merekrut Montolivo dengan gratis, serta Pazzini dengan deal yang kurang mengesankan karena juga harus kehilangan Cassano dengan cuma-cuma. Untungnya, semangat juang skuat Il Diavolo menghasilkan poin manis, dengan sedikit keburuntungan, gol Mexes di giornata terakhir mengantar Milan finish di urutan ketiga.
Apakah musim ini Milanisti harus kembali gigit jari melihat klub kesayangannya terseok-seok di papan klasemen? Jika alasan mandeknya transfer pemain disebabkan oleh krisis keuangan yang diderita klub, tentunya harus ada jalan keluar atas masalah tersebut sehingga tidak mengganggu prestasi klub di lapangan.
Pemain-pemain dengan gaji mahal sudah dilepas musim lalu. Strategi menggaji pemain dengan nominal yang menggiurkan telah menjadi bumerang bagi klub. Kepergian nama-nama seperti Kaka’, Thiago Silva, dan Ibrahimovic didasari atas nilai gaji yang membelit klub sehingga anggaran hanya habis terpakai untuk membayar gaji pemain.
Kegagalan melego Robinho ke Santos membuat strategi transfer Opa Galliani berantakan. Gaji Robinho masih terbilang tinggi, sedangkan permainan yang makin menurun membuatnya terdepak dari tim inti. Imbasnya, kontribusi pemain Brazil terhadap klub cenderung jauh dari nilai gaji yang didapatnya. Milan benar-benar merugi, karena Robinho kerap dibekap cedera.
Praktis, sejak absen tampil di Liga Champion musim 2008/2009, Milan tidak pernah gagal melaju ke fase grup. Hal yang sama diulangi musim ini, namun kali ini Milan harus memulainya dari fase kualifikasi, hal sama yang seperti dialami klub ini di musim 2000/2001, 2002/2003, dan musim 2006/2007. Uniknya di dua musim terakhir, Il Rossoneri berhasil tampil sebagai kampiun Eropa setelah mengandaskan perlawanan Juventus di muism 2002/2003 dan Liverpool muism 2006/2007.
Apakah de javu akan terjadi? Tifosi tidak dapat berharap banyak tentang sejarah yang berulang. Yang jelas, musim ini akan terasa panjang dan melelahkan bagi Milan, apabila bursa transfer hanya ditutup dengan pembelian Matri. Milan perlu suntikan pemain-pemain yang telah berpengalaman dan teruji secara mental berlaga di kompetisi atas Eropa. Hal ini diperlukan untuk mendongkrak moral tim sehingga kedalaman dan kesiapan kesebelasan dapat terbangun.
Penunjukan kapten baru, Riccardo Montolivo yang menggantikan posisi Ambrosini yang menuntaskan masa baktinya di Milan yang berlangsung selama 18 tahun (sama dengan usia Andrea Pentagna, striker muda Milan) untuk merumput di Fiorentina. Keputusan menunjuk Riccardo Montolivo jelas menjadi kontroversi tersendiri. Terlepas dari pengalaman gelandang internasional Italia ini menjadi kapten semasa di Fiorentina, Montolivo terbilang baru merumput di San Siro.
Milan masih memiliki nama Abbiati, penjaga gawang veteran yang secara masa bakti lebih panjang daripadacatatan Montolivo.Milan biasanya memilih kapten berdasarkan masa bakti dan kontribusi pemain di tim. Semoga fakta penunjukkan Montolivo sebagai kapten baru Milan tidak berdampak buruk, malah dapat menambah motivasi dan kepercayaan diri dalam sebuah tim.
Terlepas dari target Milan yang belum jelas untuk musim ini, penulis sebagai tifosi yang merupakan bagian terluar dari tim, namun juga menjadi salah satu komponen penting dari Milan, bisa menyuarakan tentang rasa kerinduan yang amat dalam menyaksikan Milan tampil berjajar dengan klub-klub Eropa sekelas Madrid, Barcelona, Manchester United, ataupun Muenchen.
Kepergian Ambrosini musim ini menandakan era baru Milan. Masimo merupakan pemain yang menjadi bagian dalam skuat Dream Team Milan yang menjuarai Liga Champions musim 2002/03. Saat ini, murni pemain baru dari sepuluh tahun kiprah Milan sejak musim 2002/03. Kejayaan Milan jelas muesti dikembalikan. Tifosi Milan dengan bangga mengatakan bahwa DNA klub kesayangannya adalah Liga Champions. Mungkin ini musim yang tepat untuk menandakan titik jaya Milan untuk menghancurkan euforia klub-klub besar Eropa, sekaligus mempertahankan eksistensi Italia yang makin terpinggirkan oleh gemerlapnya Bundesliga dan Ligue-1 Perancis.
Praktis Milan baru mendatangkan lima pemain selama jendela transfer dibuka: Matias Silvestre, Vergara, Coppola, Andrea Poli dan Matri. Jadi, menarik ditunggu, adakah kejutan di akhir jendela transfer?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI