Mohon tunggu...
Deni Amin Sujana
Deni Amin Sujana Mohon Tunggu... Konsultan - Bekerja 18 tahun sebagai Konsultan vendor TI dibidang Perbankan Syariah, Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Akuntansi Syariah IAI Tazkia

Saat ini sedang menyelesaikan studi pasca sarjana magister akuntansi syariah di IAI Tazkia Bidang yang disukai adalah IT Perbankan Syariah, Core Banking Syariah, Akuntansi Syariah, Audit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Teori dan Praktik Implementasi PSAK 407 Ijarah di Bank Syariah Indonesia

14 Juni 2024   22:07 Diperbarui: 14 Juni 2024   22:33 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Deni Amin Sujana

Mahasiswa Magister Akuntansi Syariah,

Institut Agama Islam Tazkia, Bogor, Indonesia

Bank Syariah menurut undang undang perbankan no 21 tahun 2008 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan utama dari Bank Syariah adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Sebagai entitas bisnis, Bank Syariah juga memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan, namun terdapat perbedaan yang mendasar dalam hal mendapatkan keuntungan jika dibandingan dengan Bank Konvensional, dimana Bank Syariah tidak mengenal konsep bunga dalam transaksinya, karena termasuk transaksi yang dilarang dan haram hukumnya (MUI.a, 2004), melainkan menerapkan konsep bagi hasil dalam operasionalnya, baik dengan bagi hasil untung (profit sharing) maupun dengan prinsip bagi hasil  pendapatan bersih (net revenue sharing) (MUI.b,2000). Dengan konsep bagi hasil, nasabah dana pihak ketiga (DPK) atau nasabah giro, tabungan dan deposito akan mendapatkan imbal bagi hasil yang berbeda-beda tiap bulannya, hal ini tergantung dari kinerja bank dan nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya (Ilyas, 2014). Bank Syariah juga memiliki transaksi sosial, seperti pembiayaan dengan akad Qardhul Hasan yang mana dalam akadnya Bank Syariah bertindak sebagai pemberi pinjaman tanpa imbalan kepada nasabah dan juga ada transaksi untuk menampung dana zakat, infak dan shadaqah dari nasabah yang akan dilaporkan secara khusus sumber dana dan penyalurannya (IAI, 2020).

Untuk nasabah pembiayaan, layanan produk yang diberikan lebih beragam dibandingkan Bank Konvensional, hal ini tergantung dari kebutuhan nasabah saat mengajukan pembiayaan. Jika akad yang digunakan adalah transaksi jual beli barang maka produk yang akan ditawarkan adalah produk dengan akad murabahah, salam atau istishna. Jika akad yang digunakan adalah transaksi kerjasama usaha, maka produk yang akan ditawarkan adalah produk dengan akad mudharabah dan musyarakah. Untuk akad sewa-menyewa, produk yang digunakan adalah produk pembiayaan dengan akad ijarah dan IMBT (Ijarah Muntahiya Bittamlik) jika barang yang disewakan berbentuk barang dan jika berbentuk jasa maka menggunakan akad pembiayaa Ijarah Multijasa. Selain produk dengan akad-akad diatas, ada juga produk pembiayaan gadai, dimana nasabah bisa mendapatkan pinjaman dana dengan jaminan emas, bank syariah akan mengambil keuntungan dari jasa menyimpan barang jaminan emas dan bukan dari besarnya pinjaman karena termasuk transaksi yang dilarang. Transaksi yang dilarang di Bank Syariah adalah transaksi yang mengandung unsur riba, maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakpastian) (Antonio, 2021).

Pembiayaan Ijarah atau sewa-menyewa menjadi salah satu produk pembiayaan di Bank Syariah Indonesia. Ijarah dapat diterapkan dalam dua bentuk, yaitu Ijarah Operasional (Operating Lease) dan Ijarah Muntahiyah Bi at-Tamlik (IMBT atau Financial Lease)  (Witro et al,2021).  Ijarah Operasional merupakan sewa-menyewa aset tanpa adanya pemindahan kepemilikan, sedangkan Ijarah Muntahiyah Bi at-Tamlik adalah sewa-menyewa yang diikuti dengan opsi pemindahan kepemilikan pada akhir periode. Penerapan Ijarah di Bank Syariah Indonesia pada praktiknya menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait interpretasi dan implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 407 mengenai akuntansi Ijarah.  Beberapa bank masih kesulitan dalam menentukan akad yang tepat, menghitung nilai wajar aset yang akan disewakan, dan memastikan kesesuaian dengan prinsip syariah.  Hal ini terjadi karena adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan.

Kesenjangan ini dapat dilihat dari beberapa penelitian terkait penerapan atau implementasi PSAK 107 (saat ini dirubah menjadi PSAK 407) diberbagai lembaga keuangan syariah, khususnya di bank syariah Indonesia, Yasmina et al (2021) mengatakan bahwa masih ada kebijakan bank yang belum sesuai saat pengakuan sewa awal ijarah dengan PSAK 407, kemudian ada juga bank yang masih belum mencatat jurnal transaksi Ijarah saat setoran pembayaran ijarah, atau jika sudah mencatat seperti ijarah multijasa namun tidak mengurangi pokok dari pembiayaan ijarah, sehingga tidak sesuai dengan konsep pengakuan dalam PSAK 407 (Faruq et al, 2023).

Namun penelitian lainnya menunjukan adanya kesesuaian dalam implementasi PSAK 407 di Bank Syariah, seperti implementasi dalam produk ijarah multijasa (Nur Anisah et al,2015), penerapan dalam produk gadai (Rahman et al,2018), juga penelitian yang dilakukan cukup komprehensif menyimpulkan kesesuaian dalam semua aspek yaitu dalam hal pengukuran yaitu baik dari pengakuan biaya perolehan, penyusutan dan amortisasi biaya, pendapatan dan beban, dan perpindahan kepemilikan, kemudian dalam hal penyajian baik dalam laporan neraca maupun dalam laporan laba rugi, juga dalam hal pengungkapan seperti aset yang diperoleh untuk ijarah, klasifikasi biaya perolehan, pengurangan dan penambahan aset, serta neto pendapatan ijarah (Falahuddin et al, 2017).

Setelah mempertimbangkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam penerapan PSAK 407 mengenai Akuntansi Ijarah di industri perbankan syariah, sangat penting untuk mencari solusi yang tepat guna meningkatkan kepatutan dan konsistensi dalam pelaksanaan standar akuntansi ini. Untuk mengatasi tantangan tersebut, bank-bank syariah perlu memberikan perhatian khusus dalam meningkatkan pemahaman dan kompetensi sumber daya manusia terkait PSAK 407 dan prinsip-prinsip syariah yang harus diterapkan dalam produk Ijarah. Pelatihan, seminar, dan workshop yang terfokus pada masalah ini dapat membantu meningkatkan pemahaman dan keterampilan staf bank. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan pembaruan berkala terhadap praktik akuntansi Ijarah yang diterapkan agar sesuai dengan standar akuntansi dan prinsip-prinsip syariah. Ini akan memastikan bahwa bank-bank syariah mematuhi peraturan yang berlaku dan dapat memberikan informasi keuangan yang transparan dan akurat kepada pemangku kepentingan. Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan bank syariah terhadap PSAK 407. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor ini, strategi yang lebih efektif untuk memperkuat implementasi akuntansi Ijarah di industri perbankan syariah dapat diarahkan dan diimplementasikan.

Terlepas dari tantangan yang dihadapi, penting untuk dicatat bahwa peningkatan implementasi PSAK 407 akan memberikan manfaat jangka panjang bagi industri perbankan syariah, menyediakan informasi keuangan yang lebih andal dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk bank syariah. Dengan komitmen untuk terus meningkatkan praktik akuntansi, industri perbankan syariah akan dapat mengatasi tantangan yang ada dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun